SUKABUMIUPDATE.com - Dewa Bratalegawa dikenal sebagai Muslim pertama di Tanah Sunda. Seperti yang diketahui, masyarakat Nusantara pada masa kerajaan terdahulu umumnya menganut ajaran turun-temurun dari para leluhur, yang dikategorikan sebagai ajaran Hindu-Buddha.
Namun, di wilayah Tatar Sunda, sejak masa Kerajaan Salakanegara hingga Kerajaan Sunda-Galuh atau Pajajaran, mayoritas masyarakat masih memegang teguh ajaran Sunda Buhun atau ajaran leluhur.
Masuknya Islam ke Tatar Sunda dibawa oleh para pedagang dari Timur Tengah dan India. Interaksi antara para pedagang Muslim dengan masyarakat lokal perlahan memengaruhi budaya, adat, dan kepercayaan masyarakat.
Pada masa Kerajaan Sunda-Galuh, Islam mulai dikenal, tetapi penyebarannya masih sulit dan belum diterima secara luas oleh masyarakat.
Yang mengejutkan, penerimaan Islam justru datang dari dalam istana. Salah satu putra Prabu Bunisora, yaitu Dewa Bratalegawa, menerima ajaran Islam dengan baik.
Latar Belakang Keluarga Dewa Bratalegawa
Prabu Bunisora menjadi raja Sunda-Galuh setelah menggantikan kakaknya, Prabu Linggabuana, yang gugur dalam Perang Bubat. Ia meneruskan tahta Galuh karena putra Prabu Linggabuana, yaitu Niskala Wastu Kencana, masih terlalu kecil untuk memimpin.
Ketika Niskala Wastu Kencana dewasa, tahta kerajaan pun diserahkan kepadanya. Prabu Bunisora memiliki tiga anak dari pernikahannya dengan Dewi Laksmiwati, yaitu:
- Giri Dewata – Kelak menjadi raja di Cirebon Girang dengan gelar Ki Gedeng Kasemaya.
- Dewa Bratalegawa – Berbeda dari saudara-saudaranya, ia memilih menjadi pengusaha.
- Dewi Banowati – Dinikahkan dengan Niskala Wastu Kencana, yang kemudian menjadi raja di Sunda-Galuh.
Dewa Bratalegawa, Seorang Saudagar Sukses
Tidak seperti para putra bangsawan lainnya yang umumnya menjadi raja atau penguasa suatu daerah, Dewa Bratalegawa memilih jalan sebagai seorang pengusaha. Ia dikenal sebagai saudagar sukses yang memiliki jaringan perdagangan luas, baik di Nusantara maupun mancanegara.
Dalam perjalanan dagangnya, Dewa Bratalegawa sering berkunjung ke berbagai negeri dan menjalin hubungan bisnis dengan banyak pedagang dari berbagai latar belakang budaya dan agama. Salah satu daerah yang sering ia kunjungi adalah Gujarat, India.
Ilustrasi - Dewa Bratalegawa Setelah Masuk Islam. | AI.
Perjalanan Menuju Islam
Saat berdagang di Gujarat, Dewa Bratalegawa sering berinteraksi dengan para pedagang Muslim. Ia dikenal sebagai sosok yang bijaksana dan sangat menghormati keyakinan orang lain.
Ketika rekan-rekan Muslimnya menjalankan ibadah di sela-sela aktivitas dagang, Dewa Bratalegawa tidak pernah menghalangi, bahkan menghormatinya. Begitu pula sebaliknya, para pedagang Muslim juga menghormati keyakinannya.
Hari demi hari, hubungan Dewa Bratalegawa dengan para pedagang Muslim semakin erat. Ia mulai tertarik dengan ajaran Islam yang diajarkan oleh sahabat-sahabatnya. Setelah banyak belajar dan merenungkan ajaran Islam, akhirnya ia memutuskan untuk masuk Islam.
Salah satu orang yang berperan besar dalam membimbingnya adalah seorang ulama keturunan Arab yang juga saudagar asal Gujarat bernama Muhammad. Setelah memeluk Islam, Dewa Bratalegawa diberi nama Baharudin Al-Jawi. Ulama tersebut juga menikahkan Dewa Bratalegawa dengan putrinya yang bernama Farhana.
Setelah menikah, Dewa Bratalegawa bersama istrinya pergi ke Mekkah untuk memperdalam ilmu agama Islam sekaligus menunaikan ibadah haji.
Kembali ke Tanah Sunda dan Menyebarkan Islam
Setelah kembali ke Tanah Sunda, Dewa Bratalegawa menyampaikan kabar tentang keyakinan barunya kepada keluarga dan lingkungan istana. Keputusan ini mengejutkan banyak orang karena sangat bertolak belakang dengan tradisi kerajaan yang masih berpegang teguh pada ajaran leluhur.
Namun, dengan kebijaksanaan dan sikap saling menghormati yang telah menjadi ciri khas masyarakat Sunda-Galuh, keputusan Dewa Bratalegawa diterima dengan lapang dada.
Orang pertama yang ia temui adalah adiknya, Dewi Banowati, yang saat itu tinggal di pusat pemerintahan Kerajaan Sunda-Galuh. Ia mencoba mengajak adiknya untuk masuk Islam, tetapi Dewi Banowati menolak dengan cara yang halus agar tidak menyinggung perasaan kakaknya.
Setelah itu, Dewa Bratalegawa mendatangi kakaknya, Giri Dewata (Ki Gedeng Kasemaya), yang berkuasa di Cirebon Girang. Namun, ajakannya juga ditolak dengan alasan masih memegang teguh ajaran leluhur.
Tidak banyak catatan mengenai apakah Dewa Bratalegawa sempat berdakwah kepada ayahnya, Prabu Bunisora. Kemungkinan besar, saat itu Prabu Bunisora sudah menjalani hidup sebagai pertapaan, sebagaimana tradisi raja-raja yang telah selesai menjalankan tugasnya di dunia.
Meskipun dakwahnya ditolak oleh keluarga, Dewa Bratalegawa tetap melanjutkan misinya menyebarkan Islam di Tatar Sunda.
Dakwah Islam di Cirebon Girang
Dewa Bratalegawa memilih Cirebon Girang sebagai pusat dakwahnya. Kemungkinan besar, ia memilih daerah ini karena masyarakatnya lebih terbuka terhadap Islam akibat interaksi dengan para pedagang Muslim di pelabuhan.
Menariknya, meskipun penguasa Cirebon Girang, Ki Gedeng Kasemaya, belum menerima Islam, ia tetap memperbolehkan Dewa Bratalegawa untuk berdakwah di wilayahnya. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, mereka bekerja sama untuk membangun daerah tersebut.
Dakwah Dewa Bratalegawa di wilayah Sunda tidak begitu luas, tetapi ajaran Islamnya diterima oleh sebagian masyarakat. Hal ini menjadi awal penyebaran Islam di lingkungan kerajaan.
Dewa Bratalegawa: Muslim Pertama di Tanah Sunda
Berdasarkan beberapa catatan, Dewa Bratalegawa adalah Muslim pertama dari Tanah Sunda yang berasal dari lingkungan kerajaan. Setelah masuk Islam, ia lebih dikenal dengan nama Baharudin Al-Jawi dan mendapat gelar Haji Purwa, yang berarti "Haji Pertama", merujuk pada statusnya sebagai orang pertama dari Sunda yang memeluk Islam dan menunaikan ibadah haji.
Sumber: Berbagai Sumber