SUKABUMIUPDATE.com - Locavora adalah istilah yang merujuk pada individu yang mengonsumsi makanan secara lokal.
Orang yang mengikuti Gaya Hidup Locavora biasanya memilih untuk makan makanan yang dihasilkan oleh petani di wilayah sekitar 120 km dari tempat tinggal mereka.
Gaya Hidup Locavora bertujuan untuk mendukung ekonomi lokal, mengurangi jejak karbon, dan menjaga kesehatan lingkungan.
Asal Usul Locavora
Istilah Locavora berasal dari bahasa Inggris "locavore" yang pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 2000-an. Istilah Locavora merujuk pada individu yang mengonsumsi makanan secara lokal, yaitu bahan makanan yang dihasilkan oleh petani di wilayah sekitar 120 km dari tempat tinggal mereka.
Baca Juga: Virus HMPV Ditemukan di Indonesia, Menkes: Mirip Flu Biasa, Beda dengan COVID-19
Fenomena Locavora dimulai dari kesadaran masyarakat di California, Amerika Serikat, terutama ibu-ibu jetset yang rutin berkumpul untuk makan siang atau malam di restoran-restoran mewah. Mereka menyadari bahwa kebiasaan ini merusak lingkungan dan tidak menghargai petani lokal. Akhirnya, mereka memutuskan untuk hanya mengonsumsi pangan lokal, dan dari sinilah istilah "Locavora" muncul.
Sementara itu, merujuk sumber lain, pengertian dan penggunaan istilah "Locavore" atau Locavora merujuk pada orang yang memilih untuk mengonsumsi makanan yang diproduksi di wilayah lokal atau komunitas mereka. Istilah Locavore pertama kali dicetuskan pada tahun 2005 oleh sebuah kelompok di San Francisco.
Gaya Hidup Locavore bertujuan untuk mengurangi jarak tempuh makanan dan mengembangkan perdagangan lokal, membangun hubungan antara produsen dan konsumen, mendukung pertanian berkelanjutan hingga upaya untuk mengonsumsi makanan yang lebih sehat dan bergizi.
Kini, Gerakan Locavore telah menarik perhatian berbagai toko kelontong, restoran, dan sekolah. Salah satunya Restaurant Locavore yang ada di Jalan Dewisita Nomor 10, Ubud, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali.
Merujuk laman whiteboardjournal.com, Restaurant Locavore di Bali ini berdiri sejak tahun 2013 lalu.
Restaurant Locavore Bali berkomitmen untuk menggunakan bahan-bahan lokal dalam setiap hidangannya. Beberapa menu andalan Restaurant Locavore yang kembali hadir dalam acara “Artefacts” antara lain Black Rice Blini, Into The Sawah, Raw Lamb, dan Bayam Tempura.
Melansir laman My Trip, kuliner tradisional berhasil diubah dengan Gerakan Locavore menjadi menu bernuansa internasional, yakni sambal krecek yang disulap dengan nuansa mewah bernama “Cattle skin braised with chili, roasted candle nut, galangal, palm sugar and fresh coconut milk”.
Fun Fact! Istilah "Locavora" muncul sebagai adaptasi dari istilah-istilah seperti omnivora, karnivora, dan herbivora yang sudah dikenal dalam dunia pertanian dan biologi kesehatan.
Baca Juga: Makam Militer Arca Domas Cikopo, Bukti Jejak Nazi Jerman di Jawa Barat
Menyoal Gaya Hidup Locavora di Indonesia, hal ini merupakan sisi potensial gebrakan baru gaya hidup sehat berkelanjutan dengan berlandaskan ekonomi lokal. Sebab, proses hubungan antara masa tanam pangan dan permintaan konsumen dapat disederhanakan, yang sekaligus memberikan peran strategis bagi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai operator dan gerbang pemasaran produk Locavora.
Gaya Hidup Locavora juga menjadi bukti dukungan bagi para petani lokal. Locavora secara tidak langsung mendorong konsumsi produk lokal dan meningkatkan pendapatan petani dan produsen lokal, yang pada gilirannya memperkuat ekonomi daerah.
Dari segi konsumsi, Gerakan Locavora juga berarti mengkonsumsi makanan yang lebih sehat. Alasannya tentu karena produk lokal biasanya lebih segar dan memiliki nilai gizi yang lebih tinggi karena tidak memerlukan waktu lama dalam transportasi.
Terakhir, kebermanfaat Gerakan Locavora terhadap budaya. Gerakan Locavora mampu melestarikan Budaya Lokal karena mengonsumsi produk lokal membantu menjaga tradisi kuliner dan budaya setempat yang mungkin akan hilang dimakan zaman.
Sumber: Berbagai Sumber | Voice Papua | Whiteboard Journal | My Trip