SUKABUMIUPDATE.com - Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) adalah kelompok milisi pro-Belanda di awal masa kemerdekaan.
APRA didirikan oleh seorang perwira Belanda, Kapten Raymond Westerling pada masa Revolusi Nasional Indonesia sekitar tahun 1949. Saat itu adalah periode transisi dari penjajahan Belanda ke kemerdekaan penuh Republik Indonesia.
Westerling sendiri adalah mantan komandan pasukan khusus Belanda (KNIL) yang dikenal karena operasi brutalnya di Sulawesi Selatan, termasuk pembantaian ribuan warga sipil. Setelah kehilangan pengaruh di KNIL, ia mendirikan APRA untuk memperjuangkan visinya tentang negara federal.
Baca Juga: BRIN: Potensi Megathrust Selatan Jawa Bisa Picu Tsunami Sebesar di Aceh 2004 Lalu
Latar Belakang Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
APRA didirikan setelah Konferensi Meja Bundar pada Agustus 1949, di mana Belanda menarik pasukan Koninklijk Leger (KL) dari Indonesia dan KNIL dibubarkan untuk dimasukkan ke dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pasukan KNIL merasa dirugikan dengan keputusan ini dan Kapten Raymond Westerling memanfaatkan keadaan ini untuk mengumpulkan pasukan desertir dan anggota KNIL.
Tujuan dan Aksi Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
Tujuan utama APRA adalah untuk mempertahankan bentuk negara federal dan menolak Republik Indonesia Serikat (RIS) yang dipimpin oleh Soekarno dan Hatta.
Pada 23 Januari 1950, APRA melakukan pemberontakan di Bandung dengan target untuk menguasai Jakarta dan Bandung. Mereka berhasil menguasai markas Divisi Siliwangi di Bandung, tetapi akhirnya pemberontakan ini gagal.
Baca Juga: Tilang Sistem Poin Berlaku Januari 2025, Pengendara Terancam Kehilangan SIM
Pemberontakan APRA di Bandung
Pada Januari 1950, Presiden RIS Soekarno menunjuk Hamid sebagai menteri negara tanpa portofolio sekaligus koordinator tim perumusan lambang negara.
Setelah serangan di Bandung, Westerling merencanakan kudeta di Jakarta untuk menggulingkan pemerintah RIS.
Namun pemberontakan APRA akhirnya gagal, dan Westerling terpaksa melarikan diri ke Singapura. Tanpa pemimpin yang kuat, APRA berhenti berfungsi pada Februari 1950.
Dampak Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil
Pemberontakan APRA mempercepat pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Indonesia menjadi negara kesatuan yang dipimpin oleh pemerintah pusat di Jakarta.
APRA meninggalkan jejak sejarah yang mencerminkan kompleksitas perjuangan Indonesia di awal kemerdekaan, terutama konflik antara federalisme dan unitarisme.
Peristiwa Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil juga memperlihatkan dampak kolonialisme yang berkepanjangan, termasuk perpecahan internal.
Sumber: Berbagai Sumber.