SUKABUMIUPDATE.com - Pola asuh anak telah mengalami perubahan signifikan sepanjang abad ke-21. Dari pendekatan yang cenderung otoriter dan kaku, kini semakin banyak orang tua yang menerapkan pola asuh yang lebih terbuka, fleksibel, dan berorientasi pada dialog. Perubahan ini bukan sekadar tren, melainkan respons terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesehatan mental dan emosional anak.
Pola Asuh Otoriter: Warisan dari Masa Lalu
Pola asuh otoriter identik dengan aturan yang ketat, kontrol penuh dari orang tua, dan minimnya ruang diskusi. Kalimat seperti “karena orang tua bilang begitu” sering kali menjadi penutup diskusi. Generasi sebelumnya banyak yang tumbuh dalam sistem ini, yang dianggap efektif dalam menciptakan anak-anak yang disiplin dan patuh.
Namun, seiring waktu, muncul berbagai penelitian yang menunjukkan dampak jangka panjang dari pola asuh otoriter. Anak-anak bisa tumbuh dengan rasa takut, kurang percaya diri, bahkan kesulitan dalam mengambil keputusan secara mandiri. Hubungan antara anak dan orang tua pun menjadi lebih kaku dan berjarak.
Baca Juga: Dari 'Kupu-Kupu Malam' hingga 'Gang Kelinci': Warisan Musik Titiek Puspa yang Melegenda
Dampak Negatif Pola Asuh Otoriter
Beberapa dampak negatif dari pola asuh otoriter antara lain:
- Perkembangan Sosial-Emosional Terganggu: Anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter cenderung memiliki perkembangan sosial-emosional yang terhambat, seperti menjadi penakut, kurang percaya diri, dan malu untuk mengutarakan pendapat.
- Kemandirian Terbatas: Pola asuh otoriter dapat menghambat perkembangan kemandirian anak, karena mereka tidak diberikan kesempatan untuk membuat keputusan sendiri atau mengekspresikan diri.
Masuknya Pendekatan Open-Minded
Di abad 21, pendekatan pola asuh mulai bergeser ke arah yang lebih terbuka (open-minded). Orang tua masa kini lebih banyak membaca, mencari referensi parenting dari berbagai sumber, dan terbuka terhadap saran profesional. Mereka tidak lagi memposisikan diri sebagai figur otoritas mutlak, tetapi sebagai pendamping dan fasilitator tumbuh kembang anak.
Pola asuh yang open-minded melibatkan:
- Komunikasi dua arah: Anak diberi ruang untuk mengutarakan pendapat dan perasaannya.
- Empati dan validasi emosi: Orang tua belajar memahami emosi anak dan mengajarkan cara mengelolanya.
- Fleksibilitas aturan: Aturan tetap ada, tetapi dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks.
- Fokus pada perkembangan jangka panjang: Tidak sekadar menuntut hasil instan, tetapi mendampingi proses belajar anak.
Baca Juga: Melodi Kehidupan: Mengenang Karier Cemerlang Titiek Puspa
Faktor Pendorong Perubahan
Beberapa faktor yang mendorong transformasi ini antara lain:
- Akses Informasi
Internet memungkinkan orang tua belajar dari berbagai sumber terpercaya, termasuk psikolog anak dan pakar parenting. - Kesadaran Akan Kesehatan Mental
Isu kesehatan mental menjadi perhatian utama, terutama setelah pandemi. Banyak orang tua mulai menyadari pentingnya menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan emosi anak. - Perubahan Gaya Hidup
Dunia kerja dan pendidikan yang lebih dinamis membutuhkan generasi muda yang kreatif, adaptif, dan mampu berpikir kritis sesuatu yang sulit tercapai jika anak tumbuh dalam lingkungan yang terlalu kaku.
Tantangan dalam Transformasi Ini
Meski terdengar ideal, perubahan ke pola asuh yang lebih terbuka tidak selalu mudah. Banyak orang tua yang masih terjebak dalam cara lama karena faktor budaya, tekanan sosial, atau pengalaman masa kecil mereka sendiri. Proses ini juga menuntut orang tua untuk terus belajar, mengendalikan ego, dan bersikap reflektif terhadap tindakan mereka sendiri.
Transformasi pola asuh ini membuka jalan bagi terbentuknya generasi yang lebih sehat secara mental, empatik, dan siap menghadapi tantangan zaman. Anak-anak yang tumbuh dengan pola asuh yang terbuka cenderung memiliki hubungan yang lebih kuat dengan orang tua, rasa percaya diri yang tinggi, serta kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah yang baik.
Abad ke-21 membawa tantangan dan peluang baru dalam dunia pengasuhan anak. Beranjak dari pola asuh otoriter menuju pendekatan yang lebih terbuka bukan hanya soal gaya, tetapi soal tanggung jawab dalam membentuk manusia masa depan. Orang tua bukan lagi sekadar pengatur, tetapi mitra tumbuh anak-anak mereka.
Baca Juga: 5 Kunci Utama Menjaga Kesehatan Jantung dan Mencegah Penyakit
Sumber: Jurnal Bimbingan dan Konseling