Jusuf Hamka, Kisah Mualaf Bos Jalan Tol yang Disyahadatkan Masuk Islam Oleh Buya Hamka

Sukabumiupdate.com
Sabtu 01 Mar 2025, 19:00 WIB
Perjalanan Spiritual Jusuf Hamka: Dari Anak Jalanan hingga Menemukan Islam. | (Sumber : Tangkapan Layar Youtube/@CURHAT BANG Denny Sumargo)

Perjalanan Spiritual Jusuf Hamka: Dari Anak Jalanan hingga Menemukan Islam. | (Sumber : Tangkapan Layar Youtube/@CURHAT BANG Denny Sumargo)

SUKABUMIUPDATE.com - Jusuf Hamka dikenal sebagai seorang pengusaha sukses di bidang konstruksi, khususnya dalam pembangunan jalan tol. Pria yang sering disebut sebagai "crazy rich" oleh warganet ini memiliki kisah inspiratif dalam perjalanan spiritualnya.

Lahir dengan nama lengkap Mohammad Jusuf Hamka, pria keturunan Tionghoa ini lahir pada 5 Desember 1957. Ia adalah seorang mualaf yang perjalanannya dalam menemukan Islam penuh dengan pengalaman unik dan berharga.

Dalam sebuah wawancara di podcast Denny Sumargo, Jusuf Hamka berbagi cerita tentang bagaimana ia menjadi mualaf. Ia juga menceritakan tentang keluarganya yang memiliki nilai toleransi tinggi, yang turut membentuk pemahamannya tentang kehidupan dan kepercayaan.

Perjalanan Spiritual Jusuf Hamka dalam Memeluk Islam

Dalam salah satu Podcastnya Denny Sumargo berjudul “KAYA RAYA TAPI TIDUR DI ATAS JAMBAN”, sang aktris bertanya kepada Jusuf Hamka tentang kehidupan spiritual beliau.

“Saya melihat bahwa Om berhasil menjalani kehidupan dengan baik, tetapi saya ingin tahu lebih dalam tentang titik spiritual yang membawa Om masuk Islam. Apa yang menjadi momen penting dalam perjalanan spiritual Om?,” Tanya Denny Sumargo kepada Jusuf Hamka

Awal Perjalanan Jusuf Hamka Menemukan Islam

Kisah saya masuk Islam tidak terjadi begitu saja. Sejak kecil, saya Protestan dan cukup aktif dalam kegiatan gereja. Saat kelas 6 SD, saya bahkan sering tampil di panggung Natal dengan mengenakan pakaian daerah. Namun, saya merasa ada sesuatu yang kurang dalam hidup saya.

Ketika saya tumbuh dewasa, saya mulai memperhatikan teman-teman saya yang Muslim. Mereka selalu diingatkan oleh orang tua mereka untuk shalat sebelum pergi bermain atau berolahraga. 

Rasa ingin tahu saya semakin besar. Saya mulai belajar Islam, bukan karena tiba-tiba mendapat hidayah, tetapi karena saya mencarinya sendiri. Akhirnya, pada usia 17 tahun, saya memutuskan untuk bersyahadat di Samarinda.

Proses saya masuk Islam pun cukup unik. Saya dan teman-teman pergi ke dokter untuk disunat. Namun, saat proses sunat berlangsung, biusnya belum sepenuhnya bekerja, sehingga saya merasakan sakit yang luar biasa. 

Setelah pulang ke rumah, saya tidak memberi tahu ibu saya. Kakak saya yang melihat saya memakai sarung langsung curiga bahwa saya terkena penyakit kotor. Ketika akhirnya saya mengatakan bahwa saya ingin masuk Islam, ibu saya hanya berkata, "Kalau kamu ingin masuk Islam, jadilah Muslim yang baik." Saya pikir beliau akan menolak, tetapi ternyata beliau mendukung saya.

Setelah itu, saya kembali ke Jakarta dan bertemu ayah saya. Beliau, yang merupakan dosen di Universitas 17 Agustus (Untag), bertanya apakah saya yakin dengan keputusan saya. Saya menjawab dengan yakin, dan beliau pun berkata bahwa beliau tidak bisa melarang atau memaksa saya. Keputusan ada di tangan saya.

Pertemuan dengan Buya Hamka

Saya tidak langsung masuk Islam setelah mendapat izin dari orang tua. Baru satu tahun kemudian, saya melihat sebuah artikel di majalah Tempo tentang seseorang yang masuk Islam di Samarinda. 

Hal itu semakin menguatkan niat saya. Saya pergi ke Pasar Baru untuk menemui seorang ustaz bernama Zaini, yang kemudian membawa saya ke rumah Profesor Buya Hamka di Jalan Raden Patah 3 Nomor 1.

Ketika bertemu Buya Hamka, saya diberi penjelasan tentang dua kalimat syahadat. Saya meminta waktu untuk menghafalnya terlebih dahulu, tetapi Buya Hamka menegaskan bahwa jika seseorang ingin masuk Islam, jangan ditunda-tunda. 

Jika terjadi sesuatu dan saya meninggal dalam keadaan belum bersyahadat, maka itu menjadi tanggung jawab yang besar bagi beliau.

Akhirnya, saya membaca syahadat pada hari itu juga: Asyhadu an laa ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan rasulullah.

Setelah resmi menjadi Muslim, saya mendapat surat pengislaman pada usia 24 tahun. Saat itu, saya sudah mulai menjalin hubungan dengan pasangan saya yang sekarang. Pada tahun 1981, kami pun menikah.

Lebih dari sekadar kisah perpindahan agama, perjalanan spiritual Jusuf Hamka adalah cerminan dari pencarian makna hidup, tekad untuk berubah, dan keberanian dalam menentukan pilihan.

Sumber: YouTube Denny Sumargo

 

Berita Terkait
Berita Terkini