SUKABUMIUPDATE.com - Aktivis dari sejumlah organisasi kesehatan di Indonesia menolak Omnibus Law Bidang Kesehatan. Mereka melakukan aksi demonstrasi di Gedung DPR dalam rangka menolak Omnibus Law Bidang Kesehatan pada Senin, 29 November 2022.
Aksi unjuk rasa dipicu polemik draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Bidang Kesehatan yang dinilai melemahkan organisasi kesehatan. Melalui akun instagram @idikotasukabumi, Organisasi Profesi Kesehatan Ikatan Dokter Indonesia Cabang Sukabumi mengungkap tiga alasan mengapa RUU Omnibus Law Bidang Kesehatan ditolak mentah-mentah, yaitu;
1. RUU Kesehatan Omnibus Law, Liberalisasi dan Kapitalisasi Kesehatan Korbankan Hak Sehat Rakyat
2. RUU Kesehatan (Omnibus Law) akan Mengorbankan Kesehatan Masyarakat
3. RUU Kesehatan (Omnibus Law) Mengancam Keselamatan dan Kepentingan Masyarakat.
Dikutip dari laman resmi dpr.go.id, Charles Honoris, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI mengatakan bahwa draf RUU yang beredar tidak resmi atau bukan hasil kerja para wakil rakyat di Senayan, Jakarta.
“Kami tidak tahu draf RUU yang beredar di media sosial itu ulah siapa. Kami tidak pernah melihat dan yang jelas kami tidak mengakui draf yang beredar tersebut.” terang Charles di Ruang Fraksi PDI-Perjuangan DPR RI, Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (28/11/2022).
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, M Nurdin menambahkan pembahasan di Baleg DPR baru sampai penyusunan Naskah Akademik.
“Jadi prosesnya masih RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) untuk menyusun Naskah Akademik dan belum ada draf RUU. Proses menuju draf masih lama” pungkas M Nurdin seperti dikutip dari dpr.go.id.
Lima organisasi kesehatan kemudian turut menyampaikan aspirasinya melalui audiensi, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Perwakilan Ikatan Dokter Indonesia atau IDI, dr Mahesa dr PB meminta DPR mengeluarkan Omnibus Law Bidang Kesehatan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023. “UU itu akan melemahkan organisasi kesehatan,” ungkap Mahesa.
Sebelumnya, Ikatan Dokter Indonesia pernah membuat ulasan tentang Kontroversi RUU Kesehatan di laman resminya idionline.org. Ulasan tersebut ditulis oleh Iqbal Mochtar, Pengurus PB IDI dan PP IAKMI. Ketua Perhimpunan Dokter Indonesia Timur Tengah, pada 31 October 2022 lalu.
Salah satu poin kontroversi yang berkaitan dengan demonstrasi di Gedung DPR adalah tentang marginalisasi organisasi profesi. RUU disebut sebagai isyarat adanya fenomena fragmentasi dan amputasi peran organisasi profesi.
Apa maksud dari fragmentasi dan amputasi organisasi profesi?
Marginalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti usaha membatasi atau pembatasan–peran terhadap kelompok tertentu. Jadi poin jawabannya, aksi unjuk rasa di Gedung DPR adalah RUU Omnibus Law dianggap sebagai usaha membatasi peran organisasi profesi kesehatan.
Apa bukti dari fragmentasi organisasi profesi tersebut?
Pasal 296 ayat 2 RUU menyebutkan setiap jenis tenaga kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi profesi. Sebenarnya, prinsip tersebut bagus, hanya saja terdapat pasal lain yang tumpang tindih sehingga membuat prinsip masih mentah.
Kemudian, Pasal 184 ayat 1 membuat pengelompokkan tenaga kesehatan menjadi 12 jenis misalnya tenaga medis dan tenaga keperawatan.
Setiap jenis tenaga kesehatan ini dibagi lagi atas beberapa kelompok. Seperti kelompok tenaga medis terdiri dari dokter, dokter gigi, dokter spesialis dan dokter gigi spesialis. Yang akhirnya bermuara menjadi total 48 kelompok tenaga kesehatan.
Fragmentasi hadir dengan munculnya dua opsi yang mungkin berlaku, yakni:
• Opsi pertama: satu organisasi profesi untuk setiap jenis tenaga kesehatan, total dua organisasi profesi.
• Opsi kedua: organisasi profesi untuk setiap kelompok tenaga kesehatan, total 48 organisasi profesi.
Apabila dibahas lebih lanjut berikut penjelasan mengenai kedua opsi tersebut.
Ketika opsi pertama berlaku maka hanya akan ada satu organisasi profesi yang memayungi profesi dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis. Artinya, semua profesi tersebut dibawah organisasi yang sama atau digabung.
Opsi penggabungan organisasi profesi ini tergolong rancu karena dokter dan dokter gigi adalah dua profesi yang berbeda. Perbedaannya terletak pada visi, misi dan aspirasi antara dokter dan dokter gigi yang tidak bisa menjadi satu.
Sementara, pada opsi kedua, organisasi profesi dokter umum dan dokter spesialis dipisahkan. Artinya, pemekaran organisasi profesi juga terjadi antara organisasi dokter gigi dan dokter gigi spesialis.
Opsi kedua pun tidak tepat karena memisahkan dua elemen profesi dengan tugas, tanggung jawab serta standar etik dan profesi yang sama.
Mengapa fragmentasi atau pembagian organisasi profesi kesehatan dalam RUU menuai polemik?
Jawabannya adalah, apabila opsi kedua terjadi maka akan ada total 48 organisasi profesi. Jumlah tersebut cukup banyak dalam skala organisasi profesi dan tentunya kontras dengan pasal 296 yang ingin meminimalkan jumlah organisasi profesi.
Sumber: berbagai sumber.
Writer: Nida Salma M