SUKABUMIUPDATE.com - Bulan Desember tak hanya ditutup oleh perayaan Natal dan awal Libur Tahun Baru, namun juga berakhirnya proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) Siswa.
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) Siswa ini biasanya ditandai dengan Pembagian rapor Hasil Belajar selama satu semester.
Tidak jarang para guru mendapatkan hadiah dari orang tua siswa dalam momen pembagian rapor ini, baik dalam bentuk makanan, pakaian hingga bingkisan tertentu.
Padahal menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pemberian hadiah untuk guru adalah bentuk gratifikasi terlarang.
Ungkapan tersebut dimuat dalam laman resmi Pusat Edukasi Antikorupsi KPK pada 11 Agustus 2022 lalu.
Baca Juga: Bupati Penajam Paser Utara Kena OTT KPK, Diduga Terlibat Suap dan Gratifikasi
Sebelumnya, Pusat Edukasi Antikorupsi KPK mengajak masyarakat untuk lebih dulu memahami arti gratifikasi.
Definisi gratifikasi disebutkan dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya."
Pengertian tersebut menunjukkan seperti tidak ada yang salah dengan sebuah pemberian atau hadiah.
Baca Juga: Ketua KPK: Uang Suap yang Diterima Bupati Bangkalan untuk Survei Elektabilitas
Fungsional Utama Dit. Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK, Sugiarto, kemudian menerangkan bahwa pemberian hadiah akan dianggap gratifikasi terlarang jika telah memenuhi dua unsur.
"Berdasarkan pasal tersebut, pemberian terhadap guru telah terpenuhi dua unsur gratifikasi, yaitu 'berhubungan dengan jabatan', dan 'berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya'," kata Sugiarto, dikutip Rabu (21/12/2022).
Seperti yang dikatakan Sugiarto, unsur pertama adalah berhubungan dengan jabatan.
Unsur pertama gratifikasi terlarang ini, maksudnya adalah hadiah diberikan kepada guru karena jabatannya sebagai pengajar.
Contoh sederhana adalah jika bukan seorang guru, maka mustahil hadiah tersebut diberikan kepada dirinya.
Beralih ke unsur kedua yakni berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Unsur kedua termasuk gratifikasi terhadap guru berupa pelanggaran kode etik. Pasalnya, guru tidak seharusnya menerima hadiah dari pihak-pihak yang dilayaninya.
Baca Juga: Terkait Protes "Siswa Titipan" Pemkot dan Dewan Angkat Tangan
Pemberian hadiah kepada guru dilarang karena memang sebagai pengajar tugas, fungsi dan tanggungjawab nya adalah memberikan pengajaran kepada para siswa.
Perihal timbal balik, guru telah mendapatkan kompensasi (baca: gaji) dari negara atas pekerjaannya.
Kemudian, alasan pemberian hadiah kepada guru masuk gratifikasi karena ada unsur tidak adil jika hanya wali kelas yang mendapatkan.
Padahal faktanya, proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) melibatkan seluruh pihak di satu sekolah, mulai dari penjaga sekolah, satpam, petugas kebersihan, hingga guru mata pelajaran lain.
Akibatnya, ada implikasi dari gratifikasi terlarang untuk guru berupa kecemburuan sosial antar staf di sekolah.
Selain itu, hadiah juga berpotensi mempengaruhi sikap guru terhadap murid-muridnya. Dikhawatirkan, guru sulit profesional untuk berlaku adil kepada seluruh muridnya.
Fungsional Utama Dit. Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK ini juga menyebut kebiasaan pemberian hadiah untuk guru akan memberikan teladan buruk bagi anak.
Sugiarto mencontohkan, seorang anak akan merasa mudah terhadap aturan dan ketertiban sekolah karena dekat dengan guru yang pernah diberi hadiah.
Hal ini berarti hadiah bukan wujud terima kasih secara cuma-cuma, namun ada bentuk pamrih yang diharapkan anak.
Dari sisi guru, pemberian hadiah termasuk ujian sikap profesionalisme dalam memegang teguh nilai integritas diri. Guru yang berintegritas tentu akan menjadi contoh yang baik bagi murid-muridnya, salah satunya menolak sikap-sikap koruptif di keseharian mereka.
Pusat Edukasi Anti Korupsi juga mengutip kalimat pesan gratifikasi dari Sugiarto, yang berbunyi:
"Ada satu kredo dalam pendidikan: satu teladan itu lebih dahsyat daripada 1.000 nasihat, dan satu gambar lebih bermakna daripada 1.000 kata-kata".
Sumber : aclc.kpk.go.id