SUKABUMIUPDATE.com - Mafia tanah adalah kejahatan pertanahan yang melibatkan kerjasama sekelompok orang untuk memiliki atau menguasai tanah milik orang lain secara tidak sah atau melanggar hukum. Para pelaku biasanya menggunakan cara yang terencana, rapi, dan sistematis.
Kasus Mafia tanah seringkali memicu terjadinya konflik atau sengketa yang acapkali menimbulkan korban nyawa manusia.
Baru-baru ini, Indonesia disebut darurat mafia tanah oleh Komite Indonesia Bebas Mafia atau Kibma.
Baca Juga: Kue Cincin asal Cikiray Kidul Sukabumi, Oleh-oleh Favorit Wisatawan
Mengutip Tempo.co, Ketua Umum Kibma Eros Djarot mengatakan mafia sudah ada di seluruh wilayah Indonesia. Menurutnya, ini sudah sampai ke titik yang mengkhawatirkan.
"Coba sebutin, pasti ada mafia. Ekspor ada mafianya, impor ada mafianya, produksi pangan ada mafianya. Nah, kebetulan yang sedang kita konsentrasikan sekarang tanah karena tanah itu lambang kedaulatan," kata Eros di Jakarta, Minggu 19 Februari 2023.
Dia melanjutkan, bagaimana kalau tanah di republik ini hanya dikuasai oleh 10 orang? Jika begitu, Eros menilai negara ini hanya milik 10 orang tersebut.
Dia pun wanti-wanti, jangan sampai generasi berikutnya tanpa sadar cuma menjadi penumpang di negeri ini karena tanah-tanah sudah dimiliki segelintir orang tersebut.
"Bisa dilihat pengembang-pengembang yang besar-besar. Nah, juga di perkebunan, di pertambangan, kita tahu siapa-siapa saja. Nah, mungkin untuk mempermudah itu ada di Forbes, 25, 20 orang terkaya Indonesia," kata Eros, dikutip Senin (20/2/2023).
Dia pun mengutip Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 yang menyebut 'perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan'.
"Tapi sekarang terbukti tanah-tanah kita ini butuh kesejahteraan segelintir orang itu. Nah, apakah itu harus kita biarkan? Ya janganlah," ujarnya.
Lebih lanjut, Eros mengatakan Kibma akan berusaha membuka kesadaran publik soal isu mafia tanah. Lalu, akan dibuat filling atau kearsipan pertanahan dengan data-data.
"Contohnya itu korban dari si A dengan pengembang logo yang ini, nih sekian. Dengan logo yang ibu sekian. Itu banyak, 8 sampai 10 pengembang dan ribuan yang menjadi korban-korbannya, dan berapa juta tanah yang sudah dimiliki mereka," tutur Eros.
Baca Juga: Gak PD Punya Perut Buncit? Lakukan 5 Cara Ini Untuk Mencegahnya!
Sebelumnya di tahun 2021, mafia tanah pernah dibahas oleh Kapolri. Informasi diketahui dari laman resmi kepriprov.go.id.
Disebutkan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menginstruksikan seluruh jajarannya untuk tidak ragu mengusut tuntas kasus tindak pidana mafia tanah di seluruh Indonesia. Upaya tegas juga ini sejalan dengan instruksi dari Presiden Jokowi.
"Karena masalah mafia tanah menjadi perhatian khusus Bapak Presiden, dan saya diperintahkan Bapak Presiden untuk usut tuntas masalah mafia tanah," kata Sigit dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, dikutip Senin (20/2/2023).
Sebagai aparat penegak hukum, Sigit menyebut, Polisi harus menjalankan tugasnya untuk membela hak yang dimiliki dari masyarakat serta menindak siapapun yang membekingi ataupun aktor intelektual di balik sindikat mafia tanah tersebut.
"Saya minta untuk jajaran tidak perlu ragu proses tuntas, siapapun 'bekingnya'," ucap Sigit.
Lebih lanjut, terkait Kasus Mafia Tanah, pada tahun 2020, Bareskrim Polri melalui Satgas Mafia Tanah, tercatat melakukan proses penyidikan sebanyak 37 perkara. Sementara itu delapan dalam proses penyelidikan.
Dari penyidikan itu, 12 diantaranya sudah dilakukan pelimpahan tahap II, enam perkara dinyatakan lengkap atau P21 dan 4 diantaranya proses P19 serta tiga kasus SP3.
Kemudian, Polda Metro Jaya menangkap 1 sindikat mafia tanah. Komplotan tersebut bekerja dengan memalsukan akta tanah dan membuat e-KTP ilegal. Atas kejahatannya korban mengalami kerugian ratusan miliar.
Baca Juga: Kenapa Namanya Sukabumi? Sebelum Like Earth Kekinian, Ini Cerita Historis Kota Mochi!
Untuk diketahui, ada berbagai modus mafia tanah ini untuk mendapatkan lahan secara ilegal.
Dikutip dari siplawfirm.id, modus mafia tana tersebut diantaranya menggunakan surat hak-hak tanah yang dipalsukan, pemalsuan atau hilangnya warkah tanah, pemberian keterangan palsu, pemalsuan surat, jual beli fiktif, penipuan atau penggelapan, sewa menyewa, menggugat kepemilikan tanah, menguasai tanah dengan cara ilegal, KKN dengan aparat atau pejabat terkait, hingga merekayasa perkara di pengadilan.
Sumber: Tempo.co | kepriprov.go.id | siplawfirm.id