SUKABUMIUPDATE.com - Pernah nggak sih kamu ketahuan ngomong sendiri lalu orang-orang langsung bilang, “Eh, kamu kenapa? Stres, ya?” Padahal, ngomong sendiri atau self-talk adalah hal yang sangat normal dan sehat, menurut psikologi kognitif. Bahkan, banyak penelitian membuktikan bahwa self-talk bisa meningkatkan fokus, mengatur emosi, hingga membantu pengambilan keputusan.
Jadi, mari buang jauh-jauh stigma bahwa “ngomong sendiri itu tanda stres” atau “kayak orang gila.” Faktanya, semua orang melakukannya sadar maupun tidak.
Apa Itu Self-Talk?
Self-talk adalah dialog internal atau percakapan dengan diri sendiri, baik secara diam-diam dalam pikiran maupun dilafalkan secara verbal. Dalam teori psikologi kognitif, self-talk merupakan bagian dari proses berpikir yang membantu kita memahami dunia, memproses emosi, dan mengarahkan tindakan.
Self-talk bisa berupa:
- Instruksi diri (“Ayo, kamu bisa!”)
- Koreksi (“Aduh, tadi harusnya ke kanan, bukan ke kiri.”)
- Motivasi (“Santai aja, semua pasti bisa diatasi.”)
- Refleksi (“Kenapa ya tadi aku merasa marah?”)
Baca Juga: Mendengar Tanpa Menghakimi: Cara Orang Tua Open Minded Bangun Kepercayaan Anak
Menurut Psikologi Kognitif
Teori kognitif seperti milik Lev Vygotsky menyebut bahwa bicara kepada diri sendiri adalah tahap perkembangan alami terutama saat anak-anak belajar mengatur perilaku. Seiring bertambahnya usia, self-talk menjadi lebih internal, tapi tetap aktif dalam proses berpikir.
Menurut Albert Ellis, pelopor terapi rasional emotif (REBT), self-talk sangat memengaruhi emosi dan perilaku kita. Pikiran yang kita ulang-ulang pada diri sendiri akan membentuk keyakinan entah itu memberdayakan atau malah membatasi diri.
Manfaat Self-Talk Berdasarkan Penelitian
Berikut ini beberapa manfaat self-talk positif yang telah dibuktikan oleh berbagai studi psikologi:
1. Meningkatkan Fokus dan Performa
Penelitian dari University of Thessaly (2011) menyatakan bahwa atlet yang melakukan self-talk positif memiliki peningkatan performa, karena self-talk membantu menjaga fokus dan kepercayaan diri.
2. Mengatur Emosi
Menurut studi yang dimuat dalam Journal of Personality and Social Psychology (Kross et al., 2014), berbicara kepada diri sendiri dalam bentuk orang ketiga (contoh: “Kamu bisa, Rina!”) terbukti mengurangi stres dan kecemasan secara signifikan.
3. Meningkatkan Pemecahan Masalah
Self-talk bisa memperjelas pikiran dan membantu seseorang melihat solusi dengan lebih objektif. Ini karena berbicara dengan diri sendiri memaksa otak untuk mengatur informasi secara logis.
4. Menumbuhkan Rasa Percaya Diri
Ketika kamu memberi afirmasi positif lewat self-talk, kamu sedang membentuk self-belief. Semakin sering dilakukan, semakin kuat keyakinan itu terbentuk.
Baca Juga: Open Minded Bukan Tren, Tapi Kebutuhan: Parenting di Era Informasi dan Media Sosial
Self-Talk Negatif: Waspadai Dampaknya
Tidak semua self-talk bersifat positif. Jika yang muncul adalah:
- “Aku bodoh banget.”
- “Gagal terus, percuma coba lagi.”
- “Orang kayak aku nggak bakal berhasil.”
…maka ini disebut negative self-talk, yang bisa merusak kesehatan mental, menurunkan harga diri, dan memperparah kecemasan.
Tapi kabar baiknya: self-talk bisa dilatih dan diubah.
Cara Melatih Self-Talk yang Sehat
- Sadari Isi Pikiranmu
Mulailah memperhatikan dialog internal yang sering kamu ulang. Apakah memberi semangat atau malah menjatuhkan? - Gunakan Kalimat Orang Ketiga
Ganti “Aku pasti gagal” dengan “Kamu bisa, [namamu]. Kamu pernah berhasil sebelumnya.” - Tantang Pikiran Negatif
Tanyakan: “Apakah pikiran ini fakta atau asumsi?” Ubah dengan sudut pandang lebih rasional. - Gunakan Self-Talk di Momen Penting
Misalnya saat wawancara kerja, ujian, atau konflik pribadi. Beri dorongan seperti: “Tarik napas. Kamu siap.”
Self-talk bukan tanda kamu sedang kehilangan kewarasan justru sebaliknya, itu tanda bahwa kamu sedang mengelola pikiran dan perasaan secara sadar. Dalam dunia yang sering bising secara sosial dan emosional, berbicara kepada diri sendiri bisa menjadi cara ampuh untuk kembali ke pusat kendali.
Jadi, kalau kamu merasa perlu menyemangati diri sendiri, memproses perasaan, atau sekadar berpikir keras sambil bergumam lanjutkan saja. Itu bukan aneh, itu manusiawi dan sehat.
Baca Juga: Dibenci Karena Jujur: Mengapa Kebiasaan Autentik Sering Dianggap Aneh atau Tidak Sopan?
Sumber: Psikologi today