SUKABUMIUPDATE.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan dua perusahaan farmasi yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus cemaran bahan baku obat sirop. Perusahaan itu adalah PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries.
Mengutip tempo.co, Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan kedua perusahaan itu diketahui memproduksi obat dengan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dengan kadar di luar ambang batas aman.
"Keduanya telah dilakukan proses penyidikan dan ditetapkan sebagai tersangka," tuturnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (17/11/2022).
Selain PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries, ada tiga perusahaan lainnya yang masih diselidiki dan dalam proses pemeriksaan saksi. Tiga perusahaan tersebut yakni PT Samco Farma, PT Ciubros Farma, PT Afi Farma.
Penny mengatakan PT Ciubros Farma saat ini masih dalam proses penyidikan saksi dan ahli untuk selanjutnya ditetapkan sebagai tersangka. PT Samco Farma BPOM juga masih dalam proses penyidikan. Namun lima perusahaan farmasi itu telah diberikan sanksi administrasi berupa pencabutan surat izin edarnya.
BPOM juga telah menginstruksikan penghentian produksi obat sirop dari perusahaan tersebut. Menurut Penny, obat sirop dari kelima perusahaan itu juga sudah ditarik peredarannya dan dimusnahkan.
Selain produsen obat, BPOM juga tengah menelusuri supplier atau penyuplai bahan baku obat yaitu CV Samudera Chemical. Supplier ini diketahui telah memasok bahan baku obat pada PT Yarindo Farmatama. CV Samudra Chemical dinyatakan melakukan pengoplosan pelarut terhadap obat sirop dengan kadar yang sangat tinggi.
Ditambah, CV Samudra Chemical merupakan distributor kimia biasa yang tidak diperkenankan memasok pelarut obat untuk Pedagang Besar Farmasi (PBF). Saat ini, CV Samudra Chemical tengah diproses lebih lanjut di kepolisian untuk proses pemidanaan.
Kini BPOM bekerja sama dengan Kejaksaan Agung dan pihak kepolisian agar proses penyidikan agar proses hukum kasus ini berjalan lancar. Dia berharap kasus ini dapat memberikan efek jera terhadap perusahaan farmasi yang telah melakukan proses produksi tidak sesuai aturan maupun kriteria yang berlaku.
Sumber: Tempo.co
#SHOWRELATEBERITA