SUKABUMIUPDATE.com - Petilasan Eyang Jaya Perkasa, yang dikenal juga sebagai Sanghyang Hawu, adalah makam seorang patih besar Kerajaan Sumedang Larang pada masa pemerintahan Raden Angka Wijaya, atau yang lebih dikenal sebagai Prabu Geusan Ulun.
Makam keramat Eyang atau Embah Jaya Perkasa terletak di Desa Dayeuh Luhur, Kecamatan Ganeas, Kabupaten Sumedang.
Beliau adalah seorang tokoh penting yang dikenal sebagai patih besar pada masa kepemimpinan Prabu Geusan Ulun.
Peziarah yang ingin mengunjungi makam ini biasanya dipandu oleh seorang juru kunci, yang bertugas menjaga dan memimpin kegiatan di tempat keramat.
Juru kunci tersebut akan membantu pengunjung dalam proses ziarah dan eksplorasi kawasan makam.
Menurut cerita, Embah Jaya Perkasa dikisahkan menghilang atau ngahiang di Gunung Rengganis setelah menghadap Prabu Geusan Ulun.
Sebelum menghilang, ia membawa Mahkota Binokasih. Hilangnya beliau tanpa jejak diyakini terjadi setelah konflik dengan Kerajaan Cirebon.
Sebagai tanda bahwa Embah Jaya Perkasa menghilang di lokasi tersebut, ia meninggalkan tongkat yang mengapung di Gunung Rengganis.
Selain itu, keberadaan pohon hanjuang di lokasi ini menjadi simbol bahwa beliau masih ada secara spiritual.
Embah Jaya Perkasa juga meninggalkan pesan kepada keturunannya, yakni larangan memakai pakaian batik saat berziarah ke makamnya.
Larangan ini diabadikan dalam bentuk tulisan di kawasan petilasan yang berbunyi, "PAKAIAN BATIK HANYA SAMPAI DI SINI."
Larangan ini diyakini berkaitan erat dengan konflik masa lalu antara Kerajaan Sumedang Larang dan Cirebon.
Kini, larangan tersebut telah menjadi semacam kepercayaan masyarakat setempat bahwa melanggar pantangan ini dapat membawa malapetaka. Warga di sekitar lereng Gunung Rengganis sangat memahami aturan ini dan menghormatinya.
Embah Jaya Perkasa dikenal sebagai patih yang sakti dan berasal dari Kerajaan Pakuan Pajajaran. Beliau membawa Mahkota Pajajaran ke Sumedang sebagai simbol penerus kerajaan tersebut.
Setelah menjadi patih Sumedang Larang, muncul petilasan di Dayeuh Luhur yang semakin memperkuat legenda tentang dirinya.
Menurut berbagai versi cerita, larangan memakai batik saat berziarah mencerminkan niat tulus dan hati yang bersih. Niat dalam hati apabila ingin berziarah ke makam Eyang Jaya Perkasa harus dengan hati yang tulus dan bersih dan jangan membatik atau bercabang seperti warna batik.
Selain itu, ada cerita mitos tentang batu peninggalan Embah Jaya Perkasa. Konon, siapa pun yang mampu mengangkat batu tersebut hingga setinggi dada akan mencapai cita-citanya.
Namun, hal ini tetap harus dilandasi keyakinan bahwa segala sesuatu hanya terjadi atas izin Allah SWT, dan niat harus senantiasa lurus.
Legenda dan kepercayaan seputar petilasan ini mengingatkan bahwa nilai sejarah dan spiritualitas memiliki tempat penting dalam kehidupan masyarakat.