SUKABUMIUPDATE.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dalam rapat paripurna ke-11 yang digelar hari ini, Selasa (6/12/2022) yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad.
“Kami menanyakan kepada seluruh peserta sidang, apakah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dapat disahkan jadi Undang-Undang?” tanya Dasco diiringi jawaban setuju oleh peserta rapat, seperti mengutip dari Tempo.co.
Sebelum disahkan, Bambang Wuryanto selaku Ketua Komisi III DPR memaparkan proses pembentukan RKUHP yang merupakan carry over dari DPR periode sebelumnya.
Baca Juga: AJI Bandung Hari Ini: 17 Menit Diam Menolak 17 Pasal Bermasalah di RKUHP
Menurut Bambang, RKUHP membawa misi dekolonialisasi, konsolidasi, dan harmonisasi hukum pidana.
“RUU KUHP merupakan upaya rekodifikasi, terbuka terhadap seluruh ketentuan pidana dan menjawab seluruh perkembangan yang ada di masyarakat saat ini,” kata Bambang.
Dia juga mengatakan pembahasan RKUHP ini digelar secara terbuka dan penuh kehati-hatian, termasuk pasal-pasal yang dianggap kontroversial.
Baca Juga: Lebih Mirip Panduan Mudah Dipenjara, RKUHP Ramai Ditolak untuk Disahkan
Bambang menyebut penyempurnaan RKUHP dilakukan secara holistik dengan mengakomodasi masukan dari masyarakat.
Bambang juga mengatakan jika eksistensi RKUHP menjadi penting untuk mereformasi hukum sesuai tujuan pembangunan nasional dan mewujudkan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur.
“Kami berpandangan sangat dibutuhkan bangsa dan negara dalam melakukan reformasi di bidang hukum sebagaimana tujuan pembangunan nasional dan menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, serta sesuai dengan prinsip dan kesamaan HAM,” kata dia.
Penolakan Masyarakat
Aliansi Reformasi KUHP menggelar aksi penolakan pengesahan RKUHP di depan Gedung DPR pada Senin, 5 Desember 2022, kemarin.
Mereka menilai RKUHP masih mengandung sejumlah pasal karet yang berpotensi merugikan masyarakat.
Hari ini, mereka kembali menggelar aksi di DPR dengan tema “Berkemah di Depan Rumah Wakil Rakyat karena Demokrasi Darurat”.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, menyarankan masyarakat yang berbeda pendapat maupun belum puas terhadap RKUHP mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Perbedaan pendapat sah-sah saja, ya kalau pada akhirnya nanti disahkan, saya mohon gugat aja di MK, lebih elegan caranya," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin kemarin.
Menurut dia, RKUHP sudah dibahas dan disosialisasikan ke seluruh penjuru tanah air serta para stakeholder. Kendati demikian, ia menegaskan tidak mungkin RKUHP disetujui 100 persen oleh semua pihak.
"Daripada kita harus pakai UU KUHP Belanda yang sudah ortodoks, dalam KUHP ini sudah banyak reformatif dan bagus," kata dia.
Yasonna menjelaskan, RKUHP sudah mengalami perbaikan dan menampung masukan dari masyarakat.
Dia menyebut ada pasal yang dilembutkan. Namun, ia mewajarkan jika masih ada yang berbeda pendapat mengingat Indonesia merupakan negara demokrasi.
Dia menegaskan perbedaan pendapat ini tidak serta merta dimaknai bahwa RKUHP mesti dibatalkan.
Menurut dia, Indonesia sudah 63 tahun menggunakan KUHP Belanda, sehingga ini saatnya menggunakan KUHP buatan anak bangsa.
"Malu kita sebagai bangsa, masih memakai hukum belanda," ujarnya.
Sumber: Tempo.co