SUKABUMIUPDATE.com - Seiring perkembangan pesat media sosial, kita semakin mudah terpapar berbagai jenis konten mulai dari yang bernilai edukatif hingga yang tidak begitu bermanfaat. Salah satu fenomena yang belakangan banyak dibicarakan adalah "brain rot," atau kerusakan otak, yang disebabkan oleh kecanduan konten receh atau kurang berkualitas di media sosial. Istilah ini merujuk pada penurunan kemampuan otak dalam memproses informasi dan berfokus pada hal-hal yang tidak memberikan manfaat nyata.
Apa itu Brain Rot?
Brain rot tidak hanya sekadar kebiasaan scroll tanpa tujuan. Fenomena ini mencerminkan penurunan fungsi kognitif akibat paparan terus-menerus terhadap konten yang kurang memberikan stimulasi mental. Konten semacam ini baik itu video viral yang lucu, gossip, atau bahkan meme memang memberikan hiburan sejenak, tetapi dalam jangka panjang dapat membuat otak kita terbiasa pada stimulasi instan, mengurangi kemampuan kita untuk fokus, berpikir kritis, dan mengingat informasi penting.
Baca Juga: #KaburAjaDulu: Fenomena Brain Drain dan Gairah Anak Muda Indonesia ke Luar Negeri
Dampak Kecanduan Konten Receh
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kecanduan konten semacam ini dapat menyebabkan penurunan daya ingat, sulitnya berkonsentrasi pada tugas-tugas yang membutuhkan pemikiran mendalam, serta peningkatan kelelahan mental. Konten yang tidak menantang intelektual kita hanya menciptakan siklus kebosanan yang berujung pada konsumsi lebih banyak konten serupa. Efek samping lainnya termasuk perasaan cemas dan stres, yang sering diperburuk oleh kegiatan "doomscrolling" terus-menerus mencari berita negatif di media sosial yang hanya memperburuk suasana hati.
Mengapa Brain Rot Terjadi?
Salah satu penyebab utama fenomena ini adalah meningkatnya konsumsi konten yang lebih mengutamakan hiburan daripada informasi yang berguna. Algoritma media sosial, seperti yang ada di TikTok dan Instagram, sangat ahli dalam membuat kita terus berada di dalam lingkaran konten yang serupa. Dengan fitur autoplay dan rekomendasi otomatis, kita pun lebih mudah terjebak dalam kebiasaan scroll tanpa batas. Selain itu, konten-konten viral yang menyuguhkan sensasi sesaat membuat kita lebih cenderung mencari hiburan instan daripada konten yang lebih mendalam.
Baca Juga: Mengenal Brain Rot atau Pembusukan Otak dan Penyebabnya, Apakah Berbahaya?
Bagaimana Mengatasi Brain Rot?
Meskipun fenomena ini tampak mengkhawatirkan, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi dampak negatif dari kecanduan konten receh. Pertama, penting untuk mengatur batasan waktu penggunaan media sosial dengan menggunakan aplikasi pemantau layar atau fitur pembatas waktu yang tersedia pada perangkat. Kedua, mengkurasi feed media sosial kita dengan memilih hanya mengikuti akun yang memberikan konten positif dan mendidik dapat membantu meningkatkan kualitas konsumsi informasi. Selain itu, lebih banyak terlibat dalam kegiatan yang menantang otak, seperti membaca buku, menyelesaikan teka-teki, atau mengikuti kursus online, dapat memperbaiki daya ingat dan keterampilan berpikir kritis.
Baca Juga: 10 Cara Mengatasi Brain Rot dan Kelelahan Mental, Yuk Simak Langkahnya
Kecanduan konten receh yang berujung pada brain rot adalah masalah serius di era digital ini. Meski media sosial menyediakan hiburan yang mudah dijangkau, penting untuk menyadari dampak buruknya terhadap kesehatan mental dan kognitif kita. Dengan mengelola waktu dan memilih konten yang lebih berkualitas, kita bisa melawan efek buruk dari brain rot dan mengembalikan fokus serta produktivitas otak kita.
Sumber : Medindia]Calm blog