SUKABUMIUPDATE.com - Edward Aspinall, profesor politik dari Australian National University menilai demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran. Salah satu indikasinya, menurut dia, adalah kebebasan sipil yang mulai digerogoti sejak 8-10 tahun belakangan.
“Itu agak mengkhawatirkan. Ini [demokrasi di Indonesia] akan ada kemunduran dan ada fase baru,” ujarnya dalam diskusi publik bertajuk 'Demokrasi di Bawah Ancaman Disinformasi Jelang Pemilu' yang diselenggarakan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) pada Jumat (10/2/2023) di Institut Kebudayaan Jerman, Goethe Institute, Jakarta.
Ia menambahkan bahwa hoaks turut punya andil melemahkan demokrasi lantaran berperan dalam mempersiapkan masyarakat menerima regresi terhadap demokrasi. “Karena [hoaks] mampu melakukan delegimitasi pemerintah maupun pihak oposisi,” terangnya.
Baca Juga: 13 Fakta Goa Kutamaneuh Sukabumi, Peristirahatan Prabu Siliwangi Sampai Johny Indo
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menilai bahwa demokrasi di Indonesia alami kemunduran cukup jauh meski tidak sedrastis kudeta militer di Thailand, Myanmar, dan Turki.
“Saya pikir ini cukup berbahaya. Ruang protes kita semakin menyusut,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa saat ini oposisi politik di Indonesia mengalami pelemahan. Hal tersebut tampak dari tidak adanya kontrol dan partisipasi masyarakat dalam proses legislasi.
Baca Juga: Rugikan Negara Puluhan Milyar, Kronologi Kejaksaan Tahan Kadinsos Sukabumi
“Pemerintah berjalan tanpa kontrol. Ini menyebabkan demokrasi mengalami kematian karena ada interupsi politik,” ungkap Usman.
Sementara itu, Pemimpin Redaksi Jaring.id, Fransisca Ria Susanti, menyoroti penggunaan hoaks oleh pemerintah untuk mengontrol masyarakat. Menurutnya, pelabelan hoaks bisa dijadikan alat untuk membungkam kelompok masyarakat sipil yang kritis terhadap pemerintah. Hal itu semakin mempersempit ruang demokrasi masyarakat yang saat ini berada dalam pengawasan teknologis.
“Kalau negara melakukan pengawasan, maka demokrasi sulit diperoleh,” katanya.
Baca Juga: Beli Rumah hingga Warung, Kata Warga Sukabumi yang Mengalah Demi Tol Bocimi
Santi menambahkan bahwa kontrol juga sudah menjalar ke media massa. Banyak jurnalis yang akhirnya melakukan swasensor lantaran media tempatnya bekerja punya afiliasi politik, baik secara langsung maupun tidak.
Swasensor tak hanya terjadi pada jurnalis. Pegiat literasi digital, Kalis mardiasih, mengaku bahwa dirinya mulai membatasi diri melontar kritik di Twitter setelah Ravio Patra dan Ananda Badadu ditangkap.
Meski demikian, ia bersyukur lantaran masih banyak inisiatif baik untuk menangkal hoaks dan pembungkaman demokrasi. Banyak komika, contohnya, mulai bersuara di sosial media ketika serangan terhadap aktivis sedang marak-maraknya.
Baca Juga: Selain Pawai Barongsai, Ada Bazar Cap Go Meh Kota Sukabumi 9-11 Februari
Diskusi publik bertajuk 'Demokrasi di Bawah Ancaman Disinformasi Jelang Pemilu' merupakan salah satu sesi dalam rangkaian acara yang digelar oleh PPMN. Acara ini merupakan bagian dari program Democratic Resilience yang didukung The Asia Foundation dan Australia Government.
Direktur Eksekutif PPMN, Eni Mulia menyampaikan bahwa program ini berangkat dari adanya disrupsi digital yang membuat hoaks semakin sulit diatasi.
”Apalagi menjelang pemilu 2024, disinformasi akan terus terjadi. Kami ingin merebut kembali ruang publik agar bermanfaat dan berguna untuk masyarakat. Tujuannya membuat kita berdaya dan melawan masalah disinformasi ini, ” ujarnya.
Baca Juga: Perut Buncit Bikin Gak PD? Ini 5 Cara Mencegahnya, Yuk Coba Terapkan!
Sementara itu, Direktur The Asian Foundtaion, Hanna Satrio menyampaikan bahwa hoaks mempersulit masyarakat sipil untuk mencerna informasi dengan baik. Akibatnya, akses informasi yang layak sulit diperoleh.
“Oleh sebab itu ke depannya, kita bersama-sama membangun Indonesia bebas hoaks. Kita tidak ingin ruang sipil menyempit. Ini usaha kita menjaga resiliensi demokrasi,” ujarnya.
Selain diskusi publik, acara ini juga diisi dengan pameran bertajuk 'Warga Melawan Hoaks' yang menampilkan 15 karya jurnalis warga asal Jakarta, Yogyakarta, Maluku, Aceh; Adapun seluruhkarya dipublikasi di microsite wargalawanhoaks.ppmn.or.id.
Selain itu ada juga lokakarya cek fakta yang diampu jurnalis Kompas.com, Heru Margianto; monolog bertemakan Kabar Burun (k) (ng) oleh Inayah Wahid; dan penampilan musik dari Ikhsan Skuter.