SUKABUMIUPDATE.com - Tanjakan Baeud termasuk titik rawan kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Selain kondisi jalan yang menanjak dan menikung, Tanjakan Baeud ini juga ternyata memiliki cerita mistis tersendiri.
Tanjakan Baeud berada di Jalan Raya Nasional Sukabumi-Palabuhanratu, tepatnya di Desa Warungkiara, Kecamatan Warungkiara, Kabupaten Sukabumi. Jalan tersebut sering dilintasi oleh kendaraan besar dan truk dari atau menuju Palabuhanratu hingga Banten.
Tanjakan ini memiliki kemiringan yang cukup curam, ditambah saat dipuncaknya jalan langsung menikung. Kondisi ini yang menjadikan tanjakan tersebut rawan kecelakaan. Truk atau kendaraan besar yang kurang ancang-ancang bisa mundur lagi hingga terguling.
"Kebanyakan pengemudi menganggap remeh Tanjakan Baeud. Istilahnya, tanjakan ini seperti tidak menanjak. Tapi, begitu sopir pakai gigi dua (persneling) dari Palabuhanratu menuju Sukabumi, tiba-tiba tidak menanjak, lalu pindah gigi satu, tiba-tiba mungkin tidak masuk atau bagaimana, akhirnya mundur dan kalau beban begitu berat jadinya terguling," kata warga setempat, Eli Keling (57 tahun) kepada sukabumiupdate.com beberapa waktu yang lalu.
Baca Juga: Hindari Jalan Bergelombang, Kronologi Truk Tabrak Pemotor Hingga Tewas di Tanjakan Baeud
Menurut Eli, pengemudi yang akan melewati Tanjakan Baeud pasti cemberut lantaran sulitnya melintasi tanjakan ini.
"Siapa pun yang mau berangkat pasti cemberut karena belum lewat. Jangankan orang lain, saya sebagai sopir truk kalau bawa kendaraan berat, di sini lah yang jadi masalah," tuturnya.
Karena termasuk area rawan pergerakan tanah, Eli menyebut aspal jalan di tanjakan Baeud juga kerap retak, bergelombang hingga amblas. Ia menyebut sudah tak terhitung berapa kali Kementerian PUPR melakukan penambalan jalan di Tanjakan tersebut.
Namun di balik itu semua, Tanjakan Baeud menurut Eli memiliki cerita mistis tersendiri. Eli menceritakan, konon suatu ketika ada kerajaan dari utara dan kerajaan selatan akan bertukar cincin kawin. Dalam perjalanan, cincin perkawinan itu jatuh di lokasi ini. Untuk mencari cincin tersebut, Eli mengatakan ditaruh sosok jin seperti kura-kura.
"Karena orang sakti, jadi menaruh sosok jin di sini untuk mencari cincin. Jin seperti kura-kura besar atau kepiting ditaruh di sini. Jadi intinya, sebelum cincin itu ditemukan, (jin) jangan dulu beranjak dari Beud ini sehingga timbul bahasa Baeud," katanya.
"Jadi ketika putri (kerajaan) mau berjalan dari utara ke selatan atau sebaliknya, dia kalau lihat lokasi ini pasti cemberut atau baeud karena cincinnya yang hilang," tambah Eli.
Eli menegaskan penjelasan tersebut hanya cerita turun-temurun dari orang tuanya. "Saya juga mendengar dari orang tua dulu saat mengobrol. Memang mayoritas orang tidak tahu," katanya.