SUKABUMIUPDATE.com - Toa adalah pengeras suara yang biasa digunakan di tempat ibadah umat muslim, masjid. Toa masjid tidak dapat digunakan sembarangan mengingat Kementerian Agama Republik Indonesia telah mengatur hal tersebut.
Aturan penggunaan Toa masjid atau pengeras suara dibuat guna menjaga ketertiban dan keharmonisan antar umat beragama. Ini juga sebagai bentuk toleransi dalam kehidupan bermasyarakat.
Mengutip Website Kemenag RI di laman jateng.kemenag.go.id, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas telah menerbitkan edaran yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Baca Juga: Profil Ade Ary Syam Indradi, Kapolres Metro Jaksel Asal Sukabumi
Menag menuturkan penggunaan pengeras suara (Toa) di masjid dan musala merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar di tengah masyarakat.
Namun demikian, di saat yang bersamaan, masyarakat Indonesia tak hanya terdiri dari agama Islam. Keberagaman ini meliputi agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya, sehingga diperlukan upaya untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial.
“Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat,” ujar Menag Yaqut, dikutip Minggu (26/2/2023).
Menag kemudian menjelaskan surat edaran yang terbit 18 Februari 2022 ditujukan kepada berbagai pihak diantaranya Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, Kepala Kantor Kemenag kabupaten/kota, Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan, Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Dewan Masjid Indonesia, Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam, dan Takmir/Pengurus Masjid dan Musala di seluruh Indonesia.
Selain itu, surat edaran Toa masjid juga sebagai tembusan yang ditujukan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.
“Pedoman ini agar menjadi pedoman dalam penggunaan pengeras suara di masjid dan musala bagi pengelola (takmir) masjid dan musala dan pihak terkait lainnya,” jelasnya.
Baca Juga: 31 Contoh Paribasa Sunda dan Artinya, Salah Satunya Caang Bulan Opat Welas
Ketentuan Surat Edaran Menteri Agama tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala:
Umum
a. Pengeras suara terdiri atas pengeras suara dalam dan luar. Pengeras suara dalam merupakan perangkat pengeras suara yang difungsikan/diarahkan ke dalam ruangan masjid/musala. Sedangkan pengeras suara luar difungsikan/diarahkan ke luar ruangan masjid/musala.
b. Penggunaan pengeras suara pada masjid/musala mempunyai tujuan:
1) Mengingatkan kepada masyarakat melalui pengajian Alquran, selawat atas Nabi, dan suara azan sebagai tanda masuknya waktu salat fardu.
2) Menyampaikan suara muazin kepada jemaah ketika azan, suara imam kepada makmum ketika salat berjemaah, atau suara khatib dan penceramah kepada jemaah.
3) Menyampaikan dakwah kepada masyarakat secara luas baik di dalam maupun di luar masjid/musala.
Pemasangan dan Penggunaan Pengeras Suara atau Toa masjid
a. Pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/musala.
b. Untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya dilakukan pengaturan akustik yang baik.
c. Volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel).
d. Dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim.
Tata Cara Penggunaan Pengeras Suara atau Toa masjid
a. Waktu Salat
1) Subuh
a) Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit.
b) Pelaksanaan salat Subuh, zikir, doa, dan kuliah Subuh menggunakan Pengeras Suara Dalam.
2) Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya
a) Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) menit.
b) Sesudah azan dikumandangkan, yang digunakan Pengeras Suara Dalam.
3) Jum’at
a) Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit.
b) Penyampaian pengumuman mengenai petugas Jum’at, hasil infak sedekah, pelaksanaan Khutbah Jum’at, Salat, zikir, dan doa, menggunakan Pengeras Suara Dalam.
b. Pengumandangan azan menggunakan Pengeras Suara Luar.
Baca Juga: Info Loker Jawa Barat Minimal Lulusan SMA Sederajat, Cek Syaratnya
c. Kegiatan Syiar Ramadan, gema takbir Idul Fitri, Idul Adha, dan Upacara Hari Besar Islam
1) Penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan Pengeras Suara Dalam.
2) Takbir pada tanggal 1 Syawal/10 Zulhijjah di masjid/musala dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan Pengeras Suara Dalam.
3) Pelaksanaan Salat Idul Fitri dan Idul Adha dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar.
4) Takbir Idul Adha di hari Tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijjah dapat dikumandangkan setelah pelaksanaan Salat Rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan Pengeras Suara Dalam.
5) Upacara Peringatan Hari Besar Islam atau pengajian menggunakan Pengeras Suara Dalam, kecuali apabila pengunjung tablig melimpah ke luar arena masjid/musala dapat menggunakan Pengeras Suara Luar.
Suara yang dipancarkan melalui Pengeras Suara perlu diperhatikan kualitas dan kelayakannya, suara yang disiarkan memenuhi persyaratan yaitu bagus atau tidak sumbang serta pelafazan secara baik dan benar.
Pembinaan dan Pengawasan
a. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Surat Edaran ini menjadi tanggung jawab Kementerian Agama secara berjenjang.
b. Kementerian Agama dapat bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Organisasi Kemasyarakatan Islam dalam pembinaan dan pengawasan.
Humas
Sumber: Kemenag RI