SUKABUMIUPDATE.com - Sukabumi termasuk satu dari 14 kasus hukum pidana akan diselesaikan dengan jalur keadilan restoratif. 14 kasus ini sudah disetujui oleh Kejaksaan Agung RI.
Lewat Laman Kejaksaan RI, Dr. Fadil Zumhana, sebagai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) mengumumkan 14 (empat belas) berkas perkara secara virtual, Selasa 2 November 2022.
Kegiatan tersebut dihadiri juga oleh Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta, Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi, dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
A. 14 Kasus Keadilan Restoratif Yang Disetujui Kejaksaan RI
1. Tersangka MOH. YUSUF alias PAPA FEY dari Kejaksaan Negeri Palu yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
2. Tersangka MOH. FADLI alias FADLI dari Kejaksaan Negeri Donggala yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka MUHAMAD JAINURI dari Kejaksaan Negeri Badung yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
4. Tersangka RAHMAN LALLO alias TUBU DG. LALANG dari Kejaksaan Negeri Mamuju yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka HERI TEGAR NUARI bin IYUS SUSANTO dari Kejaksaan Negeri Sumedang yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
6. Tersangka AHMAD FAUJI bin ASEP SODIKIN dari Kejaksaan Negeri Kota Sukabumi yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
7. Tersangka ENDANG KOMARUDIN alias MARA bin IHAT SUTEJA dari Kejaksaan Negeri Cimahi yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
8. Tersangka FAJAR NUR AKBAR alias AJI bin ASMANI dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pengancaman.
9. Tersangka ANNA ROSSANA dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
10. Tersangka APRIANSYAH alias APRI alias COLEW bin UTUH dari Kejaksaan Negeri Gunung Mas yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
11. Tersangka MOH WAHYUDI alias WAHYU alias BAYU bin MAIN dari Kejaksaan Negeri Kotawaringin Barat yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
12. Tersangka I SALMAN bin BESARI dan Tersangka II BAHRI bin DULSA’I dari Kejaksaan Negeri Kotawaringin Barat yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
13. Tersangka MIYANTO alias MINTO bin PRAYITNO dari Kejaksaan Kotawaringin Timur yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
14. Tersangka FIRMAN ILLAHI bin AKMARUDDIN dari Kejaksaan Negeri Tebo yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
JAM-Pidum memberikan arahan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan. Surat Ketetapan yang dimaksud yakni Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020.
Selain Surat Ketetapan, Dr. Fadil Zumhana juga memerintahkan terkait Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (K.3.3.1).
B. Kasus Pidana dengan Keadilan Restoratif di Sukabumi
Kejaksaan Negeri Kota Sukabumi merilis penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif atau "Restorative Justice" terhadap Tersangka a.n Ahmad Fauzi bin Asep Sodikin dalam akun instagram miliknya @kejarikotasukabumi, Rabu (2/11/2022).
Ahmad Fauzi bin Asep Sodikin disangka dalam pasal 310 ayat (2) UU RI No. 22 Tahun 2009 KUHP Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Sebelumnya, upaya perdamaian antara Tersangka dan Korban telah dilakukan di Rumah Restorative Justice Kejaksaan Negeri Kota Sukabumi, Baros Kota Sukabumi pada 19 Oktober 2022 lalu.
Hasilnya, korban dan tersangka telah bersepakat untuk saling memaafkan dan menyelesaikan perkara secara kekeluargaan.
C. Mengenal Keadilan Restoratif
Keadilan Restoratif atau Restorative justice adalah salah satu prinsip penegakan hukum dalam penyelesaian perkara hukum.
Keadilan Restoratif dapat dijadikan instrumen pemulihan.
Mahkamah Agung telah melaksanakan keadilan restoratif dalam bentuk pemberlakuan kebijakan, meskipun tata pelaksanaan dalam sistem peradilan pidana Indonesia belum dilakukan secara optimal.
Keadilan Restoratif berfungsi sebagai alternatif penyelesaian perkara tindak pidana dalam mekanisme tata cara peradilan pidana.
Keadilan Restoratif berfokus terhadap pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi. Mediasi dalam Keadilan Restoratif melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait.
Keadilan Restoratif bertujuan menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana dalam penyelesaian hukum.
Artinya, Keadilan Restoratif menempatkan keseimbangan dan keadilan antara korban dan tersangka dalam upaya penyelesaian perkara pidana.
Aspek pertimbangan penggunaan keadilan restoratif yaitu mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat dan mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula.
Konsep keadilan restoratif dapat diterapkan dalam kasus-kasus tindak pidana ringan dengan hukuman pidana penjara paling lama tiga bulan dan denda Rp 2,5 juta. Hal ini didasarkan pada Pasal 364, Pasal 373, Pasal 379, Pasal 384, Pasal 407, dan Pasal 482, KUHP.
Keadilan restoratif dapat pula digunakan terhadap anak atau perempuan yang sedang berhadapan dengan hukum, anak yang menjadi korban atau saksi tindak pidana, sampai dengan pecandu atau penyalahgunaan narkotika.
Prinsip dasar keadilan restoratif diwujudkan dalam pemulihan hak korban yang menderita akibat kejahatan melalui pemberian ganti rugi kepada korban, perdamaian, kerja sosial oleh pelaku serta bentuk kesepakatan lain berdasarkan proses dialog dan mediasi antar kedua belah pihak (korban dan tersangka).
D. Syarat Berlakunya Keadilan restoratif
Tersangka a.n Ahmad Fauzi bin Asep Sodikin diberikan keadilan restoratif dengan beberapa alasan sebagai berikut:
1. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
2. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
3. Adanya surat pernyataan perdamaian dari tersangka dan korban
4. Tersangka merupakan tulang punggung keluarga;
5. Tersangka sedang mengalami Kondisi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK);
6. Tersangka telah memberikan santunan kepada korban sebesar Rp.3.000.000,-
7. Ancaman Pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000,-
8. Tersangka bukan merupakan residivis.
Hal tersebut didasarkan pada Peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020, tentang syarat pemberlakuan Keadilan restoratif, yang meliputi:
1. Tindak pidana yang baru pertama kali dilakukan
2. Kerugian dibawah Rp 2,5 juta
3. Adanya kesepakatan antara pelaku dan korban
4. Tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau dianca, dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun
5. Tersangka mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada korban
6. Tersangka mengganti kerugian korban
7. Tersangka mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana dan atau memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana
D. Jenis Kasus yang Tidak Direkomendasikan Menggunakan Keadilan Restoratif
14 kasus yang disetujui oleh JAM-Pidum menandakan bahwa tidak semua kasus dapat diberlakukan proses penyelesaian perkara dengan Keadilan Restoratif.
Keadilan restoratif tetap dikecualikan dan tidak direkomendasi untuk penyelesaian perkara jenis kejahatan sebagai berikut:
1. Meliputi kejahatan HAM atau kejahatan oleh negara.
2. Kejahatan yang pelakunya orang terhormat atau white collar crime.
3. Kejahatan yang pelakunya tidak merasa malu, tidak merasa bersalah dan merasa dirinya sebagai orang yang bermoral.
Pada kasus hukum di Kejaksaan Negeri Kota Sukabumi, hasil kesepakatan menunjukkan tersangka a.n Ahmad Fauzi bin Asep Sodikin telah berjanji sepenuh hati untuk tidak mengulangi perbuatannya dan korban ikhlas untuk memaafkan tersangka.
Artinya, pelaku kejahatan merasa bersalah dan ini termasuk dalam poin pengecualian nomor 3 tersebut diatas.
Sehingga selain memenuhi syarat dalam Peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020, hal tersebut mendukung diberikannya keadilan restoratif dalam upaya penyelesaian perkara tersangka a.n Ahmad Fauzi bin Asep Sodikin.
**PENTING:
• Penyelesaian perkara dengan keadilan restoratif dikecualikan untuk tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat Presiden dan Wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat serta wakilnya, ketertiban umum, dan kesusilaan.
• Keadilan Restoratif tidak berlaku pada tindak pidana dengan ancaman pidana minimal, tindak pidana narkotika, lingkungan hidup, dan pidana yang dilakukan korporasi.
Sumber : Kejaksaan RI, Kejaksaan Kota Sukabumi, Hukum Online
#SHOWRELATEBERITA
Writer: Nida Salma M