SUKABUMIUPDATE.com - Tengah ramai diperbincangkan China meminta agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dijadikan jaminan untuk peminjaman hutang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan jika pemerintah tak bisa menyepakati usulan China tersebut.
Sehingga Luhut akhirnya merekomendasikan agar penjaminan dilakukan melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) karena jika menggunakan APBN, prosedurnya akan panjang.
Baca Juga: Seorang Gadis ODGJ Diperkosa Petugas Dinsos Karawang Kepergok Damkar
Kekinian China sedang mempertimbangkan terkait opsi penjaminan yang diusulkan oleh Luhut tersebut.
Namun sebelumnya, untuk masyarakat yang belum mengetahui permasalah ini, simak polemik China minta APBN jadi jaminan utang kereta cepat, seperti menghimpun dari Suara.com
1. Gagal Negosiasi Bunga Utang
Luhut mengaku bahwa dia gagal melakukan negosiasi terkait besaran utang proyek kereta cepat. Sehingga pemerintah China masih kekeh bunga yang harus dibayarkan sebesar 3,4 persen per tahun.
"Ya maunya kita kan 2 persen, tapi kan nggak semua kita capai," ucap Luhut pada Rabu, 12 April 2023.
Pemerintah Indonesia masih akan kembali melakukan negosiasi penetapan bunga pinjaman dari China agar tidak memberatkan keuangan negara.
2. Dulu Dijanjikan Tanpa APBN
Biaya pembangunan mega proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung mengalami pembengkakan biaya sebesar Rp 18 triliun.
Jumlah itu sangat jauh dari perhitungan awal bahkan sudah jauh melampaui investasi yang ditawarkan Jepang.
Ada beberapa faktor penyebab pembengkakan biaya pembangunan kereta cepat Jakarta Bandung.
Sebut saja perobohan dan pembangunan ulang tiang pancang karena kesalahan kontraktor dan pemindahan utilitas.
Ada juga faktor penggunaan frekuensi GSM dan pembebasan lahan yang membuat biaya makin membengkak.
Selain itu pencurian besi hingga hambatan geologi dalam pembangunan terowongan pun membuat biaya pembangunan kereta cepat makin menggunung.
Sebagai upaya menyelamatkan proyek kerja sama Indonesia-China tersebut, Presiden Jokowi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021.
Dalam aturan itu, Jokowi mengizinkan penggunaan dana APBN sebagai pembiayaan kereta cepat Jakarta Bandung.
Padahal sebelumnya Jokowi berjanji tidak menggunakan uang rakyat sepeserpun untuk mega proyek itu.
3. Pilih China yang Lebih Murah
Jauh sebelumnya, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung pertama kali diajukan Jepang. Ketika itu Jepang menawarkan nilai investasi kereta cepat mencapai 6,2 miliar dollar AS, di mana bagian 75 persen dibiayai Jepang berupa pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga 0,1 persen per tahun.
Namun di tengah perundingan dengan Jepang, China mendadak muncul dan melakukan studi kelayakan untuk proyek yang sama.
China menawarkan nilai investasi lebih murah yakni 5,5 miliar dollar AS dengan skema investasi 40 persen kepemilikan China dan 60 persen kepemilikan lokal yang berasal dari konsorsium BUMN.
Dari estimasi investasi itu, sekitar 25 persen akan didanai menggunakan modal bersama. Sementara itu sisanya berasal dari pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga yang diklaim saat itu sebesar 2 persen per tahun (kini berubah jadi 3,4 persen per tahun).
China menjamin pembangunan itu tidak menguras dana APBN Indonesia. Meski kini pihak China justru minta pemerintah Indonesia ikut menanggung pembengkakan biaya yang muncul.
Sumber: Suara.com (Trias Rohmadoni)