SUKABUMIUPDATE.com - Kuasa hukum Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Andreas Nahot Silitonga, menjelaskan kliennya harus dilindungi apabila ternyata dugaan konspirasi besar seputar penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J terbukti.
“Kalau ini memang konspirasi besar, Bharada E harus benar-benar dilindungi. Klien kami juga sebenarnya dari keluarga biasa. Ayahnya bekerja sebagai sopir di Manado, sementara ibunya ibu rumah tangga,” kata Andreas saat forum diskusi virtual yang digelar Jaringan Aktivis Batak dan Forum Mahasiswa Sumut Jakarta, Jumat, 5 Agustus 2022.
Ia mengatakan, di tengah kesimpang-siuran dan banyak dugaan yang ada, pihaknya tetap menegaskan tindakan Bharada E sebagai pembelaan diri. “Kami bukan membela perbuatannya, tetapi kami membela Bharada E menerima haknya sesuai dengan apa yang diberikan dalam KUHP,” katanya.
Ia mengatakan sejauh ini tidak ada ancaman yang diterima Bharada E. Tetapi ia menyampaikan ada semacam kekhawatiran terhadapnya. Selain itu, apabila ada rekayasa kasus, maka Pasal 338 KUHP tidak bisa dikenakan dan Bharada E bisa bebas.
“Kalau ada rekayasa, kemungkinan besar bukan klien kami yang melakukannya. Itu nanti bisa jadi pembelaan klien kami. Sekarang proses hukum yang berjalan untuk Pasal 338,” kata Andreas.
Pada forum yang sama, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menduga ada rekayasa kasus dalam penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Sugeng menduga indikasi ini karena melihat pengenaan Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP yang baru menetapkan satu tersangka, yakni Bharada Richard Eliezer atau Bharada E. Menurutnya, pengenaan pasal ini dan mengindikasikan penyidik memiliki bukti-bukti awal bahwa tindak pidana dilakukan tidak hanya oleh satu orang.
“Bharada E ditetapkan tersangka, ada tersangka lain. Siapa tersangka ini? IPW menilai tersangka lain ini terkait perlindungan dengan cara unprofessional conduct atau penghalangan penyidikan. Ada yang ditutup-tutupi pihak tertentu,” katanya.
Ia mengatakan indikasi itu harus diperkuat dengan hasil penyidikan Bareskrim Polri terkait CCTV, kemudian komunikasi telepon, uji balistik, rekonstruksi, lalu hasil autopsi ulang. Dan satu lagi yang tidak pernah disebutkan, pistol Glock teregister atas nama siapa.
“Yang pasti tersangka lain ini adalah orang high profile. Kalau dia hanya pelaku level bawah pangkatnya, misal Brigpol atau Bharada, atau setinggi-tingginua AKP, ini tidak perlu rekayasa sedemikian rupa,” kata Sugeng.
Indikasi yang dianalisa IPW ini, katanya, semakin kuat dengan keputusan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Probowo yang mencopot Irjen Pol Ferdy Sambo dari Kadiv Propam bersama beberapa Perwira Tinggi (Pati) Polri dan Kombes Polisi, yang kemudian dimutasi ke Yanma Polri.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Probowo mengatakan Tim Inspektorat Khusus (Irsus) Polri yang dipimpin Inspektur Pengawasan Umum telah memeriksa 25 personel dalam kasus penembakan Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
“Sebanyak 25 personel ini kami periksa karena tidak profesional dalam penanganan TKP dan menghambat penyidikan,” kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Probowo saat konferensi pers, Kamis, 4 Agustus 2022.
Kapolri mengatakan Polri memeriksa tiga personel Perwira Tinggi Polri (Pati), tiga Kombes, lima AKBP, tiga Kompol, dua Perwira Pertama (Pama), tujuh Bintara, dan lima Tamtama. “Yang diperiksa dari satuan Div Propam, Polres, dan beberapa personel Polda Metro Jaya hingga Bareskrim,” kata Kapolri.
Kapolri mengatakan 25 personel Polri yang diperiksa terkait penembakan Brigadir J akan menjalani proses pemeriksaan pelanggaran kode etik dan apabila terbukti bisa diproses pidana.
SUMBER: TEMPO.CO