SUKABUMIUPDATE.com - Pembiayaan pasien COVID-19 sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia adalah ditanggung penuh oleh Negara (baca: Gratis).
Tepatnya, tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/104/2020 tentang Penetapan Infeksi Novel Coronavirus (Infeksi 2019-nCoV) sebagai Penyakit yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya.
Namun, pasca Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) resmi dicabut oleh Presiden Jokowi pada Jumat (30/12/2022), pembiayaan kini dialihkan ke sistem INA-CBGs.
Dilansir dari Tempo.co, hal tersebut diungkap oleh direktur utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti bahwa pembiayaan perawatan Covid-19 selanjutnya akan mengacu pada paket Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs).
Baca Juga: PPKM Dihentikan, Masker dan PeduliLindungi Kini Hanya Anjuran
Seiring penyebaran virus Covid-19 yang semakin melandai, statusnya pun berubah dari pandemi menuju ke endemi. Hal tersebut pun membuat BPJS Kesehatan berkewajiban menanggung klaim pasien Covid-19.
Sistem Pembiayaan Pasien COVID-19 Mengacu INA-CBGs
Perhitungan biaya perawatan pasien Covid-19 saat statusnya endemi mengacu kepada Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs).
Mekanismenya pun akan sesuai dengan proses klaim BPJS Kesehatan pada umumnya. Hal ini berarti penanggung biaya bergantung pada jenis jaminan kesehatan yang dimiliki pasien.
Metode pembayaran prospektif dikenal dengan Casemix (case based payment) dan sudah diterapkan sejak Tahun 2008 sebagai metode pembayaran pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
Baca Juga: Presiden Jokowi Stop Kebijakan PPKM, Indonesia Akhiri Pandemi Covid-19?
Sistem casemix adalah pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang mirip/sama dan penggunaan sumber daya/biaya perawatan yang mirip/sama, pengelompokan dilakukan dengan menggunakan software grouper.
Sistem casemix pertama kali dikembangkan di Indonesia pada 2006 dengan nama INA-DRG (Indonesia- Diagnosis Related Group).
Pada 31 September 2010 dilakukan perubahan nomenklatur dari INA-DRG (Indonesia Diagnosis Related Group) menjadi INA-CBG (Indonesia Case Based Group).
Dilansir bprs.kemkes.go.id via Tempo.co, Tarif INA-CBG’s adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit.
Baca Juga: RSUD Syamsudin SH Sukabumi Launching MRI, Apakah Biaya Ditanggung BPJS?
Sistem tarif INA CBGs termasuk metode pembayaran prospektif, yaitu tarif pelayanan kesehatan telah ditetapkan sebelum pelayanan kesehatan diberikan kepada pasien.
Dengan sistem ini, pasien Covid-19 memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhannya tanpa ada pengurangan kualitas.
INA CBGs adalah tarif paket pelayanan kesehatan yang mencakup seluruh komponen biaya RS, mulai dari pelayanan non-medis hingga tindakan medis.
Sebelumnya diketahui, Pemberhentian kebijakan PPKM atau Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat, terkait pandemi covid-19 resmi diumumkan Presiden Jokowi (Joko Widodo) pada Jumat, (30/12/2022).
PPKM sendiri pertama kali diberlakukan di Indonesia pada 11 Januari hingga 25 Januari 2021, menurut data sukabumiupdate.com.
Jokowi menyebut kebijakan pencabutan Kebijakan PPKM diambil karena semua indikator sudah dibawah standar WHO. Ditambah dengan seluruh kabupaten kota tetap berstatus PPKM level 1.
Baca Juga: BPJS Khusus Orang Kaya Heboh, Simak Penjelasan dan Tarif Iuran Terbaru
Selain itu, alasan kebijakan ini diambil yaitu setelah pemerintah melakukan kajian dan pertimbangan selama 10 bulan lamanya.
Meski demikian pemerintah tetap menganjurkan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan meski sifatnya anjuran, tidak lagi wajib.
Anjuran ini tertuang dalam Diktum Kedua Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2022.
Namun perlu digaris bawahi, bahwa mengacu pada Inmendagri Nomor 53 Tahun 2022, Pemberhentian PPKM di Indonesia bukan lah pernyataan pandemi Covid-19 telah selesai.
Mengingat keputusan pandemi telah usai hanya dinyatakan oleh Badan Kesehatan Dunia (baca: WHHO).
SUMBER: TEMPO.CO/NAOMY A. NUGRAHENI