SUKABUMIUPDATE.com - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS drh Slamet mengkritisi dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, khususnya terkait alasan kekhawatiran akan kenaikan harga pangan global yang mengancam perekonomian nasional.
Menurut Slamet, jika pemerintah khawatir akan pergolakan harga pangan global, seharusnya tercermin dari penyesuaian UU Cipta Kerja dalam Perpu yang dikeluarkan.
"Dari pengecekan kami terkait isi Perpu, pemerintah tetap mempertahankan apa yang diubah dalam UU Cipta Kerja. Di situ menyebutkan terkait kebijakan impor pangan sebagai sumber utama penyediaan pangan nasional. Ini jelas sangat berbahaya mengingat ketergantungan akan impor akan menjadi persoalan serius ke depannya," ujar Slamet di Jakarta, Jumat (6/1/2023).
Politisi senior PKS asal Sukabumi ini menyebut angka impor pangan masih tinggi.
"Jika melihat data impor pangan selama pemerintahan Presiden Jokowi, misalnya impor gandum dalam lima tahun terakhir rata-rata 10 juta ton per tahun. Gandum ini bukan sekadar bahan untuk pangan, namun juga saat ini sudah menjadi bahan campuran pakan ternak."
Baca Juga: Impor Pangan, Drh Slamet: Kado Pahit Jokowi Akhir Tahun 2022
Angka impor gandum tinggi, di sisi lain pengembangan sorgum sebagai substitusi ketergantungan gandum belum berkembang dengan baik. Begitu juga ketergantungan pasokan kedelai impor dan gula impor yang saat ini belum ditemukan solusinya.
"Jika pemerintah khawatir pemenuhan pangan, harusnya Perpu ini menguatkan kedaulatan pangan dengan mendorong penguatan produksi pangan dalam negeri dengan mengembalikan pasal-pasal tentang pangan yang sudah diobrak-abrik oleh UU Cipta Kerja," kata Slamet.
Slamet berharap pemerintah mendengarkan masukan dari masyarakat terkait keberadaan Perpu tersebut. "Kita tidak ingin pemerintah jalan sendiri dan mengabaikan hak-hak masyarakat dalam pembentukan peraturan perundangan yang ada," ujarnya.
Sumber: Siaran Pers