SUKABUMIUPDATE.com - Di sela-sela aktivitas reses, Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS drh Slamet memberikan catatannya terkait dengan ketahanan pangan nasional, Jumat (30/12/2022). Menurutnya, catatan ini merupakan pengingat pencapaian pemerintah pada tahun ini yang masih perlu untuk ditingkatkan.
1. Food Estate
Pertama terkait food estate yang merupakan salah satu program strategis nasional Presiden Joko Widodo yang termaktub dalam Perpres Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Menurut Slamet, proyek food estate lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya. Hal ini terlihat dari besarnya tanggapan masyarakat, bahwa proyek ini hanya buang-buang anggaran karena sudah terbukti merusak lingkungan.
"Proyek food estate lebih banyak masalahnya ketimbang manfaatnya, kondisi hutan sudah dibabat habis namun tanaman untuk food estate justru tak kunjung mendapatkan hasil yang memuaskan," kata Slamet di Jakarta, Jumat.
Baca Juga: Drh Slamet: Food Estate Terindikasi Gagal dan Lemahkan Ketahanan Pangan Nasional
Proyek food estate di beberapa daerah mendapat banyak kritik dari elemen masyarakat misalnya Walhi, Greenpeace, litbang kompas, yang menyebutkan proyek tersebut telah mendorong kerusakan lingkungan yang cukup luas khususnya di Kalimantan.
Selain itu ancaman perubahan sosial dan pangan tradisional akan semakin terancam dengan adanya proyek food estate ini.
2. Tata Kelola Beras
Kedua terkait tata kelola beras nasional. Presiden Jokowi mengeklaim selama tiga tahun terakhir tidak ada impor beras yang berbuntut pada penghargan International Rice Research Institute atas kinerja pemerintah menjaga kecukupan pangan beras nasional.
Namun menurut Slamet sebenarnya Indonesia tidak pernah setop impor beras. Tercatat tahun 2019 Bulog mengimpor 444508,8 ribu ton, 2020 356286,2 ton, dan tahun 2021 407741,4, serta tahun ini 500 ribu ton sudah diimpor secara bertahap oleh Perum Bulog.
Impor beras ini lebih kepada kesalahan tata kelola beras, mulai dari persolan data beras yang tidak sama antara Bulog dengan Kementerian Pertanian begitupula dengan rendahnya serapan Perum bulog saat terjadi panen raya hal ini menyebabkan Bulog kewalahan mengatur stok Cadangan Beras pemerintah atau CBP.
Baca Juga: Serap Beras Petani Rendah, Drh Slamet Tolak Indonesia Impor 600 Ribu Ton Beras
Ketiga terkait masih tingginya impor bahan pangan strategis seperti gula, garam dan beberapa komoditas lain. Impor gula Indonesia tahun 2021 mecapai 5,46 juta ton dan tahun 2022 pada bulan Oktober saja sudah mencapai 4,6 juta ton.
Melihat fenomena impor pangan saat ini, sebenarnya Indonesia sangat rentan dijajah pada sector pangan, gandum Indonesia adalah net importir dengan total 10 juta ton pertahun begitupun juga kedelai 70 persen merupakan kedelai impor, garam, gula dan masih banyak lagi sector pangan strategies yang sangat tergantung pada impor.
"Sebagai kado akhir tahun bisa saya katakan cita-cita pemerintah akan ketahanan pangan masih jauh dari harapan," tegas slamet.
Mengutip dari CNBC dan BPS, Indonesia juga mengimpor beberapa komoditas rempah-rempah seperti cengkeh sebesar 21.604 ton senilai US$ 189 juta atau Rp 2,9 triliun, termasuk juga lada yang didatangkan dari Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Australia yang nilai impornya mencapai US$ 2,5 juta atau setara Rp 39,5 miliar dengan volume impor 401,971 ton.
Sumber: Siaran Pers