SUKABUMIUPDATE.com - Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP telah resmi disahkan oleh pemerintah dan DPR RI. Pengesahaan itu dilakukan melalui rapat paripurna DPR pada Selasa 6 November 2022 kemarin.
Meskipun naskah RKUHP sudah masuk babak final, nyatanya sampai saat ini undang-undang itu masih mendapat penolakan dari sejumlah kalangan. Salah satu yang gencar menolak RKUHP adalah kelompok masyarakat sipil.
Penyusunan RKUHP melewati perjalanan yang berliku hingga resmi disahkan.Setidaknya dalam empat tahun terakhir banyak penolakan terkait RKUHP, seperti aksi demonstrasi pada 2019 lalu.
Hingga mendekati detik-detik akhir pengesahaan, penolakan RKUHP masih terus terjadi dimana-mana. Diketahui, jika pasal-pasal RKUHP dinilai masih menganut pasal warisan kolonial yang rentan digunakan sebagai alat kriminalisasi.
Baca Juga: Dinilai Masih Bermasalah, DPR Resmi Sahkan RKUHP Jadi Undang-Undang
Lantas apa saja pasal-pasal yang dinilai kontroversial dalam draf RKUHP itu, Dilansir dari Suara.com, simak berikut ini:
1. Hukuman Mati
Salah satu pasal atau aturan hukum soal hukuman mati memang menjadi hal yang kontroversi. Banyak yang menyoroti pasal ini karena dinilai bertentangan dengan HAM.
Aturan tentang hukuman mati masih tercantum dalam draf RKUHP. Pidana mati di RKUHP diatur di Pasal 67, Pasal 98, Pasal 99, Pasal 100, Pasal 101, serta Pasal 102.
Pasal 67 berbunyi, "Pidana yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif".
"Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana dan mengayomi masyarakat," demikian Pasal 98 RKUHP.
Baca Juga: AJI Bandung Hari Ini: 17 Menit Diam Menolak 17 Pasal Bermasalah di RKUHP
Draf RKUHP juga mengatur tentang teknis pelaksanaan hukuman mati. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 99. Kemudian pasal 100 mengatur terkait hukuman mati dengan masa percobaan 10 tahun.
Koalisi masyarakat sipil menilai dengan atau tanpa ketentuan masa percobaan, hukuman mati harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prinsip HAM.
2. Hukuman Santet
Ketentuan itu dituangkan dalam pasal 252 ayat (1). Ancaman hukuman pidana bagi pelaku santet mencapai 1,5 tahun.
Bunyinya: "Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV,".
Hukuman menjadi lebih berat jika pelaku menjadikan santet sebagai mata pencaharian. RKUHP menambah hukuman penjara 1/3 dari hukuman semula.
3. Menghina Presiden
Terkait pasal penghinaan terhadap Presiden dalam RKUHP dituangkan dalam pasal 218. Pelaku diancam hukuman tiga tahun penjara. Di mana pasal ini merupakan delik aduan.
Bagian penjelasan pasal itu menyebut menyerang kehormatan adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri. Perbuatan menista atau memfitnah masuk dalam kategori itu.
Baca Juga: Lebih Mirip Panduan Mudah Dipenjara, RKUHP Ramai Ditolak untuk Disahkan
"Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV," bunyi pasal 218 ayat (1) RKUHP.
Ayat (2) pasal tersebut memberi pengecualian. Perbuatan yang dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri tidak termasuk kategori penyerangan kehormatan atau harkat martabat.
4. Menghina Kepada Lembaga Negara
Draf RKUHP juga masih mengatur ancaman pidana bagi penghina lembaga negara seperti DPR hingga Polri. Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 349. Pasal tersebut merupakan delik aduan.
Pada ayat 1 disebutkan, setiap orang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara, dapat dipidana hingga 1,5 tahun penjara. Ancaman pidananya bisa diperberat jika penghinaan menyebabkan kerusuhan.
Baca Juga: 10 Pasal RKUHP yang Dinilai Bermasalah oleh Koalisi Masyarakat Sipil
Pasal 350, pidana bisa diperberat hingga dua tahun jika penghinaan dilakukan lewat media sosial. Sementara, yang dimaksud kekuasaan umum atau lembaga negara dalam RKUHP yaitu DPR, DPRD, Kejaksaan, hingga Polri. Sejumlah lembaga itu harus dihormati.
5. Melakukan Makar
Pasal 192 menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan makar dengan maksud supaya sebagian atau seluruh wilayah NKRI jatuh kepada kekuasaan asing atau untuk memisahkan diri dari NKRI dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara maksimal 20 tahun.
Pasal 193 ayat (1) mengatur setiap orang yang melakukan makar dengan maksud menggulingkan pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Sementara itu, Pasal 193 ayat (2) menyatakan pemimpin atau pengatur makar dipidana dengan pidana penjara maksimal 15 tahun.
6. Demo Tanpa Pemberitahuan Bisa Dipenjara
Draf RKUHP turut memuat ancaman pidana bagi kelompok atau warga yang melakukan demonstrasi tanpa pemberitahuan. Hal itu tertuang dalam Pasal 256.
"Setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II," bunyi pasal tersebut.
Pasal ini juga dikritik karena berpotensi jadi alat kriminalisasi dan membungkam kebebasan berpendapat publik.
7. Berita Bohong atau Hoaks
Pasal RKUHP juga memuat soal aturan penyiaran, penyebarluasan berita atau pemberitahuan yang diduga hoaks atau bohong atau. Pasal ini dinilai kontroversi karena bisa menjadi alat dan menyasar pekerja media atau pers.
Aturannya tertuang dalam Pasal 263 ayat 1, bunyinya: Setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V,".
RKUHP terbaru juga memuat ketentuan penyiaran berita yang dianggap tidak pasti dan berlebihan. Seseorang yang membuat dan menyebarkan berita tersebut dapat dipenjara 2 tahun atau denda paling banyak Rp10 juta. Hal itu tertuang dalam pasal 264.
8. Memotong Pidana Koruptor
RKUHP juga memuat pidana terkait kasus korupsi. Sayangnya, ancaman pidananya justru menjadi turun.
Dalam naskah terbaru, tindak pidana korupsi diatur pada Pasal 603. Pada Pasal tersebut dijelaskan koruptor paling sedikit dipenjara selama dua tahun dan maksimal 20 tahun.
Selain itu, koruptor juga dapat dikenakan denda paling sedikit kategori II atau Rp10 juta dan paling banyak Rp2 miliar. Berikut bunyi pasal tersebut;
"Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI."
Pidana penjara pada RKUHP itu lebih rendah atau mengalami penurunan dari ketentuan pidana penjara dalam Undang-undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada Pasal 2 UU tersebut dijelaskan koruptor bisa mendapat pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun.
9. Menyebarkan Ajaran Komunis dapat Dipidana
Seseorang yang mengembangkan dan menyebarkan ajaran komunis, marxisme, atau leninisme terancam pidana 4 tahun penjara. Ketentuan tersebut diatur dalam pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara. Pada ayat 1 Pasal 188 berbunyi:
"Setiap Orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apapun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun".
Pada ayat berikutnya, ancaman pidana bisa bertambah sampai tujuh tahun jika tindakan penyebaran ajaran tersebut dilakukan dengan tujuan mengganti Pancasila sebagai dasar negara.
Baca Juga: Dewan Pers Surati Presiden, Minta Penundaan Pengesahan RKUHP
Ancaman pidana terhadap pelaku penyebaran ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme bisa terus bertambah hingga 15 tahun jika mengakibatkan kerusuhan, dan mengakibatkan kematian orang lain.
10. Pasangan Kumpul Kebo Bisa DIhukum
Draf RKUHP juga masih mengatur ketentuan hubungan badan di luar pernikahan. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 413 ayat (1) bagian keempat tentang Perzinaan. Dalam beleid tersebut, orang yang melakukan hubungan seks di luar pernikahan dapat diancam pidana penjara satu tahun.
"Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II," bunyi pasal 413 ayat (1).
Meski begitu, ancaman itu baru bisa berlaku apabila ada pihak-pihak yang mengadukan atau dengan kata lain delik aduan. Aturan itu mengatur pihak yang dapat mengadukan yakni suami atau istri bagi orang yang telah terikat perkawinan. Lalu, orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
11. Pelanggaran HAM Berat
RKUHP terbaru juga mengatur soal tindak pidana terhadap hak asasi manusia (HAM) berat. Padahal, tindak pidana itu telah diatur dalam UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM karena bersifat khusus.
Pada Pasal 598 RKUHP, pelaku genosida atau memusnahkan golongan tertentu dapat dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20.
Adapun genosida yang dimaksud dapat berbentuk:
- membunuh anggota kelompok;
- mengakibatkan penderitaan fisik atau mental berat terhadap anggota kelompok;
- menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang diperhitungkan akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik, baik seluruh maupun sebagian;
- memaksakan tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran dalam kelompok; atau memindahkan secara paksa Anak dari kelompok ke kelompok lain.
"Pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun," bunyi penggalan pasal tersebut.
Baca Juga: RKUHP: Check In Hotel Bukan Suami Istri Bisa Kena Pidana, Ini Penjelasan Pemerintah
Pasal ini jadi sorotan karena dianggap mengurangi kekhususan pada kasus pelanggaran HAM berat dan dapat menghambat penuntasannya.
Sumber: Suara.com