SUKABUMIUPDATE.com - Kepemimpinan memang menjadi topik yang tak pernah lekang oleh waktu, terlebih lagi di tengah dinamika sosial dan politik yang begitu cepat berubah seperti saat ini.
Ada beberapa faktor yang membuat kepemimpinan menjadi begitu hangat diperbincangkan di Indonesia salah satunya menjelang pilkada.
Mendekatnya pilkada selalu memunculkan berbagai diskusi mengenai sosok pemimpin yang ideal, visi misi para calon, hingga dinamika politik yang terjadi.
Kepemimpinan yang baik dalam Islam harus berdasarkan iman yang kuat kepada Allah. Seorang pemimpin muslim wajib menjalankan tugasnya dengan selalu berpedoman pada syariat Islam.
Dalam sejarah Islam, pemimpin ideal adalah Nabi Muhammad SAW dan tiga dari empat sifat wajib nabi dan rasul selalu digunakan untuk mengukur kepemimpinan ideal yakni Siddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), fathanah (pintar) menjadi kriteria kunci seorang pemimpin yang baik.
Mengutip NU Online, melihat kepemimpinan dari sudut pandang hadis, Nabi Muhammad SAW sendiri pernah bersabda kepada salah satu sahabatnya bahwa beliau tidak meminta jabatan, ucapan tersebut tertera dalam hadits riwayat al-Bukhari.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ قَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا وَإِذَا حَلَفْتَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَكَفِّرْ عَنْ يَمِينِكَ وَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ
Artinya: “Dari Abdurrahman bin Samurah, beliau mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku: “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan dengan tanpa meminta, maka kamu akan ditolong, dan jika kamu diberinya karena meminta, maka kamu akan ditelantarkan, dan jika kamu bersumpah, lantas kamu lihat ada suatu yang lebih baik, maka bayarlah kafarat sumpahmu dan lakukanlah yang lebih baik.” (Hadis riwayat Imam al-Bukhari).
Terkait makna hadis tersebut, al-Wallawi dalam Dzahirah al-‘Uqba mengomentari:
ومعنى الْحَدِيث: أن منْ طلب الإمارة، فأُعطيها تُركت إعانته عليها، منْ أجل حرصه. (وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا) أي أعانك الله تعالى، وألهمك الحقّ، حَتَّى تسعد فِي الدنيا والآخرة.
Artinya: “Makna hadits tersebut adalah siapa pun yang meminta kepemimpinan dan dikabulkan, maka Allah akan menghilangkan pertolongan karena kerakusannya. Adapun lafaz hadis [Dan jika kamu diberikan kepemimpinan tanpa diminta, maka kamu akan mendapatkan pertolongan], maksudnya adalah Allah SWT akan menolongmu dan mengilhamimu dengan kebenaran, sehingga kamu dapat bahagia di dunia dan akhirat.” (Muhammad ibn ‘Ali al-Wallawi, Dazhirah al-‘Uqba fi syarh Sunan al-Nasa’i al-Mujtaba, Dar al-Mi’raj al-Dauliyah, juz 39, halaman 235)
Analisis terhadap hadis di atas memberikan kita pemahaman yang lebih mendalam mengenai karakteristik pemimpin yang baik. Salah satu sifat yang harus dihindari oleh seorang pemimpin adalah keserakahan.
Sifat tamak dan rakus ini dapat mengaburkan visi kepemimpinan dan mendorong pemimpin untuk bertindak curang demi kepentingan pribadi. Hal ini bertentangan dengan ajaran Islam yang sangat menjunjung tinggi nilai keadilan dan kejujuran.
Nabi Muhammad SAW dengan tegas menyatakan bahwa pemimpin yang licik tidak akan memperoleh tempat di surga. Dengan demikian, hadis ini menjadi pedoman bagi kita dalam menilai calon pemimpin dan memilih sosok yang benar-benar amanah dan dapat dipercaya
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari.
ماَ مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيْهِ اللَّهُ رَعِيَّةً، يَمُوْتُ يَوْمَ يَمُوْتُ، وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ، إِلاَّ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
Artinya: “Tidaklah seorang hamba yang diserahi Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia meninggal dunia dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, kecuali Allah mengharamkannya masuk surga.” (Hadis riwayat Imam al-Bukhari).
Amanah dan tanggung jawab merupakan prasyarat mutlak bagi seorang pemimpin. Kedua sifat ini akan tercermin dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil, serta dalam cara pemimpin tersebut memandang dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: “Dari ‘Abdullah bin Umar radliallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ketahuilah setiap dari kalian adalah seorang pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin orang banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan isteri pemimpin terhadap keluargan suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, budak juga seorang pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.”
Keahlian merupakan syarat mutlak bagi seorang pemimpin. Dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang memadai, seorang pemimpin dapat mengambil keputusan-keputusan strategis yang tepat untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi negara.
Kegagalan dalam memilih pemimpin yang kompeten dapat berdampak buruk pada seluruh aspek kehidupan masyarakat, mulai dari ekonomi, politik, hingga sosial budaya.
Mempercayai orang yang tidak ahli adalah tanda kehancuran, sebagaimana pernah disabdakan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam:
فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ، قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟ قَالَ: إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظَرْ السَّاعَةَ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ
Artinya: “Apabila sifat Amanah sudah hilang, maka tunggulah terjadinya kiamat”. Orang itu bertanya, “Bagaimana hilangnya amanah itu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat”. (Hadis riwayat Imam al-Bukhari).
Al-Qasthallani menjelaskan, orang yang tidak ahli dalam hal ini adalah orang yang tidak ahli agama dan tidak ahli dalam menjaga amanah. Selain itu, al-Qasthallani mengutip Ibnu Batthal dalam menjelaskan hadits ini:
إن الأئمة ائتمنهم الله على عباده وفرض عليهم النصح، وإذا قلدوا الأمر لغير أهل الدين فقد ضيعوا الأمانات، وفيه: أن الساعة لا تقوم حتى يؤتمن الخائن، وهذا إنما يكون إذا غلب الجهّال وضعف أهل الحق عن القيام به ونصرته
Artinya: “Para pemimpin telah diamanahi oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya, dan Allah telah mewajibkan para pemimpin untuk membimbing, jika mereka mempercayakan urusan itu kepada orang lain selain ahli agama, maka mereka telah kehilangan amanah tersebut. Kemudian, Hari Kiamat tidak akan tiba sampai orang yang curang itu diberi amanah, dan ini hanya akan terjadi jika orang-orang bodoh mendominasi dan orang-orang yang benar lemah dalam memegang dan memperjuangkan kepemimpinan.” (Muhammad ibn Ahmad al-Qasthallani, Irsyad al-Sari li syarh Shahih al-Bukhari, Mesir: al-Mathba’ah al-Kubra al-Amiriyah, 1323, juz 1 halaman 155).
Maka kriteria pemimpin selanjutnya adalah yang dicintai dan mencintai rakyatnya, karena Nabi Muhammad SAW, pernah bersabda:
خِيارُ أئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ ويُحِبُّونَكُمْ، ويُصَلُّونَ علَيْكُم وتُصَلُّونَ عليهم، وشِرارُ أئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ ويُبْغِضُونَكُمْ، وتَلْعَنُونَهُمْ ويَلْعَنُونَكُمْ
Artinya: “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian cintai dan mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian benci dan membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (Hadis riwayat Imam Muslim).
Sumber: NU Online