SUKABUMIUPDATE.com - Kasus kematian satu keluarga di Kalideres akhirnya terpecahkan. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Hengki Haryadi menyatakan tidak adanya unsur pidana dalam kasus tersebut dan proses penyelidikan yang telah berjalan selama satu bulan ini dihentikan.
Selain itu, polisi juga tidak menemukan adanya minimal dua barang bukti yang merujuk pada seseorang sebagai tersangka.
Motif bunuh diri atau pembunuhan juga tidak ada dalam kasus kematian satu keluarga di Kalideres tersebut.
Maka kasus ini ke depan akan kami hentikan penyelidikannya,” tuturnya usai konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jumat, 9 Desember 2022 seperti melansir dari Tempo.co.
Hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) juga tidak ditemukan adanya bukti perusakan. Rumah di Blok AC5/7 Perumahan Citra Garden 1 Extension tersebut juga dalam keadaan rapih, meskipun gelap gulita saat digeledah pada Kamis, 10 November 2022
Hengki menyimpulkan kematian empat orang di dalamnya meninggal secara wajar. Namun menurut hasil penyelidikan, kondisi mereka saat meregang nyawa dalam keadaan tidak wajar.
Kematian Wajar dalam Kondisi yang Tidak Wajar
“Kami telah menemukan bahwa kematian yang terjadi di TKP (tempat kejadian perkara) adalah kematian wajar dalam kondisi yang tidak wajar,” katanya.
Walau begitu, kondisi TKP dianggap sudah tidak ‘steril’ karena banyak warga yang berniat membantu mengevakuasi dan tindakan menabur bubuk kopi untuk menghilangkan bau busuk dari mayat.
Akibatnya, tim laboratorium forensik cukup kesulitan melacak jejak selain penghuni karena ada campuran kafein saat diteliti.
Bukti aliran rekening diketahui ada penarikan uang tunai dalam jumlah besar pada Desember 2021 dan Januari 2022. Hengki menuturkan keluarga tersebut juga sering bertransaksi secara tunai.
Menurut keterangan saksi yang didapat, uang hasil penjualan mobil Honda Brio milik Budyanto Gunawan digunakan untuk berobat di rumah sakit.
Tetapi tidak ada pendaftaran berobat ke rumah sakit atas nama empat orang anggota keluarga tersebut.
Hengki mengatakan bahwa keluarga tersebut juga tidak menggunakan BPJS Kesehatannya selama dua tahun terakhir. Diduga uang yang digunakan selama ini untuk berobat di tempat lain.
“Keempat jenazah ini semasa hidupnya tidak menggunakan cara-cara yang biasa untuk menyembuhkan penyakitnya,” ujarnya.
DNA Empat Jenazah Sesuai dengan Identitas KTP
Kepala Bidang Kimia Biologi Forensik Pusat Laboratorium Forensik Polri Komisaris Besar Polisi Wahyu Marsudi menjelaskan, keberadaan Deoxyribonucleic Acid (DNA) di TKP identik dengan empat jenazah.
Sebagaimana diketahui, mayat itu atas nama Rudyanto Gunawan (71 tahun), Renny Margaretha Gunawan (68 tahun), Dian Febbyana Apsari Dewi (42 tahun), dan Budyanto Gunawan (68 tahun).
Rudyanto dan Renny merupakan sepasang suami istri, Dian adalah anak dari mereka, dan Budyanto adik dari Rudyanto.
Mereka tinggal bersama dalam satu rumah tersebut sejak pindah dari Kelurahan Gunung Sahari, Jakarta Utara, sejak tahun 1997.
Jejak DNA teridentifikasi kemiripannya dengan seseorang bernama Irwanto Gunawan. Dia merupakan keluarga dari Rudyanto dan Budyanto yang sudah lama tidak berkomunikasi.
Tim forensik menelusuri kekerabatan tersebut dari tulang iga para jenazah saat proses autopsi. Langkah itu untuk memastikan bahwa mayat yang ditemukan adalah penghuni rumah tersebut.
Beberapa temuan tim forensik di TKP berupa kulit ari yang bentuknya sudah rusak. Lalu adanya cairan bening yang mengandung zat tamoxifen, ternyata komposisi itu juga berada dalam jasad Renny.
“Di sini kita menemukan dari organ hepar (hati) milik Ibu Renny Margaretha kita temukan adanya tamoxifen atau obat kanker payudara,” ujar Wahyu Marsudi.
Tidak Ada Tanda-tanda Kekerasan
Setelah ditelusuri, dia mengumumkan rumah tersebut juga tidak ada percikan darah. Bahan-bahan beracun seperti sianida, arsenik, pestisida, dan zat berbahaya lainnya dipastikan nihil.
Dokter Forensik dari Rumah Sakit Bhayangkara Asri M. Pralebda menuturkan, hasil autopsi keempat jenazah tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan benda tumpul atau tajam.
Ketika pertama kali ditemukan, mayat mereka dalam kondisi pembusukan yang berbeda-beda, bahkan ada yang sudah mengalami mumifikasi dan menyisakan kulit dan tulang saja.
Tanda tanya siapa yang meninggal lebih dulu pun terjawab, Rudyanto menjadi orang yang pertama. Kemudian disusul oleh Renny, selanjutnya Budyanto, dan yang terakhir adalah Dian.
Kematian Rudyanto disebabkan dari riwayat penyakit pada saluran pencernaan. Lalu Renny Margaretha Gunawan ditemukan punya riwayat penyakit kanker payudara.
“Sebab kematian yang pasti Pak Budyanto adalah serangan jantung. Untuk sebab kematian dari Dian merupakan gangguan pernapasan yang disertai dengan penyakit pernapasan yang kronik,” kata Asri M. Pralebda.
Kemungkinan tewas karena kelaparan juga terbantahkan dari hasil autopsi. Dari saluran pencernaan Budyanto dan Dian ditemukan feses yang didalamnya terkandung karbohidrat dan serat, artinya sebelum meninggal masih mengonsumsi makanan dan minum.
Bukan Karena Kelaparan atau Menghirup Gas dari Mayat
Dokter Forensik dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Ade Firmansyah Sugiharto menjelaskan, sosok Dian diduga terus berinteraksi dengan bedak Talcum yang akhirnya menimbulkan peradangan pada paru-paru. Kondisi tersebut biasanya akibat menghirup serbuk secara terus-menerus.
Dugaan tewas karena menghirup gas mayat pun terbantahkan, kematian Dian karena adanya perdarahan juga pada bagian alveolus paru-parunya.
Pemicu ini karena Dian juga rutin memberi bedak pada jenazah ibunya yang sudah menjadi mayat, namun masih dianggap hidup.
“Jadi ada salah satu jenis pneumoconiosis yang terjadi akibat menghirum bedak talcum itu disebut talcosis,” kata Ade, dokter yang pernah mengautopsi jenazah Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat dalam kasus pembunuhan berencana oleh Ferdy Sambo.
Ketua Asosiasi Psikologi Forensik atau Apsifor Reni Kusumowardhani mengatakan penentuan urutan kematian berdasarkan berbagai bukti di TKP.
Salah satu yang menentukan adalah kalender yang terpampang di dalam kamar depan dan belakang.
Lalu dianalisis dari profil kepribadian setiap anggota keluarga tersebut beserta kesaksian orang-orang yang pernah bertemu mereka.
Penataan barang-barang di dalam rumah juga terlihat rapih sampai dengan evakuasi semua jenazah pada Kamis, 10 November 2022.
“Tumpukan lemari yang begitu rapih, cara meletakkan sandal yang begitu rapih, berarti ini orang terakhir yang masih membersihkan,” tutur Reni.
Profil Empat Anggota Keluarga
Hasil pemetaan kepribadian menunjukkan Rudyanto sebagai orang yang pendiam, baik, penurut, bertanggung jawab, dan tidak banyak bicara. Dia dikenal menghindari konflik, berpendidikan cukup baik, dan memiliki IQ di atas rata-rata.
Kepribadian Renny dianggap sebagai sosok yang dominan, ingin mendapat pengakuan, dan memiliki motivasi tinggi.
Lalu dia memperhatikan penampilannya, taraf intelektual dan kognitifnya berada dalam rata-rata, serta bersikap baik.
Dian dikenal sebagai pribadi yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap orang lain, teruma kepada ibunya.
Sifat itu dipengaruhi oleh pola asuh sejak kecil, ketika dalam kondisi tekanan akhirnya tidak bisa beradaptasi dan berujung pada delusi saat menghadapi realita kematian orang tua.
Budyanto diketahui memiliki ketertarikan pada hal-hal yang bersifat klenik dan perdukunan semenjak SMA dan memiliki guru spiritual, namun tingkat kecerdasannya tidak seperti Rudyanto. Kedudukannya di dalam rumah turut membantu aktivitas sehari-hari keluarga.
Tidak Ada Pengikut Sekte atau Paham Apokaliptik
Sosiolog Agama Jamhari membantah adanya praktik suatu sekte tertentu yang dilakukan oleh satu keluarga tersebut.
Meskipun sosok Budyanto dikenal kerap melakukan ritual, tetapi menurutnya itu bukan suatu kejanggalan.
Barang bukti yang disita oleh polisi perihal praktik ini adalah berbagai buku lintas agama, kemenyan, mantra-mantra, dan klentingan atau buli-buli.
Jamhari melihat mantra tersebut bertuliskan aksara hijaiah atau aksara arab yang mengutip ayat Al Quran di lembaran kertas.
Kata yang dikutip salah satunya adalah 'Haa Mim' yang beberapa kali disebut dalam kitab tersebut. Ada juga ayat Al Quran dari surat Yusuf yang dicantumkan, diduga sebagai doa untuk memperkuat batin dalam mengarungi kehidupan, meminta kesejahteraan, memperlancar jodoh, dan menambah kharisma individu.
Lalu, kata Jamhari, keluarga di Kalideres tersebut juga melakukan lelaku ritual untuk memohon kesehatan.
“Kesimpulan saya mereka bukan penganut sekte, apalagi apokaliptik, mereka orang normal yang bisa meninggal secara wajar karena penyakit dan lainnya,” kata Jamhari.
Sumber: Tempo.co