SUKABUMIUPDATE.com - Baru-baru ini, kuota haji dan umrah dikabarkan mencapai 221 ribu orang serta tanpa adanya batasan usia.
Jelang ibadah haji dan umrah tahun 2023 ini calon jemaah wajib memahami persyaratan terbaru yang ditetapkan Kementerian Agama RI.
Salah satunya tentang Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 1456 Tahun 2022 tentang Persyaratan Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Penyelenggaraan Umrah dan Haji Khusus menuai banyak kritik.
Melansir laman Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) di situs himpuh.or.id, KMA 1456/2022 tersebut dinilai diskriminatif dan mempersulit calon jemaah untuk menunaikan impian mereka, melaksanakan ibadah ke Tanah Suci.
Oleh karenanya, Nur Arifin selaku Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus pada Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) segera memberikan respon atas kritik-kritik tersebut.
Baca Juga: Tak Ada Pembatasan Usia, Kuota Haji 2023 Indonesia Sebanyak 221 Ribu Jemaah
Arifin memahami jika aturan yang dikeluarkan dirasa sulit diterima oleh calon jemaah maupun para pelaku Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Akan tetapi Kemenag wajib menjalankannya mengingat dasar pelaksanaan mengacu pada Instruksi Presiden [Inpres Nomor 1/2022].
"Persyaratan tambahan bagi calon jemaah umrah dan haji khusus agar menjadi peserta aktif BPJS Kesehatan adalah dalam rangka mensukseskan Program JKN. Manfaatnya adalah apabila jamaah sakit, maka kesehatannya bisa dijamin oleh BPJS Kesehatan," terang Nur Arifin, Senin (9/1/2023).
"Berbagai layanan masyarakat lainnya juga mempersyaratkan kepesertaan BPJS Kesehatan [sesuai Inpres No 1/2022 tidak hanya Kementerian Agama yang mendapatkan tugas pelaksanaan]. Maka kami mengajak semua pihak, khususnya calon jemaah maupun para pelaku PPIU dan PIHK untuk memahami kebijakan ini serta menaatinya," tukas Nur Arifin.
Nur Arifin turut menegaskan, bahwa Kemenag tidak pernah memiliki niat sedikitpun untuk menyulitkan kegiatan umrah dan haji khusus. Justru sebaliknya, Kemenag berupaya untuk mewujudkan kemudahan dalam penyelenggaraan umrah dan haji khusus.
Baca Juga: 3 Cara Cek Keberangkatan Haji Secara Online, Simak Informasinya di Sini
Contohnya pada tahun 2020 ketika era pandemi, berkat diplomasi Kemenag, Indonesia akhirnya diizinkan menunaikan umrah dengan syarat mampu menunjukkan dokumen resmi negatif Covid-19.
"Tapi Februari 2021 ada kasus sebanyak 125 jemaah umrah menunjukkan dokumen palsu. Dinyatakan negatif Covid-19 tapi ternyata positif, dan memakai dokumen bodong, tanpa ada proses pemeriksaan. Kemudian Arab Saudi kecewa dan umrah ditutup lagi," jelas Nur Arifin, dikutip Kamis (12/1/2023).
Kemudian PPIU meminta Kemenag untuk kembali melakukan diplomasi kepada Saudi. Aspirasi tersebut dijalankan berkali-kali, namun pihak Arab Saudi sudah terlanjur kecewa lantaran dibohongi.
"Akhirnya Saudi menetapkan 3 RS yang ditunjuk untuk memeriksa negatif Covid-19. Kita turuti dan kita buat kebijakan umrah satu pintu melalui Asrama Haji Pondok Gede. Alhamdulillah mulai 23 Desember 2021 ada pemberangkatan Tim Advance. Dan mulai 8 Januari 2022 hingga saat ini, umrah dari Indonesia diperbolehkan," papar Nur Arifin.
Baca Juga: Rekrutmen Petugas Haji 2023 Resmi Dibuka, Simak Syarat dan Cara Daftarnya di Sini
"Yang jelas kami Kemenag terus berjuang untuk PPIU dan PIHK, yang tentunya berdampak langsung terhadap jemaah umrah dan haji Indonesia. Perbedaan boleh saja, tapi itu harus untuk saling menguatkan. Jangan malah saling melemahkan," pungkas Nur Arifin.
Sementara itu, asosiasi Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) berharap agar seluruh komponen pelaksana Inpres dan KMA tersebut dapat memastikan implementasinya berjalan baik di lapangan, dan tidak memberatkan jemaah, apalagi bila sampai menghambat serta menggagalkan keberangkatan.
Himpuh juga berharap sinergitas yang baik antar pelaku usaha dan regulator sehingga terjalin komunikasi konstruktif.
Suara para jemaah dan para pelaku usaha perlu didengar, agar lahir sebuah keputusan terbaik.
Sumber : himpuh.or.id