SUKABUMIUPDATE.com - Isu adanya upaya memperpanjang masa jabatan presiden dengan menunda pemilu 2024 kembali beredar. Kali ini disuarakan oleh Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman.
Kali ini lebih heboh karena tak hanya memunculkan isu lama, tapi juga dengan menyebut bahwa UU KUHP yang baru disahkan bisa menangkap siapapun yang menentang dekrit tunda pemilu.
Melansir suara.com, isu mencuat setelah sejumlah kepala lembaga tinggi negara, seperti Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Ketua DPD La Nyalla Mahmud Mattalitti, membicarakan penundaan pemilu 2024.
Belum tuntas publik mengkritisi isu ini, Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, menganalisa bahwa UU KUHP disahkan tahun 2022 untuk mendukung rencana dekrit menunda pemilu. Dekrit tersebut akan dikeluarkan pada 2023 mendatang.
Hal ini seperti yang dilihat di video viral unggahan akun TikTok @fpd_dpr. Dalam video tersebut terlihat Benny yang sedang mengikuti rapat membahas UU KUHP dengan pemerintah. Benny menyebut UU KUHP disahkan tahun 2022 untuk mendukung pelaksanaan dekrit penundaan pemilu yang akan dikeluarkan tahun depan.
"Ada yang mengatakan ini KUHP cepat-cepat disahkan sebab tahun depan ini akan ada dekrit perpanjangan (penundaan) pemilu," tutur Benny, dikutip pada Senin (19/12/2022).
Baca Juga: Nomor Urut Parpol Tak Diubah di Pemilu 2024, KPU: Masyarakat Mudah Mengingat
"Dan yang protes-protes itu akan ditangkap semuanya," lanjut Benny.
Benny mengaku sempat berdiskusi dengan sesama anggota DPR, Sarifuddin Suding. "Tidak usah tunggu tahun depan lah, kalau mau tangkap kita siap ditangkap," tegas Benny.
Sebelumnya Ketua MPR Bambang Soesatyo meminta agar pelaksanaan Pemilu 2024 dikaji ulang. Bamsoet meminta publik mempertimbangkan kestabilan Indonesia yang sedang berusaha bangkit pasca pandemi Covid-19.
"Tentu kita juga mesti menghitung kembali karena kita tahu bahwa penyelenggaraan Pemilu selalu berpotensi memanaskan suhu politik nasional, baik menjelang, selama, hingga pasca penyelenggaraan Pemilu. Ini juga harus dihitung betul, apakah momentumnya tepat," terang Bamsoet di rilis survei Poltracking Indonesia.
Sementara itu Ketua DPD La Nyalla Mahmud Mattalitti mengaku tidak mengusulkan Jokowi menjabat 3 periode. Pihaknya hanya mengusulkan supaya masa jabatan Jokowi ditambah selama proses adendum UUD 1945 berlangsung.
"Saya dulu ngomong bahwa tidak ada 3 periode, dan sampai sekarang pun saya tidak pernah ngomong ada 3 periode. Kapan saya ngomong? Anda aja yang asal ngomong," ucap La Nyalla, dikutip dari kanal YouTube Refly Harun.
"Sambil menunggu addendum, kita minta Pak Jokowi diperpanjang dulu 2-3 tahun, untuk mengawal addendum selesai. Kalau addendum selesai dalam 1 tahun, kenapa tidak? Kan kita bicara yang paling jelek," sambungnya.
Sumber: Suara.com