SUKABUMIUPDATE.com - Merokok, salah satu aktivitas yang cukup digandrungi kaum adam (baca: laki-laki) meskipun ada juga wanita yang mengkonsumsinya. Tak terbatas usia, rokok juga kerap dihisap oleh orang dewasa hingga anak-anak.
Nyebat adalah istilah lain yang biasa digunakan oleh para perokok. Ya, tak lain untuk menunjukkan aktivitas merokok yang sedang dilakukan. Perokok bilang nyebat bikin candu gak karuan.
Tak hanya opini belaka, di Sukabumi saja misalnya, fakta membeberkan angka konsumsi rokok yang tinggi pada penduduk usia 15 tahun ke atas. Fakta terekam secara angka kuantitatif dalam Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi.
Data BPS menyebut, anak-anak SMP di Kabupaten Sukabumi rata-rata menghisap sebanyak 80 batang rokok per minggu. Bukan angka yang sedikit bukan?
Baca Juga: Data Bicara: Rata-Rata Anak SMP di Sukabumi Hisap 80 Batang Rokok per Minggu
Lebih lanjut, dalam skala nasional disebutkan jumlah perokok masyarakat Indonesia terbilang sangat tinggi dengan perkiraan sebanyak 65 juta penduduk RI gemar nyebat setiap harinya, kondisi ini tentu harus menjadi perhatian serius oleh pemerintah, seperti dikutip via suara.com.
Candu nyebat maksudnya adalah perilaku merokok yang kerap dilakukan setiap hari, tak pernah absen. Sederhananya, seseorang cenderung secara terus menerus mengkonsumsi produk tembakau ini.
Peneliti dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Amaliya mengatakan Indonesia perlu mencontoh negara Amerika Serikat, Inggris dan Italia untuk mengurangi jumlah perokok. Dia bilang negara-negara tersebut berhasil mengurangi jumlah perokok.
"Inggris mendukung penggunaan produk tembakau alternatif sebagai upaya untuk menekan prevalensi merokok dan menjadikan produk-produk tersebut sebagai opsi bagi perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaannya," kata Amaliya dikutip Rabu (25/1/2023).
Baca Juga: Data BPS Mencatat Konsumsi Rokok di Sukabumi Lebih Tinggi dari Beras
Berdasarkan hasil kajian ilmiah yang dilakukan Public Health England, divisi dalam Departemen Kesehatan dan Pelayanan Sosial di Inggris, pada tahun 2018 yang berjudul “Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products 2018”.
Dirinya mengatakan bahwa rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan menerapkan sistem pemanasan, bukan pembakaran seperti rokok pada penggunaannya, sehingga dapat mengurangi risiko hingga 90-95 persen lebih rendah daripada rokok.
Menurut Amaliya, Pemerintah Indonesia seharusnya melakukan langkah serupa demi menurunkan angka perokok yang tinggi sekaligus meningkatkan perbaikan kualitas kesehatan publik di negara ini.
“Produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan dapat menjadi solusi komplementer yang sejalan dengan berbagai program dan upaya yang telah dilaksanakan oleh pemerintah," katanya.
Baca Juga: Analisis Larangan Jual Rokok Batangan, Cegah Narkotika Tembakau Gorilla?
Salah satu bukti efektivitas rokok elektrik dalam membantu perokok dewasa beralih dari kebiasaannya juga diungkapkan dalam laporan Cochrane Review yang dipublikasikan pada November 2022 lalu.
Laporan tersebut merangkum hasil riset dari Amerika Serikat (34 studi), Inggris (16 studi), dan Italia (8 studi). Hasil dari laporan tersebut menunjukkan bahwa perokok berpotensi besar untuk beralih dari kebiasaannya setelah menggunakan rokok elektrik selama enam bulan dibandingkan menggunakan terapi pengganti nikotin.
Secara lebih detailnya, dari 100 orang yang menggunakan rokok elektrik, terdapat 9 hingga 14 perokok memiliki peluang untuk berhasil beralih dari kebiasaan merokok.
Sementara itu, dari 100 orang yang menggunakan terapi pengganti nikotin, hanya 6 perokok yang berpotensi sukses untuk beralih dari kebiasaannya.
Sumber: Suara.com