SUKABUMIUPDATE.com - Bendungan Pamarayan merupakan bendungan terbesar pertama yang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda di Indonesia dalam rentang waktu 1905 hingga 1925. Namun, sejak tahun 1997, bendungan ini tidak lagi difungsikan.
Hal ini terutama disebabkan oleh berbagai faktor teknis, seperti kerusakan struktural dan material bangunan yang mengalami pelapukan akibat usia. Selain itu, pendangkalan sungai serta penurunan tekanan debit air turut berkontribusi terhadap penghentian operasional bendungan ini.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pada periode 1994 hingga 1997, pemerintah membangun Bendungan Baru Pamarayan sekitar 1 kilometer di barat daya bendungan lama dengan sistem aliran sudetan.
Saat ini, Bendungan Lama Pamarayan telah ditetapkan sebagai situs bersejarah dan resmi menjadi salah satu cagar budaya yang berlokasi di Desa Pamarayan, Kecamatan Pamarayan, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
Sejarah dan Misteri Bendungan Lama Pamarayan
Kisah pembangunan Bendungan Pamarayan bermula dari serangkaian pemberontakan petani Banten yang dipimpin oleh para jawara. Mereka memberontak karena kebijakan kolonial yang menyengsarakan rakyat hingga menyebabkan kelaparan.
Untuk meredam perlawanan, pemerintah kolonial menerapkan politik balas budi dengan membangun bendungan besar guna meningkatkan kesejahteraan petani.
Meski proyek ini bertujuan meningkatkan produksi pertanian, banyak pekerja pribumi yang mengalami kesulitan. Upah mereka sering dikorupsi, dan tidak sedikit yang meninggal akibat kelaparan dan kelelahan selama pembangunan bendungan yang memakan waktu 20 tahun.
Mengutip laman kemendikbud, Bendungan Lama Pamarayan berdiri megah sepanjang hampir 191,65 meter dan terdiri dari bangunan utama, ruang kontrol, bendungan sekunder, ruang lori, serta jembatan dengan 10 pintu air. Arsitekturnya menyerupai kuil Athena di Yunani, dengan bagian atap yang membentuk salib melintang.
Sejak tahun 1925, bendungan ini berhasil mengubah lahan tandus menjadi area persawahan produktif yang mencukupi kebutuhan beras wilayah Banten. Namun, seiring berjalannya waktu, fungsinya tergantikan oleh bendungan baru yang dibangun tidak jauh dari lokasi aslinya.
Mengapa disebut Pamarayan, sebab dulunya di sebuah menara kembar kanan kiri di bagian bawahnya terdapat tempat pembayaran (pamayaran) upah bagi warga pribumi yang mayoritas berbahasa Sunda.
Kisah Mistis Bendungan Pamarayan Nyai Mujibah
Sejak berhenti beroperasi, Bendungan Pamarayan dikenal sebagai tempat yang penuh misteri. Warga sekitar sering melaporkan kejadian mistis, seperti munculnya bayangan merah, suara langkah kaki di malam hari, dan penampakan makhluk halus.
Salah satu legenda yang paling terkenal adalah sosok siluman wanita yang disebut Nyai Mujibah, yang konon memiliki dua putra berwujud siluman buaya. Kemunculannya diyakini sebagai pertanda akan terjadinya musibah.
Selain itu, ada mitos mengenai pengantin baru yang hilang secara misterius di sekitar bendungan. Menurut penuturan warga, saat azan magrib, beberapa saksi melihat sosok wanita berbaju merah yang diduga sebagai arwah penghuni bendungan.
Bendungan ini juga memiliki ruang bawah tanah yang dahulu digunakan sebagai penjara bagi pekerja pribumi serta tempat penyimpanan logistik dan suku cadang. Banyak yang percaya bahwa ruangan ini menjadi sarang makhluk tak kasat mata.
Juru pelihara bendungan bahkan menyebutkan bahwa tidak banyak orang yang berani memasuki area ini karena aura angkernya yang begitu kuat.
Meskipun kini tidak lagi berfungsi sebagai bendungan utama, bangunan bersejarah ini sedang dibenahi oleh warga lokal untuk dijadikan destinasi wisata sejarah.
Dengan nilai arsitektur kolonial yang megah serta kisah-kisah mistis yang melingkupinya, Bendungan Lama Pamarayan menjadi salah satu situs yang menarik bagi para pencinta sejarah dan wisata horor.
Bagi siapapun yang berkunjung, menjaga sikap dan menghormati adat setempat adalah hal yang penting agar tidak mengalami kejadian yang tidak diinginkan.
Sumber: Berbagai Sumber