SUKABUMIUPDATE.com - Di dunia yang semakin terhubung dan penuh tekanan, kita seringkali dihadapkan pada dua pola pemikiran yang merugikan, yakni toxic positivity dan people pleaser. Meskipun keduanya tampak positif pada pandangan pertama, keduanya bisa menjadi penghalang bagi kesejahteraan emosional kita. Mengetahui perbedaan antara keduanya dan memahami dampaknya adalah langkah pertama untuk bisa menghadapinya dengan lebih bijak.
Apa itu Toxic Positivity?
Toxic positivity adalah kecenderungan untuk menekankan hanya sisi positif dari suatu situasi, meskipun itu mengabaikan kenyataan yang lebih kompleks atau bahkan perasaan negatif yang sehat. Orang yang terjebak dalam toxic positivity cenderung merasa harus selalu positif dan tidak boleh merasa sedih, cemas, atau marah, bahkan ketika situasi atau perasaan mereka mengharuskannya untuk merasakannya.
Misalnya, ketika seseorang sedang menghadapi kesulitan atau rasa sakit, orang yang terjebak dalam toxic positivity akan mengabaikan perasaan tersebut dengan berkata, “Semua akan baik-baik saja” atau “Pikirkan saja hal-hal yang positif!” Meskipun niatnya adalah untuk memberi semangat, cara ini malah bisa memperburuk perasaan karena tidak ada ruang untuk merasakan atau mengungkapkan emosi yang sebenarnya.
Baca Juga: Belajar Mengatakan Tidak: Mengatasi Kebiasaan Menjadi People Pleaser
Tanda-Tanda Toxic Positivity:
- Menekan atau mengabaikan emosi negatif.
- Menghindari percakapan yang lebih dalam tentang perasaan atau masalah.
- Memberi komentar seperti “Segala sesuatu terjadi karena alasan,” “Tetap positif,” atau “Bersyukur saja.”
- Merasa bersalah atau tidak berharga ketika merasa tidak bahagia.
Apa itu People Pleaser?
Sementara itu, people pleaser adalah seseorang yang selalu berusaha menyenangkan orang lain, bahkan dengan mengorbankan kebutuhannya sendiri. Orang yang cenderung menjadi people pleaser sering kali merasa cemas atau tidak nyaman jika tidak dapat memenuhi harapan orang lain. Mereka mungkin merasa bahwa jika mereka tidak menyenangkan orang, mereka akan ditinggalkan, dihukum, atau tidak diterima.
Orang yang menjadi people pleaser sering kali merasa sulit untuk mengatakan tidak dan bisa merasa tertekan karena selalu merasa perlu memenuhi kebutuhan orang lain, meski itu menguras energi mereka atau merugikan diri sendiri. Pola ini sering kali berakar pada ketakutan akan penolakan atau perasaan tidak cukup baik jika tidak terus-menerus mengorbankan diri untuk orang lain.
Baca Juga: Red Flag di Tempat Kerja: 6 Tanda yang Menunjukkan Lingkungan Kerja Toxic
Tanda-Tanda People Pleaser:
- Kesulitan mengatakan tidak, meskipun merasa keberatan.
- Mengorbankan waktu atau energi untuk memenuhi kebutuhan orang lain.
- Menghindari konflik atau ketegangan dengan orang lain, bahkan jika itu merugikan diri sendiri.
- Merasa bertanggung jawab atas kebahagiaan orang lain.
Perbedaan Utama antara Toxic Positivity dan People Pleaser
Meskipun kedua pola ini dapat terlihat mirip pada pandangan pertama, keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan:
- Fokus pada Perasaan:
- Toxic positivity fokus pada menekan atau mengabaikan perasaan negatif dengan mengutamakan sikap positif tanpa mempertimbangkan perasaan atau kenyataan yang sedang dihadapi.
- People pleaser fokus pada memenuhi kebutuhan orang lain dengan mengorbankan kebutuhan diri sendiri, sering kali karena rasa takut akan penolakan atau ketidakbahagiaan orang lain.
- Dampak pada Kesehatan Mental:
- Toxic positivity dapat menyebabkan seseorang merasa terisolasi karena mereka tidak merasa dapat mengungkapkan emosi negatif mereka atau berbicara tentang masalah yang mereka hadapi.
- People pleaser dapat menyebabkan kelelahan emosional dan stres karena terus-menerus mencoba untuk menyenangkan orang lain, yang pada akhirnya mengabaikan kebutuhan dan perasaan diri sendiri.
- Kehidupan Sosial:
- Orang yang terjebak dalam toxic positivity mungkin merasa kesulitan membangun hubungan yang mendalam karena mereka tidak mengizinkan diri mereka untuk rentan atau terbuka tentang perasaan mereka yang sebenarnya.
- Orang yang menjadi people pleaser sering kali menghindari konflik atau ketidaknyamanan dalam hubungan mereka, namun ini bisa menyebabkan ketidakseimbangan dalam hubungan, di mana kebutuhan mereka sendiri sering diabaikan.
Baca Juga: Emosional dan Menguras Energi, 8 Penyebab Orang Lelah Menghadapi Sikap Toxic
Menghadapi Toxic Positivity dan People Pleaser
Kedua pola ini bisa sangat merugikan jika dibiarkan tanpa penanganan. Berikut adalah beberapa cara untuk menghadapi dan mengatasi toxic positivity serta menjadi lebih sadar dalam menangani kecenderungan menjadi people pleaser:
- Menghadapi Toxic Positivity:
- Berani merasakan emosi negatif: Penting untuk mengakui dan menerima emosi negatif seperti kesedihan, kecemasan, atau kemarahan sebagai bagian dari pengalaman manusia. Ini bukanlah hal yang buruk, dan kita tidak perlu selalu merasa positif.
- Berbicara dengan jujur: Jangan takut untuk mengungkapkan perasaan Anda secara jujur kepada orang lain. Percakapan yang lebih dalam tentang perasaan bisa membuka jalan untuk dukungan yang lebih autentik.
- Berlatih keaslian: Fokuslah pada sikap yang realistis dan menerima kenyataan, tanpa harus menutupi atau mengabaikan perasaan yang Anda alami.
- Menghadapi People Pleaser:
- Belajar mengatakan tidak: Mengatakan tidak adalah keterampilan penting yang membantu Anda menetapkan batasan yang sehat. Anda berhak untuk menolak permintaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau kapasitas Anda.
- Bangun harga diri: Fokus pada mengembangkan rasa percaya diri yang sehat, yang memungkinkan Anda untuk mengutamakan kebutuhan diri sendiri tanpa merasa bersalah.
- Evaluasi hubungan Anda: Jika Anda merasa terjebak dalam dinamika hubungan yang tidak sehat, cobalah untuk berbicara dengan jujur dan mengubah pola komunikasi yang ada agar lebih seimbang.
Toxic positivity dan people pleaser adalah dua pola pemikiran yang seringkali merugikan kesehatan mental kita. Memahami perbedaan antara keduanya dan mengenali dampaknya sangat penting untuk mulai meraih kehidupan yang lebih seimbang dan sehat. Dengan belajar menerima perasaan negatif secara sehat dan mengutamakan kebutuhan diri sendiri, kita dapat menciptakan ruang untuk pertumbuhan pribadi dan hubungan yang lebih autentik.
Baca Juga: Lelah dan Sedih Tanpa Alasan? Ini Penyebab Psikologis yang Perlu Kamu Tau
Sumber : Verywell Mind