SUKABUMIUPDATE.com - Pada berbagai acara kerajaan, raja sering hadir dengan menggunakan kereta kencana sebagai kendaraan resmi.
Kereta ini tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi, tetapi juga memiliki nilai simbolis yang meliputi aspek sosial, budaya, dan keagamaan.
Kereta kencana disimpan dengan penuh perawatan di keraton. Jika Anda pernah mengunjungi Museum Prabu Geusan Ulun di Sumedang, salah satu gedung museum, yakni Gedung Kereta, didedikasikan untuk menyimpan Kereta Naga Paksi.
Kereta Naga Paksi, yang juga dikenal sebagai Kereta Kencana Naga Paksi, merupakan salah satu harta warisan kerajaan Sumedang Larang. Koleksi ini menjadi bagian berharga dari Museum Prabu Geusan Ulun.
Peninggalan dari Pangeran Suria Kusumah Adinata atau Pangeran Sugih, kereta ini telah mengalami restorasi tanpa mengubah struktur aslinya.
Kereta ini memiliki lebar 2,5 meter, tinggi 3,1 meter, dan berat sekitar 2 ton. Awalnya, kereta ini dibuat dari kayu jati, tetapi replika untuk acara budaya dibuat dari rangka besi.
Kereta ini mulai digunakan pada masa pemerintahan Pangeran Kusumadinata sekitar tahun 1791-1828 dan tetap digunakan pada era Pangeran Sugih (1836-1886).
Fungsi utamanya adalah untuk menghadiri acara seremonial dalam kota dan mengangkut putra-putri bupati pada acara pernikahan.
Kereta ini menjadi lambang supremasi para bupati di masa kolonial. Pada tahun 1998, kereta ini direstorasi di Cirebon. Ukiran indah di tempat duduk dan badan kereta menjadi daya tarik utamanya.
Kereta ini dihias dengan perpaduan tiga hewan dalam satu tubuh. Kepala gajah bermahkota menyerupai mahkota Binokasih, leher berkalung ukiran, badan berbentuk ular bersisik, dan ekor yang memakai gelang dengan sayap burung Garuda menutupi sebagian badan kereta.
Terdapat kesamaan filosofi bentuk-bentuk hewan maupun dilihat dari bentuk silsilah tersebut, sebab leluhur bupati Sumedang pada masa itu yaitu Pangeran Santri dari cirebon.
Ornamen ini mengandung makna mendalam: kepala gajah melambangkan ilmu pengetahuan dan kekuasaan, sayap Garuda melambangkan kesetiaan dan persamaan timbal balik, sedangkan naga melambangkan perkataan yang bertuah.
Filosofi ini mencerminkan nilai-nilai kepemimpinan bupati Sumedang di masa lalu.
Sumber: Disparbudpora Kabupaten Sumedang