SUKABUMIUPDATE.com - Kasus dugaan korupsi yang menjerat Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil terus berjalan.
Setelah Muhammad Adul terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) beberapa waktu lalu, kini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan dirinya sebagai tersangka.
Tidak tanggung-tanggung, eks Bupati Meranti itu ditetapkan sebagai tersangka atas tiga dugaan kasus korupsi, yakni korupsi pemotongan anggaran, gratifikasi jasa travel umrah, serta suap pemeriksaan keuangan.
Baca Juga: Bupati Meranti Ditangkap KPK, Dulu Sebut Pemerintah Pusat Hisap Uang Daerahnya
Melansir dari Suara.com, tak hanya Muhammad Adil, dalam kasus tersebut, KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam pernyataan persnya pada Jumat, 7 April 2023 lalu.
"Pada kesempatan ini KPK telah menetapkan tiga orang tersangka yaitu pertama MA Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti periode 2021-2024, kemudian FN, ini kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti sekaligus kepala cabang PT TN, kemudian MFA auditor BPK Perwakilan Provinsi Riau," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Ketiga kasus yang menyeret Muhammad Adil lalu diperinci oleh Juru Bicara KPK, Ali Fikri. Ia mengatakan, kasus pertama yang melibatkan Bupati Meranti itu terkait dengan korupsi pemotongan anggaran.
Baca Juga: Rilis 10 April 2023, Simak Sinopsis Demon Slayer: Kimetsu No Yaiba season 3
Kedua terkait dengan penerimaan gratifikasi dan biro perjalanan ibadah ke Tanah Suci dan terakhir terkait suap untuk pemeriksaan keuangan Kabupaten Meranti pada 2022.
Muhammad Adil Dijerat Pasal Berlapis
Atas ketiga kasus tersebut, Muhammad Adil dijerat oleh pasal berlapis, yakni Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara sebagai pemberi suap. Adil juga dinilai melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Muhammad Adil Terancam Hukuman Penjara Seumur Hidup
Berdasarkan sejumlah pasal yang disangkakan KPK di atas, ancaman hukuman yang dikenakan pada Adil bervariasi. Namun yang paling lama, Bupati Meranti itu terancam pidana penjara seumur hidup.
Adapun rincian ancaman hukumannya adalah sebagai berikut:
Sebagai Penerima Suap
Sebagai penerima suap, Muhammad Adil dijerat dengan Pasal 12 huruf f dan a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pasal tersebut, ancaman hukuman yang dikenakan pada Muhammad Adil adalah penjara paling singkat 4 tahun, paling lama 20 tahun dan juga ancaman penjara seumur hidup.
Tak hanya itu, melalui pasal tersebut, Muhammad Adil juga dikenakan pidana denda paling tinggi Rp1 miliar.
Selain itu, sebagai penerima suap, Adil juga dijerat Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pasal tersebut, ia diancam dengan hukuman penjara paling lama lima tahun dan denda Rp250 juta.
Sebagai Pemberi Suap
Sementara sebagai penerima suap, Muhammad Adil dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut memuat ancaman hukuman paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun, serta denda paling banyak Rp250 juta.
Sebagai pemberi suap, Adil juga dijerat Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut memuat ancaman hukuman paling lama 3 tahun penjara dan pidana denda paling banyak Rp150 juta.
Sumber: Suara.com (Damayanti Kahyangan)