SUKABUMIUPDATE.com - Tanah Parahyangan adalah wilayah yang berada di Provinsi Jawa Barat, Indonesia, yang dikenal sebagai daerah pegunungan dan budaya Sunda. Berikut adalah ringkasan sejarahnya:
Sejarah Tanah Parahyangan di Jawa Barat
Nama "Parahyangan" berasal dari bahasa Sunda yang berarti "tempat tinggal para hyang (dewa)". Wilayah ini dianggap sebagai tempat suci dalam kepercayaan Sunda Wiwitan.
Secara geografi, Parahyangan berada di sekitar pegunungan di selatan Jawa Barat, dengan Gunung Tangkuban Parahu sebagai salah satu puncak terkenal.
Oleh karena itu, istilah Parahyangan secara khusus mengacu pada wilayah pegunungan di selatan Jawa Barat, di mana orang Sunda dahulu percaya bahwa gunung-gunung tersebut adalah tempat tinggal para dewa.
Baca Juga: Lampu Kuning Toxic, Kenali 10 Ciri Orang Yellow Flag dari Sikapnya!
Di masa prasejarah, wilayah Parahyangan telah menjadi rumah bagi manusia purba sejak zaman itu, setidaknya sejak 9500 SM. Ada beberapa temuan arkeologi prasejarah pemukiman manusia purba di gua Pawon di kawasan karst Padalarang, Bandung Barat, dan di sekitar danau Bandung purba.
Reruntuhan Candi Bojongmenje yang ditemukan di daerah Rancaekek, sebelah timur Kota Bandung, menunjukkan bahwa candi ini dibangun dari awal abad ke-7 Masehi, sekitar periode yang sama atau bahkan lebih awal dari candi Dieng di Jawa Tengah.
Jejak Kerajaan dalam Sejarah Parahyangan Jawa Barat
Parahyangan adalah bagian dari Kerajaan Sunda dan Galuh yang lampau, dimana kedua kerajaan tersebut dibatasi oleh Sungai Citarum.
Cerita Kerajaan Sunda dan Galuh ini tertuang dalam Naskah Kuno Carita Parahyangan yang dibuat pada akhir abad ke-16. Naskah Kuno tersebut adalah bagian dari koleksi Museum Nasional Indonesia di Jakarta dengan nomor register Kropak 406.
Rujukan sejarah tertua yang tertulis di wilayah Parahyangan berasal dari sekitar abad ke-14, ditemukan dalam Prasasti Cikapundung, di mana wilayah tersebut pernah menjadi salah satu pemukiman dalam wilayah Kerajaan Sunda.
Melansir Gramedia, kalimat yang dituliskan pada Prasasti Cikapundung berbunyi “unggal jagat jalmah hendap”. Artinya adalah "semua manusia di dunia akan mengalami sesuatu".
Pada saat ditemukan, Batu Prasasti Cikapundung mempunyai panjang 178 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 55 cm.
Baca Juga: Jadwal BRI Liga 1 Pekan ke-21, Ada Laga Persib Bandung, Arema Hingga Persija!
Masa Kerajaan Hindu-Buddha dalam Sejarah Parahyangan Jawa Barat
Melansir Stekom, di masa kerajaan Hindu-Buddha, wilayah pegunungan di pedalaman Parahyangan dianggap sebagai tempat suci dalam kepercayaan Sunda Wiwitan. Terdapat beberapa kabuyutan (pusat keagamaan) atau mandala (pusat suci) yang disebutkan dalam teks Sunda kuno.
Masa Kolonial dalam Sejarah Parahyangan Jawa Barat
Setelah jatuhnya Kerajaan Sunda di abad ke-16, sebagian besar Parahyangan masuk dalam wilayah Kerajaan Sumedang Larang, dengan pengecualian daerah sebelah barat Sungai Cisadane yang dikuasai Kesultanan Banten serta daerah Galuh dan Talaga yang dikuasai Kesultanan Cirebon.
Kesultanan Banten dan Cirebon dalam Sejarah Parahyangan Jawa Barat
Kesultanan Banten dan Cirebon dahulu sepakat untuk membagi pengaruh di Parahyangan dengan Sungai Citarum sebagai batasnya.
Tanah Parahyangan adalah daerah yang kaya akan sejarah dan budaya, menjadi rumah bagi berbagai kerajaan dan kepercayaan yang telah berdiri sejak zaman prasejarah.
Sumber: Berbagai Sumber.