SUKABUMIUPDATE.com - Bareskrim Polri mengatakan eks Presiden sekaligus pendiri Yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT Ahyudin menerima gaji Rp 400 juta setiap bulan. Sementara Presiden aktif ACT Ibnu Khadjar menerima Rp 150 juta setiap bulannya.
“A (Ahyudin) Rp 400 juta dan IK (Ibnu Khajar) Rp 150 juta,” kata wakil Direktur Tindak Pidana Khusus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf kepada wartawan di Gedung Devisi Humas Mabes Polri, Senin, 25 Juli 2022, dikutip dari tempo.co.
Untuk gaji dua tersangka lainnya, yaitu Pengurus/Senior Vice President Operational Global Islamic Philantrophy Hariyana Hermain (HH), Ketua Pembina Yayasan ACT Novariadi Imam Akbar (NIA) hampir Rp 50 sampai Rp 100 juta.
“Rinciannya A (Ahyudin) Rp 400 juta, IK (Ibnu Khadjar) Rp 150 juta, HH (Hariyana Hermain) dan NIA (Novariadi Imam Akbar) Rp 50 juta dengan Rp 100 juta,” ujar Kombes Helfi.
Sebelumnya, Majalah Tempo memperoleh temuan pengeluaran gaji tinggi dan fasilitas mewah dari kas ACT. Ahyudin sebagai pendiri dan mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap, ditengarai menerima gaji Rp 250 juta per bulan.
Kemudian, pejabat Senior Vice President menerima Rp 200 juta, Vice President dibayar Rp 80 juta, dan Direktur Eksekutif Rp 50 juta. Para petinggi yayasan ini juga menerima fasilitas kendaraan dinas menengah ke atas seperti Toyota Alphard, Honda CR-V, dan Mitsubishi Pajero Sport.
Sementara itu, kondisi keuangan perusahaan diduga sedang limbung sejak akhir tahun lalu karena dugaan penyelewengan dana. Yayasan Aksi Cepat Tanggap melakukan pemotongan gaji karyawan dan sejumlah program macet.
Ibnu Khajar, Presiden ACT saat ini mengeklaim gaji pimpinan tertinggi lembaganya tidak sampai sebesar yang dilaporkan Majalah Tempo. "Pimpinan tertinggi saja tidak lebih 100 juta. Jadi kalau disebut Rp 250 juta, kami tidak tahu datanya dari mana,” tuturnya.
Ia menjelaskan, rata-rata biaya operasional termasuk gaji para pimpinan pada 2017 hingga 2021, adalah 13,7 persen. “Rasionalisasi pun kami lakukan untuk sejak Januari 2022 lalu. Insyaallah, target kami adalah dana operasional yang bersumber dari donasi adalah sebesar 0 persen pada 2025,” kata lbnu.
Ihwal fasilitas mobil, Ibnu menyebut mobil-mobil mewah itu memang dibeli oleh lembaganya, tapi tidak diperuntukkan untuk keperluan pribadi para petinggi ACT. “Kendaraan dibeli tidak untuk permanen, untuk tugas-tugas. Saat lembaga membutuhkan alokasi dana kembali seperti sekarang ini, otomatis dijual. Jadi bukan untuk mewah-mewahan, gaya-gayaan,” tuturnya.
Sejak dilakukan pergantian kepemimpinan pada Januari lalu, ujar dia, seluruh fasilitas kendaraan Dewan Presidium ACT adalah Innova. “Kendaraan tersebut pun tidak melekat pada pribadi, melainkan juga bisa digunakan untuk keperluan operasional tim ACT,” ujar dia.
Ia juga mengklaim saat ini kondisi keuangan ACT dalam kondisi baik. Ibnu membantah bahwa keuangan ACT bermasalah akibat dugaan penyelewengan tersebut. Menurut Ibnu, laporan keuangan ACT juga sudah berkali-kali mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berdasarkan audit. Ia mengatakan laporan keuangan ACT yang mendapatkan WTP itu juga dipublikasikan di laman resmi mereka.
Dugaan Penyelewengan Dana
Polisi sudah mengumumkan penetapan tersangka empat petinggi yayasan ACT pada Senin kemarin. Empat petinggi tersebut adalah Ahyudin, Novariadi Imam Akbari, Heryana Hermain, dan Ibnu Khajar.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyatakan keempatnya dijerat dengan pasal berlapis mulai soal penyelewengan dana hingga pencucian uang.
"Persangkaan pasal tindak pidana penggelapan dan/atau penggelapan dalam jabatan dan/atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan/atau tindak pidana yayasan dan/atau pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHP, pasal 374 KUHP, pasal 45 A ayat 1 junto pasal 28 ayat 1 UU 19/2016 tentang perubahan UU 11/2008 tentang ITE," katanya.
Selajutnya, pasal 70 ayat 1 dan 2 junto pasal 5 UU 16/2001sebagaimana telah diubah UU 28/2004 tentang perubahan atas UU 16/2001 tentang Yayasan. Berikutnya, pasal 3, pasal 4, dan pasal 6 UU 8/2010 tetang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, serta yang terakhir pasal 55 KUHP junto pasal 56 KUHP.
Sebelumnya, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri telah meminta keterangan 18 orang saksi dalam penyidikan kasus dugaan penyelewengan dana oleh Yayasan ACT.
Pemeriksaan saksi-saksi telah bergulir sejak Dittipideksus melakukan penyelidikan pada Jumat, 8 Juli 2022. Pemeriksaan tersebut diawali dengan pemeriksaan terhadap petinggi ACT, yakni pendiri ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar. Sejak itu pemeriksaan saksi-saksi terus berlanjut sampai penyidik menaikkan status penanganan perkara ke tahap penyidikan pada Senin, 11 Juli 2022.
Selain Ahyudin dan Ibnu Khajar, Ketua Pembina Yayasan ACT Novariado Imam Akbari, anggota Dewan Syariah Yayasan ACT Bobby Herwibowo, Pengawas Yayasan ACT Sudarman, Ketua Dewan Syariah Yayayasan ACT Amir Faishol Fath, Pengurus/Senior Vice President Operational Global Islamic Philantrophy Heryana Hermain, dan Direktur PT Hydro Perdana Retailindo Syahru Ariansyah. PT Hydro selaku perusahaan yang terafiliasi dengan ACT.
Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Whisnu Hermawan menyebutkan ada tiga hal yang didalami oleh penyidik dalam kasus ACT, yakni terkait dugaan penyelewengan dana CSR ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 dari perusahaan pembuat pesawat Boeing, kemudian masalah penggunaan uang donasi yang tidak sesuai peruntukannya yaitu terkait dengan informasi yang diberikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK.
“Yang ketiga adanya dugaan menggunakan perusahaan-perusahaan baru sebagai cangkang dari perusahaan ACT, ini didalami,” kata Whisnu di Bareskrim Polri, Kamis, 14 Juli 2022. Penyidik mengendus pendirian sejumlah perusahaan ini sebagai perusahaan cangkang yang diduga digunakan untuk pencucian uang. "Perusahaan cangkang yang dibentuk tetapi tidak beroperasi sesuai pendiriannya, hanya untuk sebagai perusahaan money loundring," kata Whisnu.
Meskipun demikian, polisi tampaknya belum menelusuri soal dugaan pendanaan teroris oleh ACT seperti laporan PPATK. Usai pemeriksaan Jumat dini hari lalu, Ahyudin menyatakan tak pernah ditanya soal itu, padahal dia telah diperiksa sembilan kali.
Selewengkan Rp 34 Miliar Dana CSR Boeing
Bareskrim Polri menemukan dugaan penyelewengan dana oleh Yayasan ACT dalam menggunakan uang donasi dari Boieng kepada ahli waris korban kecelakaan Lion Air JT-610. Penyelewegan dan CSR tersebut senilai Rp 34 miliar.
“Program yang sudah dibuat oleh ACT, kurang lebih Rp 103 miliar, dan sisanya Rp 34 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya,” kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf dalam jumpa pers di Mabes Polri, Senin kemarin.
Kombes Helfi mengatakan penyelewengan dana CSR tersebut digunakan untuk pengadaan truk lebih kurang Rp 10 miliar, program big food bus setidaknya Rp 2,8 miliar, pembangunan pesantren kurang lebih Rp 8,7 miliar.
Selain itu, ujar Helfi, dana yang diselewengkan digunakan untuk koperasi syariah 212 sekitar Rp 10 miliar, dana untuk talangan CV CUN Rp 3 miliar. “Selanjutnya, dana talangan untuk PT MBGS Rp 7,8 miliar, sehingga total semuanya Rp 34.573.069.200,” ujar Helfi.
Helfi mengatakan penyidik Bareskim turut menemukan dana yang diselewengkan diperuntukan sebagai gaji pengurus ACT. Oleh karena itu, kata dia, Bareskrim melakukan rekapitulasi.
“Ini sekarang sedang dilakukan rekapitulasi dan menjadi tindak lanjut kami yang tadi disampaikan, akan dilakukan audit, selanjutnya kami akan berkoordinasi dengan PPATK,” ujar dia.
SUMBER: TEMPO.CO