SUKABUMIUPDATE.com - Perang Bubat adalah peristiwa sejarah yang terjadi pada abad ke-14 antara Kerajaan Majapahit dari Jawa dan Kerajaan Sunda. Perang ini dianggap sebagai konflik besar yang melibatkan upaya pernikahan politik yang berakhir tragis.
Menyadur Jurnal Sastra dan Kearifan Lokal Universitas Muhammadiyah Cirebon, sejarah munculnya cerita larangan menikah antara orang Sunda dan Jawa bermula dari Perang Bubat di tahun 1357. Artikel ilmiah karya Dikhorir Afnan ini diterbitkan tahun 2022 lalu.
Perang Bubat Sunda dan Jawa
Tragedi Perang Bubat terjadi tahun 1357 di masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk yang didampingi Patih Gajah Mada. Perang Bubat dipicu perbedaan pendapat antara Patih Gajah Mada dengan Raja Sunda, Prabu Maharaja.
Pada masa itu, Hayam Wuruk, raja Majapahit (1350-1389), ingin menikahi putri dari Kerajaan Sunda, Dyah Pitaloka Citraresmi. Pernikahan ini diyakini sebagai langkah politik untuk memperkuat hubungan antara Majapahit dan Sunda, dua kerajaan besar di Nusantara.
Rombongan Kerajaan Sunda, yang dipimpin oleh Raja Sunda, Prabu Maharaja Linggabuana, membawa Putri Dyah Pitaloka ke Bubat (tempat di luar ibu kota Majapahit) untuk menyerahkan sang putri sebagai tanda kehormatan dan aliansi politik. Namun, Gajah Mada, Patih Majapahit, memiliki pandangan berbeda tentang pernikahan politik tersebut.
Baca Juga: 1,5 Bulan Menetap, Kilas Balik Rumah Bung Hatta dan Sjahrir di Kota Sukabumi
Pada masa itu diketahui, Patih Gajah Mada menghendaki pernikahan sederhana yang menempatkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan kepada Raja Hayam Wuruk, sekaligus tanda bakti dan bukti Kerajaan Sunda berada di bawah kekuasaan Majapahit. Hal ini menimbulkan ketegangan, karena Kerajaan Sunda tidak datang untuk menyerah, melainkan untuk pernikahan kehormatan sang putri, Dyah Pitaloka.
Di lain sisi, Prabu Maharaja justru ingin pernikahan besar karena kedudukan yang sama antara raja dengan putri raja. Akhirnya, perbedaan pendapat menyebabkan terjadinya pertempuran puncak di Bubat.
Menurut catatan sejarah, Prabu Maharaja Linggabuana dan pasukannya kalah dalam pertempuran Bubat antara Sunda dan Jawa tersebut. Sementara, Putri Dyah Pitaloka, memilih mengakhiri hidupnya karena kehormatan keluarganya yang ternodai.
Perang Bubat menjadi peristiwa bersejarah yang menunjukan sisi gelap rusaknya hubungan diplomasi antara Kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Sunda di masa lalu.
Baca Juga: Kilas Balik Kasus Romahurmuziy, Bolehkah Napi Korupsi Terjun ke Politik?
Meski beberapa sejarawan berbeda pendapat tentang kebenaran peristiwa sejarah ini, dalam kebudayaan Sunda, Perang Bubat dianggap sebagai tragedi besar yang melibatkan kehormatan dan kebanggaan. Sejak saat itu, sebagian masyarakat percaya bahwa orang Sunda dilarang menikah dengan orang Jawa.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu dan zaman, pernikahan modern antara dua suku besar di Indonesia ini kerap dilaksanakan.
Kemudian penting untuk dicatat, banyak sumber menyebut, narasi orang Sunda dan Jawa dilarang menikah atas dasar Perang Bubat merupakan mitos. Sebab, banyak juga pasangan dengan suku campuran Sunda dan Jawa yang langgeng menua bersama.