Hari Guru Sedunia yang diperingati setiap tanggal 5 Oktober sejak tahun 1994 bertujuan untuk memberikan dukungan kepada para guru di seluruh dunia dan meyakinkan mereka bahwa keberlangsungan generasi di masa depan ditentukan oleh guru.
Hari Guru Sedunia mewakili kepedulian, pemahaman, dan apresiasi terhadap peran vital guru dalam mengajarkan ilmu pengetahuan dan membangun generasi. Ini juga merupakan momen besar untuk merayakan kontribusi serta perubahan yang telah dilakukan guru dalam dunia pendidikan.
Di berbagai negara, Hari Guru Sedunia menjadi kesempatan untuk menyoroti pentingnya peran guru dalam membentuk masyarakat. Organisasi seperti UNESCO dan International Labour Organization (ILO) mendorong perbaikan kondisi kerja guru dan peningkatan kesejahteraan mereka.
Isu-isu mengenai profesionalisme, pelatihan berkelanjutan, dan pengakuan terhadap kontribusi guru menjadi agenda utama. Semua terlihat begitu manis di panggung dunia, namun bagi ribuan guru honorer di Indonesia, terutama di Kabupaten Sukabumi, peringatan ini mungkin terasa jauh dari kenyataan hidup sehari-hari. Nasib para guru honorer di Kabupaten Sukabumi tampak seperti “pemain cadangan” yang tak kunjung turun ke lapangan, menunggu kesejahteraan yang belum tiba.
Guru honorer di Kabupaten Sukabumi, seperti di banyak daerah lain di Indonesia, sering kali menghadapi kondisi yang jauh dari ideal. Penghasilan yang rendah, status kepegawaian yang tidak jelas, dan minimnya tunjangan kesejahteraan menjadi tantangan utama. Banyak dari mereka yang telah mengabdi bertahun-tahun, namun tetap belum diangkat sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara) baik PPPK maupun PNS. Padahal, tanggung jawab yang mereka emban tidak berbeda jauh dari guru PNS, yaitu mengajar, mendidik, dan membentuk karakter peserta didik.
Meskipun peran mereka sangat penting, kesejahteraan yang mereka terima seringkali jauh dari layak. Dengan gaji yang bahkan di bawah upah minimum regional, banyak guru honorer harus mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka tidak hanya mengajar, tetapi juga berjuang untuk hidup.
Bagi sebagian besar, menjadi guru bukan hanya panggilan jiwa, tetapi juga pengorbanan yang nyata. Walaupun sudah ada secercah kepedulian dari Pemda Kabupaten Sukabumi terkait pemberian insentif bagi guru honorer yang sudah memperoleh SK Petikan Bupati, nominalnya bertingkat tergantung masa kerja, yakni dari mulai Rp100 ribu - Rp500 ribu.
Baca Juga: Cerita Guru Honorer Sukabumi Nyambi Jadi Pemulung, Butuh Modal untuk Buka Lapak
Baca Juga: Rumah Tak Layak Huni Popon Guru Honorer di Waluran Sukabumi Dibedah Bupati
Guru honorer di Kabupaten Sukabumi sering merasa seperti “pemain cadangan” yang tak kunjung dipanggil untuk masuk ke lapangan. Meskipun pemerintah telah berupaya menyelesaikan masalah ini dengan berbagai kebijakan, seperti rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), prosesnya masih berjalan lambat dan belum merata. Banyak guru honorer yang sudah lama menunggu, namun kesempatan untuk mendapatkan status yang lebih stabil belum juga datang.
Peringatan Hari Guru Sedunia telah berlalu tiga hari yang lalu. Namun, masih tersirat berbagai masalah dan pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh para pemangku kebijakan, khususnya di Kabupaten Sukabumi. Penataan non-ASN atau honorer yang harus tuntas pada akhir Desember 2024 sesuai Undang-undang Nomor 20 Tahun 2023 masih jauh dari harapan. Hal ini terlihat dari jumlah formasi PPPK Guru 2024 di Kabupaten Sukabumi yang masih sedikit dibandingkan dengan jumlah guru non-ASN yang saat ini aktif mengajar di sekolah-sekolah negeri.
Tahun ini, jumlah formasi PPPK Guru Kabupaten Sukabumi hanya berjumlah 800, sementara jumlah tenaga guru honorer jenjang Dikdas mencapai 3500-an. Ini menjadi kebimbangan bagi guru-guru honorer Kabupaten Sukabumi, dimana Pemda hanya mampu mengusulkan formasi PPPK sebanyak 800 karena alasan anggaran.
Lebih miris lagi adalah nasib guru honorer PAI di Kabupaten Sukabumi yang selama ini termarjinalkan oleh aturan dan kebijakan. Sementara guru-guru umum memperoleh kesempatan untuk mengikuti PPG piloting yang diselenggarakan Kemendikbud Ristek, guru PAI tidak mendapatkan porsi yang sama karena perbedaan kewenangan dalam hal pengembangan profesi yang seharusnya diatur oleh Kemenag. Guru mapel PAI di sekolah negeri di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi tetap tidak memperoleh porsi PPG maksimal dari Kemenag, yang lebih fokus pada guru-guru di sekolah-sekolah di bawah naungannya.
Ketika kebijakan PPPK mulai digaungkan oleh pemerintah pusat pada tahun 2021, Kabupaten Sukabumi tidak memberikan satu pun formasi PPPK untuk guru PAI. Baru pada tahun 2022, jumlahnya hanya 25 formasi, dan di tahun 2023 bertambah menjadi 92 formasi (itu pun atas reaksi dari aksi audiensi yang dilakukan para guru honorer PAI). Tahun ini, guru PAI kembali hanya memperoleh 206 formasi, yang masih jauh dari jumlah guru umum yang telah diangkat sebagai PPPK pada tahun-tahun sebelumnya. Banyak dari mereka yang nasibnya masih belum pasti.
Kondisi ini menimbulkan frustasi.
Di satu sisi, mereka harus terus mengajar dengan dedikasi penuh, sementara di sisi lain, kepastian masa depan dan kesejahteraan mereka masih menggantung. Bagaimana mereka bisa fokus memberikan pendidikan berkualitas jika mereka sendiri hidup dalam ketidakpastian? Terutama bagi guru PAI, bagaimana bisa terwujud Visi Kabupaten Sukabumi yang Religius dan Mandiri jika pemerintahnya kurang peduli terhadap pemegang amanah dalam menciptakan generasi yang religius, yaitu guru PAI?
Hari Guru Sedunia seharusnya menjadi momen refleksi, tidak hanya untuk menghargai jasa para guru, tetapi juga untuk menyoroti tantangan yang mereka hadapi. Bagi guru honorer di Kabupaten Sukabumi, peringatan ini mestinya menjadi pengingat bagi pemerintah dan masyarakat untuk memberikan perhatian lebih kepada nasib mereka. Perlu ada langkah konkret untuk memperbaiki kesejahteraan para guru honorer, baik melalui peningkatan kesejahteraan, jaminan kesehatan, maupun kepastian status kepegawaian.
Di panggung internasional, selebrasi Hari Guru Sedunia akan terus bergema dengan meriah. Namun, tanpa perhatian yang nyata terhadap nasib para guru honorer di daerah-daerah seperti Kabupaten Sukabumi, selebrasi itu hanya akan menjadi simbol tanpa makna. Para pemain cadangan ini juga layak mendapatkan kesempatan untuk turun ke lapangan, berjuang dengan layak, dan diakui atas jasa mereka dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di Hari Guru Sedunia ini kami berharap memperoleh perhatian lebih terkait kesejahteraan, jaminan kesehatan, jaminan pendidikan putra putri kami. Jangan sampai kami para guru honorer konsern mencerdaskan anak bangsa (anak orang lain) sementara anak-anak kami sendiri terabaikan masa depan pendidikannya karena terkendala biaya dampak dari kesejateraan kami yang masih belum memperoleh perhatian lebih dari pemerintah.
Dan kami juga berharap pemerintah Kabupaten Sukabumi lebih serius lagi dalam melakukan inovasi kebijakan terkait nasib dan status kami. Jangan hanya menjalankan kebijakan template yang hanya menggugurkan kewajiban anggaran sehingga kurang terasa imbasnya bagi kami guru honorer Kabupaten sukabumi.
Penulis : Iwa Kartiwa / Guru Sekolah Dasar di Kabupaten Sukabumi