SUKABUMIUPDATE.com - Jonggol pernah digadang-gadang sebagai calon pusat pemerintahan baru pada masa Presiden Soeharto. Hingga tahun 1989, nama Jonggol belum banyak dikenal oleh masyarakat luas. Kecamatan ini adalah bagian dari Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Namun, setelah jatuhnya Orde Baru, gagasan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Jonggol hilang begitu saja, dan nama Jonggol pun tidak banyak terdengar beberapa tahun berikutnya.
Sekarang, Jonggol dikenal sebagai kota Kecamatan paling berkembang di bagian timur Kabupaten Bogor dengan daya tarik wisata alamnya yang melimpah, hingga dijuluki "kota seribu curug."
Asal nama Jonggol diyakini berasal dari kata "Jogol," yang berarti pertarungan ketangkasan. Tokoh yang dikenal di sini adalah Mbah Jago, seorang pendekar sekaligus penyebar ajaran Islam yang dimakamkan di Kampung Kujang, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor.
Area makam Mbah Jago dikelilingi pemandangan desa yang hijau dan terpencil. Sebelum memasuki bangunan utama makam, pengunjung akan melewati gerbang bercat hijau dengan kaligrafi dan replika pusaka Kujang di atasnya, serta dua patung harimau hitam yang berdiri di depan gerbang.
Saat memasuki area utama makam Mbah Jago, dua patung harimau lain yang berbeda tampilan akan menyambut peziarah.
Menurut cerita masyarakat setempat, patung-patung harimau ini melambangkan perwujudan pengawal gaib yang menjaga makam Mbah Jago, dan beberapa peziarah mengaku pernah melihat sosok ini, yang dikenal dengan julukan Ki Maung.
Kejadian mistis sering dialami masyarakat sekitar makam Mbah Jago. Meskipun sulit dibuktikan, mereka yang mengalami kejadian ini sering melihat penampakan harimau atau ular besar yang tiba-tiba muncul lalu menghilang.
Makam Mbah Jago terletak dalam bangunan permanen yang luas. Peziarah yang datang bebas berkunjung asalkan dengan niat baik dan sikap sopan.
Lalu, siapakah Mbah Jago sebenarnya, dan mengapa ia dimakamkan di Jonggol?
Menurut cerita turun-temurun, Mbah Jago adalah pendekar dari Cirebon bernama asli Raden Jaya Laksana, putra Kiai Mustaqim Saleh, keturunan Sunan Gunung Jati.
Raden Jaya Laksana adalah seorang yang gemar berpetualang sekaligus berdakwah menyebarkan agama Islam. Ketika tiba di Rawajaha, ia kemudian berhadapan dengan jawara lokal, Ki Bairah.
Mereka berdua kemudian adu kesaktian dan akhirnya Raden Jaya Laksana muncul sebagai pemenangnya. Setelah mengalahkan Ki Bairah, ia juga menghadapi penghuni gaib di Gunung Payung.
Kala itu, Jonggol masih berupa hutan lebat yang jarang dihuni. Dengan kesaktiannya, Raden Jaya Laksana berhasil menaklukkan makhluk gaib di Rawajaha dan kemudian ia dikenal dengan sebutan Mbah Jago.
Setelah membersihkan wilayah tersebut dari kekuatan jahat, ia memutuskan untuk menetap di Jonggol, mengajarkan Islam, dan membangun pemukiman warga.
Pada masa kolonial Belanda, Mbah Jago juga turut melawan penjajahan dengan menjadikan Gunung Payung di Jonggol sebagai markas.
Meski Belanda mengirim pasukan bersenjata untuk menaklukannya, mereka tidak dapat menemukan keberadaan Mbah Jago karena terhalang oleh ilmu halimunan yang dimilikinya.
Meskipun makam Mbah Jago berada di lokasi terpencil, peziarah masih kerap datang untuk berdoa, terutama pada Bulan Maulid, di mana jumlah peziarah akan meningkat drastis.