SUKABUMIUPDATE.com - Ferdy Sambo, Eks Kadiv Propam Polri divonis hukuman mati pada Senin (13/2/2023) dalam sidang agenda pembacaan putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Vonis mati terhadap Ferdy Sambo ini dijatuhkan hakim terkait dengan kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Hukuman pidana mati di Indonesia mulanya diatur dalam Pasal 11 jo Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Lalu diubah dan dijabarkan kembali dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2/PNPS/1964.
Berdasarkan Pasal 10 KUHP, hukuman mati ini masuk dalam salah satu kategori pidana pokok. UU juga menyebut hukuman mati merupakan pidana atau vonis yang dijatuhkan pengadilan atau tanpa pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat bagi seseorang akibat perbuatannya, yaitu dengan menembak mati.
Baca Juga: Polemik Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo Singgung HAM, Ini Kriteria Kejahatan Menurut UU
Untuk kasus Ferdy Sambo, ia didakwa melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338 KUHP tentang tindak pidana kejahatan jiwa juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Namun kemudian Hukuman Mati yang dijatuhkan kepada Ferdy Sambo justru menjadi sorotan publik. Pasalnya, di Indonesia sendiri penerapan hukuman mati baru diterapkan pada beberapa kasus yang memang cukup berat.
Menilik Asal Usul Hukuman Pidana Mati
Melansir Death Penalty Info via Suara.com, hukuman mati pertama kali berasal pada abad ke-18 SM. Hukuman mati ini diterapkan pada Raja Hammurabi dari Babilonia. Raja Hammurabi sendiri disebutkan melakukan hukuman mati pada 25 jenis kejahatan yang berbeda.
Selain itu, hukuman mati juga diterapkan pada abad ke-14 SM oleh Kode Het. Sementara pada abad ke-7, Draconian Athena menerapkan hukuman mati sebagai satu-satunya cara untuk menghukum para penjahat.
Dalam hukum Romawi, di abad ke-5, penerapan hukuman mati dilakukan dengan beberapa cara, baik penyaliban, penenggelaman, pemukulan sampai mati, pembakaran hidup-hidup, hingga penyulaan.
Tidak hanya itu, ketika memasuki abad-10, di Inggris hukuman mati gantung menjadi metode eksekusi yang paling sering diterapkan. Lebih parahnya, pada masa Raja Henry VIII, dikatakan sekitar 72.000 orang dieksekusi dengan berbagai metode.
Setelah itu, hukuman mati juga diterapkan di beberapa negara, salah satunya Amerika Serikat saat menghukum Kapten George Kendall di Virginia untuk pertama kalinya pada 1608.
Sejarah Hukuman Mati di Indonesia
Mengutip Institute For Criminal Justice Reform, di Indonesia sendiri, terdapat terdapat dua belas (12) undang-undang yang masih mencantumkan hukuman mati sebagai salah satu bentuk pidana.
Baca Juga: Tampil Lebih PD Tanpa Perut Buncit, Ini 4 Tips untuk Mengecilkan Lemak Tubuh
Di Indonesia, setidaknya terdapat dua belas (12) undang-undang yang masih mencantumkan hukuman mati sebagai salah satu bentuk pidana.
Hukuman mati ini, meneruskan eksekusi yang dilakukan pada penjajahan Belanda dulu. Namun, Belanda sendiri dikatakan telah menghapuskan hukuman mati sejak 1870. Berikut beberapa sejarah singkat hukuman mati di Indonesia:
1. Hukuman mati pertama di Indonesia terjadi pada pemerintahan Daendels 1808. Hukuman mati diberikan kepada mereka yang menentang penjajahan serta mempertahankan Jawa dari serangan Inggris.
2. Hukuman mati kedua terjadi pada saat berlakunya Wetboek van Strafrecht voor Inlanders (Indonesiaers) 1 Januari 1873 dan Wetboek van Strafrecht voor Indonesie (WvSI) 1 Januari 1918. Meski sudah dihapus di Belanda, hukuman mati diterapkan pada pribumi yang melawan, berbohong, serta berperilaku buruk.
3. Pada kemerdekaan, hukuman mati ditera[kan untuk mempertahankan negara, yaitu pada 1945-1949.
4. Pada masa demokrasi liberal tahun 1951, hukuman mati dipertahankan untuk menghalau pemberontakan yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Pada masa ini, diterapkan UU Darurat No.12 Tahun 1951 mengenai senjata api, amunisi, hingga bahan peledak.
5. Di masa Demokrasi Terpimpin, 1956-1966, Presiden Soekarno mengeluarkan UU Darurat tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana ekonomi (LN 1955 Nr 27). Undang-undang ini diperkuat dengan Penetapan Presiden No. 5 tahun 1959 dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 21 tahun 1959 dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Hukuman tersebut dilakukan karena kondisi ekonomi yang menurun serta banyaknya pejabat yang menimbun barang serta korupsi.
6. Pada masa orde baru (1966-1998), pencantuman hukuman mati digunakan sebagai upaya untuk mencapai stabilitas politik untuk mengamankan agenda pembangunan. Pada masa ini beberapa kejahatan salah satunya kejahatan narkotika dianggap sebagai upaya subversif.
7. Pada masa reformasi (1998-sekarang), hukuman mati diberikan tergantung motif dari kasus yang dialami. Hal ini karena hukuman mati diberikan untuk efektivitas yang lebih tinggi dari ancaman hukuman lainnya.
Seperti diketahui, Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo dijatuhkan setelah melalui pertimbangan panjang dan keterangan para saksi. Alasannya, karena terdakwa telah melakukan pembunuhan terhadap ajudannya sendiri yang telah mengabdi selama tiga tahun, terdakwa mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga korban, serta terdakwa menyebabkan kegaduhan di masyarakat.
"Perbuatan terdakwa tidak pantas dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum dalam hal ini Kadiv Propam, Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata Indonesia dan dunia, perbuatan terdakwa menyebabkan anggota Polri lainnya terlibat, Terdakwa berbelit-belit, tidak mengakui perbuatannya." dikutip Selasa (14/2/2023).
Sumber: Suara.com