SUKABUMIUPDATE.com - Pengangkatan Iptu Umbaran Wibowo menjadi Kapolsek Kradenan, Blora Jawa Tengah menjadi sorotan organisasi pers di Indonesia. Pasalnya Umbaran pernah bertugas sebagai jurnalis, yaitu kontributor TVRI stasiun Jawa Tengah.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengeluarkan pernyataan sikap bersama LBH Pers merespon fenomena polisi jadi wartawan ini.
Dikutip dari portal resminya, Aji menyebut Umbaran Wibowo dilantik jadi Kapolsek Kradenan, Blora, Jawa Tengah pada Senin, 12 Desember 2022, dan Kabid Humas Polda Jawa Tengah membenarkan Iptu Umbaran Wibowo pernah menjadi kontributor pada salah satu stasiun televisi nasional di wilayah hukumnya.
Pada saat yang bersamaan Umbaran sedang bertugas sebagai intelijen di wilayah Blora (dilansir dari merdeka.com pada Rabu, 14/12). AJI menilai praktek tersebut merupakan tindak memata-matai yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pers Indonesia.
Penyusupan anggota Polri ke dalam institusi pers tegas AJI menyalahi aturan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Pers. Pasal 6 Undang-Undang Pers menyebutkan, pers nasional memiliki peranan untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
“Oleh sebab itu, kepolisian jelas telah menempuh cara-cara kotor dan tidak memperhatikan kepentingan umum dan mengabaikan hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi yang tepat, akurat dan benar,” tulis Sasmito, Ketua AJI Indonesia Ade Wahyudin, Direktur Eksekutif LBH Pers dalam pernyataan sikap tersebut.
Baca Juga: Dewan Pers Ingatkan Publik Tentang Pentingnya Fungsi Kontrol Sosial
Menurut Ade, pers memiliki imunitas dan hak atas kemerdekaan dalam melakukan kerja-kerjanya. Dengan menyusupkan intel pada media, kepolisian telah mengabaikan hak atas kemerdekaan pers.
Penyusupan ini juga bertentangan dengan Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang berbunyi "Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap," lanjutnya.
“Dalam kasus ini, Iptu Umbaran dan Polri jelas telah menyalahgunakan profesi wartawan untuk mengambil keuntungan atas informasi yang diperoleh saat bertugas menjadi wartawan,” sambung Ade Wahyudin.
AJI Indonesia dan LPB Pers juga mengingatkan organisasi pers serta institusi media juga seharusnya dapat berperan aktif dalam menelusuri latar belakang wartawan. Hal ini akan berdampak pada kredibilitas organisasi maupun media yang bersangkutan dalam mengemban tugasnya sebagai wadah pers karena tidak mampu menjamin profesi pers yang terbebas dari potensi intervensi aktor-aktor negara.
Lolosnya anggota kepolisian sebagai wartawan yang tersertifikasi dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi pers dan kerja-kerja pers secara umum.
Berikut 5 pernyataan sikap AJI Indonesia dan LBP Pers atau kasus polisi jadi wartawan di Jawa Tengah ini;
1. Mendesak pemerintah khususnya Polri untuk menghentikan cara-cara kotor seperti menyusupkan anggota intelijen ke institusi media yang dapat mengganggu kinerja pers dan menimbulkan ketidakpercayaan publik.
2. Mendesak Dewan Pers untuk menyelidiki kasus ini hingga tuntas dan memberikan sanksi kepada Iptu Umbaran yang telah melanggar Kode Etik Jurnalistik. Dewan Pers juga perlu memperbaiki mekanisme Uji Kompetensi Wartawan agar peristiwa serupa tidak terulang pada masa mendatang.
3. Mendorong Dewan Pers untuk memastikan aparat keamanan lain seperti TNI dan badan intelijen lainnya tidak melakukan cara-cara kotor seperti yang dilakukan Polri.
4. Mendorong organisasi pers untuk lebih aktif menelusuri latar belakang anggota dan melakukan verifikasi yang lebih komprehensif, kredibel terhadap anggotanya untuk mencegah penyusupan pihak-pihak yang dapat merugikan pers Indonesia.
5. Mendorong perusahaan media untuk melakukan seleksi yang lebih ketat dengan memperhatikan latar belakang wartawan.