SUKABUMIUPDATE.com - Pada bulan Oktober 2022 lalu Indonesia sempat disorot oleh dunia internasional akibat Tragedi Kanjuruhan yang memilukan di dunia sepakbola. Tragedi Kanjuruhan Indonesia menarik simpati dunia mengingat jumlah korban jiwa yang tidak sedikit, yakni mencapai 135 korban jiwa.
Namun kabar terkini diketahui Laporan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan ditolak oleh Penyidik Bareskrim Polri terkait Perlindungan Anak. Ini karena 44 dari 135 korban meninggal dunia terdiri atas perempuan dan anak.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Ahmad Ramadhan membenarkan soal Laporan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan ditolak itu, sebagaimana dikutip dari Antara via Suara.com.
Baca Juga: 5 Resep Kue Kering Khas Lebaran: Ada Putri Salju hingga Kacang!
Dia menyebut, ada lima orang perwakilan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang datang didampingi pengacara dan LBH Kontras dengan tujuan membuat laporan polisi terkait dugaan tindak pidana kekerasan terhadap anak, sebagaimana diatur dalam Pasal 80 UU Perlindungan Anak.
Terkait alasan penolakan ini, ia menyebut, lantaran proses hukum hingga saat ini masih berjalan sehingga belum memiliki kekuatan hukum tetap.
"Karena proses hukum masih berjalan (kasasi) sehingga belum berkekuatan hukum tetap (inkrah)," kata Ramadhan, dikutip Selasa (11/4/2023).
Pada Senin (10/4/2023) kemarin, perwakilan keluarga korban, Muhammad Yahya, yang juga merupakan Staf Hukum Kontras, menyatakan bahwa penanganan kasus Tragedi Kanjuruhan yang telah berakhir di persidangan tidak menerapkan pasal perlindungan anak, namun hanya menggunakan Pasal 359 dan 360 mengenai kealpaan yang mengakibatkan kematian.
"Disini niatnya kami ingin membuat laporan baru mengenai hal tadi, cuma sayangnya setelah berdiskusi panjang lebar dan alot dengan pihak kepolisian, dari SPKT juga itu menolak laporan yang kami ajukan,” katanya.
Baca Juga: 3 Rekomendasi Studio Foto di Sukabumi Lengkap Alamat dan Harganya
Yahya datang ke Bareskrim Polri bersama lima orang perwakilan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang anaknya meninggal dunia. Namun, saat audiensi dengan penyidik, hanya satu keluarga korban yang diizinkan masuk ruang SPKT.
Kedatangan mereka, ia sebut, bermaksud menuntut keadilan atas Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang menewaskan 135 orang, tetapi tidak ada pihak yang bertanggung jawab dihukum atas peristiwa tragis tersebut.
"Alasan laporan kami ditolak karena tidak membawa cukup alat bukti. Sebetulnya itu tidak berlandaskan hukum yang di mana-mana dalam hukum acara pidana pun juga proses pembuktian itu nantinya ada di penyelidikan ditemukan atau tidak,” kata Yahya.
Daniel Siagian dari LBH Pos Malang yang mendampingi keluarga korban menyebut proses penegakan hukum kasus Kanjuruhan masih jauh dari keadilan. Dua orang tersangka divonis bebas dan satu tersangka divonis ringan.
Menurut dia, Bareskrim Polri hendaknya lebih proaktif melakukan pengembangan kasus dalam mengusut tuntas Tragedi Kanjuruhan, tidak hanya melibatkan pasal-pasal yang relatif ringan (Pasal 359 dan 360), melainkan harus mengacu pada akar permasalahan dari tindak pidana yang terjadi 1 Oktober 2022 itu.
"Sudah jelas tanggal 1 Oktober 2022 aparat melakukan kekerasan yang bersifat kekerasan luar biasa dan harusnya Bareskrim Polri menindaklanjuti aparat keamanan. Dalam hal ini personel Brimob yang melakukan penembakan gas air mata ke bagian tribun stadion," ujarnya.
Sementara itu, Kartini (52), ibu salah satu korban Tragedi Kanjuruhan, mengaku masih berat mengikhlaskan kematian putrinya dalam tragedi tersebut dan kecewa dengan keadilan yang diberikan.
Baca Juga: 7 Amalan Sunnah Idul Fitri: Pakai Baju Lebaran dan Makan Sebelum Shalat Ied
Menurut dia, putrinya berangkat ke Stadion Kanjuruhan untuk menonton pertandingan sepak bola karena sangat menyukai sepak bola, namun justru pulang dalam keadaan meninggal dunia.
"Kami tidak ingin ke depannya ada ibu-ibu yang merasakan seperti saya. Harusnya perhatian ini ke depannya jangan terulang lagi," ucap Kartini dengan suara menahan tangis.
Peristiwa Tragedi Kanjuruhan Indonesia
Sebelumnya diberitakan, Tragedi Kanjuruhan Indonesia yang disorot FIFA terjadi di Malang, Jawa Timur Indonesia pada Sabtu, 1 Oktober 2022. Korban dalam tragedi memilukan ini mencapai lebih dari 135 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya mengalami luka ringan dan berat.
Kronologi Tragedi Kanjuruhan Indonesia bermula dari laga pertandingan sepakbola antara Arema Malang dan Persebaya Surabaya. Pertandingan berujung maut ini terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang dan telah mendapatkan simpati dunia internasional.
Aparat kepolisian yang menembakkan gas air mata saat kerusuhan pasca laga pertandingan menjadi penyebab gugurnya para penonton yang memenuhi stadion ini. Insiden maut ini diawali dengan bunyi peluit wasit tanda berakhirnya pertandingan dimana Arema FC dinyatakan kalah.
Polisi melepaskan tembakan gas air mata untuk mengusir oknum suporter yang turun ke lapangan pasca pertandingan usai. Gas air mata juga ditembakan ke podium penonton yang kemudian memicu kepanikan, membuat ribuan orang berdesak-desakan berebuk keluar dari stadion.
Bahkan kekinian juga banyak rumor bahwa Indonesia Batal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 yang semula akan digelar pada 20 Mei hingga 11 Juni 2023. Namun, muncul penolakan akan keikutsertaan Israel di ajang sepakbola bergensi ini.
Meski Presiden RI, Joko Widodo menyatakan menjamin soal keikutsertaan Israel di Piala Dunia U-20, namun hal itu tetap tidak cukup menyakinkan FIFA. Akhirnya FIFA tetap memutuskan Indonesia Batal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20.
Sumber: Suara.com