SUKABUMIUPDATE.com - Minyak menjadi salah satu kebutuhan primer bagi seluruh masyarakat di Dunia, tak terkecuali Indonesia.
Harga Minyak Dunia diprediksi mengalami penguatan usai transisi kebijakan COVID-19 di China.
Namun itu hanya salah satu saja, karena ada hal lain yang jadi sentimen soal Harga Minyak Dunia ini.
Baca Juga: BBM Jenis Solar Dibatasi Mulai 1 Februari 2023, Kendaraan Wajib Pakai Biodiesel B35?
Mengutip Tempo.co, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan harga minyak dunia menguat di rentang 78,55 hingga 81,50 per dolar AS per barel dalam perdagangan hari kemarin, Rabu, 18 Januari 2023.
Sebelumnya dalam perdagangan pasar Eropa hari Selasa (17/1/2023), harga minyak dunia berada di level 80,15 per dolar AS per barel.
Baca Juga: Bukan BBM! Mulai 1 Februari 2023, Bahan Bakar Nabati Sawit Resmi Digunakan
Menurut Ibrahim, harga minyak menguat setelah Cina membukukan peningkatan 3 persen Produk Domestik Bruto (PDB) mereka pada 2022. Capaian itu meleset dari target resmi sekitar 5,5 persen dan menjadi kinerja terburuk kedua setelah 1976.
“Seperti yang disampaikan analis dan komisaris PT Orbi Trade Berjangka Vandy Cahyadi, rendahnya PDB Cina akibat transisi kebijakan penanganan Covid-19 telah mendorong penguatan terbaru harga minyak. Apalagi di AS saat ini pasar libur untuk Hari Martin Luther King,” kata Ibrahim dalam keterangannya.
Tak hanya catatan capaian PDB Cina yang rendah, harga minyak dunia menguat seiring permintaan yang meningkat untuk bahan bakar transportasi menjelang Tahun Baru Imlek pada hari Minggu mendatang.
Baca Juga: Wisata Curug di Sukabumi, Cikaso Jadi Tempat Bersemayam Prabu Siliwangi?
Di luar Cina, faktor pendorong penguatan harga minyak lainnya adalah mengenai permintaan minyak di tengah kekhawatiran akan bayang-bayang resesi, yang dilaporkan OPEC.
Adapun dalam sebuah survei yang dirilis pada Forum Ekonomi Dunia di Davos, Ibrahim melanjutkan, dua pertiga ekonom sektor swasta dan publik memperkirakan resesi global sangat mungkin terjadi tahun ini.
“Selain itu, penguatan dolar dari posisi terendah tujuh bulan juga menekan harga minyak, sehingga membuat minyak yang dihargaan dalam dolar menjadi lebih mahal bagi pembeli yang memegang mata uang lainnya,” ujar Ibrahim.
Sumber : Tempo.co