SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan baru-baru ini berpendapat operasi tangkap tangan atau OTT bukan cara yang baik untuk melawan korupsi.
“OTT itu tidak bagus sebenarnya buat negeri ini. Jelek banget, gitu,” kata Luhut pada Selasa, 20 Desember 2022, dalam acara Peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi 2023-2024 di Jakarta.
Pernyataan Luhut yang menyudutkan metode Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK untuk mengungkap pelaku tindak pidana korupsi itu bukan kali pertama. Dia juga pernah menyentil soal OTT yang menurutnya tak membuat efek jera.
“Maaf kalau saya bicara terbuka. OTT pun buahnya tidak buat orang jadi kapok. Tidak juga,” kata Luhut pada 13 April 2021.
Baca Juga: Mencerna Ucapan Menteri Luhut Soal KPK Jangan Hobi OTT, Sebut Hidup di Surga Saja
Pernyataan Luhut soal OTT baru-baru ini mendapat banyak respons dari sejumlah pihak. Berikut sejumlah tanggapan dari berbagai kalangan yang dikutip dari tempo.co:
1. Mantan penyidik senior KPK, Mochamad Praswad Nugraha: Luhut tak paham esensi OTT
Eks penyidik senior KPK, Mochamad Praswad Nugraha, menilai Luhut tidak memahami esensi dari OTT.
Dia menjelaskan, OTT sejatinya merupakan bentuk tindak lanjut dari mekanisme penindakan whistleblowing system. Gampangnya, OTT adalah upaya nyata KPK menindak terduga korupsi setelah mendapatkan informasi dari masyarakat atau pihak tertentu.
“Sekarang bayangkan kalau OTT itu tidak ada. Bukan tidak mungkin keseluruhan laporan whistleblower (pelapor) tidak pernah ada tindak lanjutnya,” kata Praswad pada Rabu, 21 Desember 2022.
2. Eks penyidik KPK Lakso Anindito: OTT sebagai inovasi penegakan hukum pidana
Mantan penyidik KPK dan Sekretaris Jenderal IM57+, Lakso Anindito, sependapat dengan Praswad. Dia menilai OTT merupakan inovasi penting dalam penegakan hukum pidana.
Lakso menjelaskan, ada dua esensi utama diadakannya OTT. Pertama, membuat pejabat negara takut melakukan korupsi. Kedua, sebagai pintu pembuka pengungkapan kasus korupsi.
Lakso mengatakan, proses OTT yang dilakukan KPK bukanlah perihal sederhana dan main-main. Proses tersebut, jelasnya, dimulai dari proses pemantauan yang ketat, hingga akhirnya penyidik harus yakin dengan bukti permulaan yang ada sebelum melakukan OTT.
“Jadi OTT bukan sembarangan asal sadap,” kata Lakso, Selasa, 20 Desember 2022.
Baca Juga: OTT KPK di Surabaya, Wakil Ketua DPRD Jatim Diduga Ikut Diamankan
3. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana: Luhut kurang referensi bacaan
Peneliti Indonesia Corruption Watch atau ICW Kurnia Ramadhana menyebut Menko Marves itu kurang referensi bacaan. Dia menyebut OTT merupakan salah satu cara ampuh dalam penindakan kasus korupsi. Menurutnya, banyak kasus yang pengembangannya dimulai dari OTT.
“Melalui mekanisme OTT banyak orang yang terseret korupsi dari pejabat, swasta, aparat yang dibawa ke proses pengadilan,” kata dia pada Selasa, 20 Desember 2022.
4. Direktur Celios, Bhima Yudhistira: Logikanya jangan dibolak-balik
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira juga menanggapi pernyataan Luhut.
Pihaknya menjelaskan, OTT adalah salah satu taktik untuk mengentaskan masalah korupsi. Jika pencegahan korupsi berjalan, maka OTT akan berkurang secara alamiah.
Karena itu, seharusnya pemerintah bukan fokus pada pengurangan OTT, tetapi menerapkan berbagai kebijakan untuk mencegah sumber masalah korupsi.
“Logikanya jangan dibolak-balik,” tutur Bhima pada Rabu, 21 Desember 2022.
5. Eks Penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap: OTT cara efektif untuk kampanye antikorupsi
Mantan penyidik KPK dan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap menyebut OTT merupakan cara efektif dan cepat untuk mengungkap suatu kasus korupsi. Menurutnya, OTT juga merupakan salah satu kampanye anti korupsi yang paling efisien.
“Metode OTT menurut saya masih sangat efektif (untuk memberantas korupsi), karena saat OTT itu sebenarnya adalah kampanye dalam usaha memberantas korupsi,” kata Yudi dalam video yang diunggah di kanal YouTube-nya, Rabu, 21 Desember 2022.
Sumber: Tempo.co/Hendrik Khoirul Muhid