SUKABUMIUPDATE.com - Dunia pers Indonesia kembali diguncang oleh aksi teror yang mengejutkan. Sebuah paket berisi kepala babi dengan kedua telinga terpotong dikirimkan kepada salah satu jurnalis Tempo. Insiden ini terjadi pada Rabu, 19 Maret 2025, dan menjadi perbincangan hangat di kalangan media serta masyarakat luas.
Menurut keterangan Tempo, paket tersebut diantarkan oleh seorang pria berjaket hitam yang mengenakan helm ojek online dan mengendarai sepeda motor. Tak berhenti di situ, kantor Tempo di Jalan Palmerah Barat, Jakarta, kembali menerima teror berupa paket berisi bangkai tikus. Peristiwa ini menambah kekhawatiran terhadap kebebasan pers di Indonesia, yang seharusnya menjadi pilar utama demokrasi.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menegaskan bahwa kondisi pers nasional saat ini sedang dalam situasi yang tidak baik. Insiden ini mengingatkan kembali pada kisah-kisah kelam di masa Orde Baru, ketika jurnalis dan media kerap mendapatkan ancaman serius akibat pemberitaan mereka.
Baca Juga: AJI Desak Polisi Segera Usut Dalang Dua Teror ke Kantor Tempo
Teror terhadap Wartawan: Kisah Kelam Piter Rohi
Teror terhadap jurnalis bukanlah hal baru di Indonesia. Salah satu peristiwa paling mengerikan terjadi pada tahun 1983, saat wartawan senior Piter Rohi menerima paket berisi kepala manusia.
Saat itu, media tempat Piter bekerja sedang menginvestigasi kasus pembunuhan oleh "Petrus" atau Penembak Misterius, sebuah operasi rahasia yang dilakukan di era Presiden Soeharto untuk menumpas premanisme. Operasi ini menyebabkan banyaknya mayat ditemukan dalam karung di berbagai tempat, termasuk di sepanjang sungai Brantas. Investigasi mendalam yang dilakukan oleh Piter mengungkap bahwa tidak semua korban adalah preman, melainkan juga petani, aktivis, perawat, hingga saingan kepala desa.
Sebagai bentuk perlindungan terhadap jurnalisnya, Piter menginstruksikan para koresponden untuk mencatat identitas korban Petrus. Namun, tindakan ini dianggap sebagai ancaman bagi para pelaku operasi Petrus. Sebagai bentuk intimidasi, Piter dikirimi paket berisi kepala manusia yang dimasukkan dalam kantong plastik dan kardus.
"Kekejaman manusia terjadi dirasakan saya dan keluarga ketika dikirimi paket berisi kepala manusia, 16 November 1983, dua hari setelah ulang tahun saya ke-41," ungkap Piter dalam unggahan Facebooknya pada tahun 2015, berjudul "Saya Dikirimi Paket Kepala Manusia."
Baca Juga: Setelah Heboh Teror Kepala Babi, Kantor Tempo Kini Dikirim Bangkai Tikus
Kasus ini mendapat perhatian dunia internasional. Piter diwawancarai oleh banyak wartawan Eropa, sementara Ketua IGGI (Inter-Governmental Group on Indonesia) dari Belanda meminta perlindungan kepada Jenderal Benny Moerdani, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Bahkan, Amnesty International di Belanda berusaha mengeluarkan Piter dari Indonesia agar ia bisa melanjutkan studinya di Amerika Serikat. Namun, Piter memilih tetap tinggal hingga akhirnya operasi Petrus dihentikan oleh Soeharto.
Ancaman terhadap Kebebasan Pers
Kasus teror terhadap Tempo kini membawa kembali kenangan pahit akan ancaman terhadap kebebasan pers. Apalagi, insiden ini terjadi berdekatan dengan pengesahan RUU TNI, yang menuai banyak kritik dari berbagai pihak. Tidak sedikit yang menduga bahwa teror ini berkaitan dengan pemberitaan yang dilakukan oleh Tempo terkait isu-isu sensitif tersebut.
Kebebasan pers merupakan salah satu pilar utama demokrasi yang harus dijaga. Ancaman dan intimidasi terhadap jurnalis tidak hanya melukai para pekerja media, tetapi juga mengancam hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang akurat dan transparan.
Baca Juga: Jubir Istana Sebut Teror Kepala Babi ke Jurnalis Tempo Bukan Ancaman
Kasus ini menjadi ujian besar bagi pemerintah dan aparat penegak hukum. Apakah mereka akan membiarkan intimidasi terhadap jurnalis terus berlanjut, ataukah mereka akan mengambil langkah tegas untuk melindungi kebebasan pers di Indonesia? Publik kini menantikan tindakan nyata dalam menegakkan keadilan dan memastikan bahwa jurnalisme di Indonesia tetap berdiri tegak tanpa rasa takut.
Sumber : Suara.com