Kenapa Kita Merasa Bersalah? Ini Jawaban Psikologinya

Sukabumiupdate.com
Selasa 15 Apr 2025, 11:44 WIB
Ilustrasi Merasa Bersalah, Kenapa Kita Merasa Bersalah? Ini Jawaban Psikologinya (Sumber : Freepik/@jcomp)

Ilustrasi Merasa Bersalah, Kenapa Kita Merasa Bersalah? Ini Jawaban Psikologinya (Sumber : Freepik/@jcomp)

SUKABUMIUPDATE.com - Rasa bersalah sering datang tanpa permisi. Kadang setelah kita menyakiti orang lain baik sengaja maupun tidak. Kadang karena kita melanggar nilai yang kita pegang sendiri. Tapi ada juga momen di mana rasa bersalah muncul bahkan ketika kita tidak melakukan kesalahan besar. Lalu sebenarnya, kenapa sih kita bisa merasa bersalah? Apa fungsi dari emosi ini? Dan bagaimana psikologi memandangnya?

Yuk kita bahas bareng.

Apa Itu Rasa Bersalah?

Secara psikologis, rasa bersalah (guilt) adalah emosi moral yang muncul ketika seseorang merasa telah melakukan sesuatu yang salah atau bertentangan dengan nilai-nilai pribadi atau sosial. Emosi ini erat kaitannya dengan kesadaran moral perasaan tahu benar dan salah.

Menurut American Psychological Association (APA), rasa bersalah bisa menjadi mekanisme internal yang sehat, yang membantu seseorang mempertahankan hubungan sosial dan memperbaiki kesalahan.

Baca Juga: Rasa Bersalah: Sinyal Moral atau Beban Emosional?

Mengapa Kita Merasakannya? Ini Penjelasan Psikologinya

1. Sebagai Kompas Moral

Rasa bersalah berfungsi seperti alarm batin. Ia memberi tahu bahwa kita telah menyimpang dari nilai-nilai yang kita anut. Misalnya, jika kamu menghargai kejujuran tapi berbohong pada teman, rasa bersalah akan muncul untuk mengingatkan bahwa kamu bertindak tidak sesuai prinsipmu.

"Guilt is the emotional cost of violating your own conscience." Susan David, psikolog emosional

2. Untuk Memperbaiki Hubungan

Menurut teori Interpersonal Guilt, kita merasa bersalah karena kita peduli. Saat menyakiti orang lain, rasa bersalah mendorong kita untuk minta maaf, memperbaiki, atau berubah. Tanpa rasa bersalah, hubungan bisa rusak dan sulit untuk dipulihkan.

3. Dipengaruhi oleh Lingkungan & Budaya

Rasa bersalah tidak muncul dari ruang hampa. Nilai yang membentuknya datang dari keluarga, agama, budaya, dan pendidikan. Misalnya, dalam budaya kolektif seperti Indonesia, rasa bersalah bisa lebih kuat karena ada tekanan sosial untuk menjaga harmoni dan tidak mengecewakan kelompok.

4. Kadang Datang dari Ekspektasi yang Tidak Realistis

Tidak semua rasa bersalah bersifat sehat. Dalam beberapa kasus, seseorang bisa merasa bersalah karena menempatkan standar terlalu tinggi pada dirinya sendiri, atau karena dipengaruhi oleh rasa tanggung jawab yang berlebihan, bahkan untuk hal-hal yang di luar kendalinya.

Baca Juga: Sendirian Bukan Antisosial: Membedah Stereotip terhadap Introvert dalam Kacamata Psikologi

Guilt vs Shame: Beda Tapi Mirip

Meski sering disamakan, rasa bersalah (guilt) berbeda dengan rasa malu (shame).

  • Guilt: "Aku melakukan sesuatu yang salah."

  • Shame: "Aku adalah orang yang buruk."

Rasa bersalah lebih terfokus pada tindakan, sedangkan rasa malu menyerang identitas diri. Dalam psikologi, guilt dianggap lebih adaptif karena mendorong perbaikan, sedangkan shame bisa mengarah ke penarikan diri dan perasaan tidak berharga.

Kapan Rasa Bersalah Jadi Tidak Sehat?

Meskipun bisa jadi pengingat moral, rasa bersalah yang berlebihan bisa menjadi beban emosional yang berat. Ini disebut toxic guilt rasa bersalah kronis yang tidak rasional atau terus muncul tanpa alasan jelas. Gejalanya bisa termasuk:

  • Merasa bersalah terus-menerus bahkan setelah meminta maaf atau memperbaiki kesalahan

  • Sulit memaafkan diri sendiri

  • Perasaan tidak layak atau tidak cukup baik

Dalam jangka panjang, toxic guilt bisa menyebabkan stres, depresi, bahkan burnout emosional.

Cara Mengelola Rasa Bersalah dengan Sehat

  1. Evaluasi dengan Jujur Tanyakan: “Apakah saya benar-benar melakukan kesalahan? Apakah ini kesalahan saya atau hanya persepsi?”

  2. Ambil Tanggung Jawab yang Seimbang – Akui kesalahan jika ada, tapi jangan memikul beban yang bukan milikmu.

  3. Belajar & Perbaiki Diri – Gunakan rasa bersalah sebagai bahan refleksi, bukan hukuman.

  4. Maafkan Diri Sendiri – Proses penyembuhan tidak akan selesai jika kamu terus menghukum diri sendiri.

  5. Bicara dengan Profesional – Jika rasa bersalah sudah mengganggu hidupmu, bantuan psikolog bisa jadi solusi.

Rasa bersalah sebenarnya bukan musuh ia adalah bagian alami dari diri manusia yang memiliki empati dan nilai moral. Ia bisa menjadi alat pertumbuhan, selama dikelola dengan sehat. Jangan buru-buru menyingkirkan rasa bersalah; dengarkan, pahami, lalu gunakan untuk menjadi versi dirimu yang lebih baik. Kadang, rasa bersalah bukan tanda kamu buruk. Tapi tanda bahwa kamu peduli.

Baca Juga: Sejarah Cultuurstelsel di Sukabumi, Sistem Tanam Paksa Era Kolonial Belanda

Sumber: APA

Berita Terkait
Berita Terkini