SUKABUMIUPDATE.com - Mungkin kita pernah mendengar orang tua dengan bangga mengatakan sesuatu seperti, “Anak saya begadang semalaman untuk menyelesaikan proyek pameran sainsnya dengan tepat. Dia sedikit perfeksionis!”
Namun setiap orang tua yang menganggap perfeksionisme sebagai simbol status kemungkinan besar tidak memahami bahwa hal tersebut adalah masalah serius.
Jika membesarkan seorang anak yang perfeksionis, orang tua mungkin pernah melihat sendiri betapa sulitnya hal itu. Mulai dari kertas-kertas yang sobek, begadang, dan menangis adalah beberapa perilaku yang dapat disaksikan pada seorang calon perfeksionis.
Baca Juga: Contoh Menu Sehat untuk Penderita Diabetes, Enak Gak Bikin Kadar Gula Darah Naik
Entah anak-anak mudah marah setiap kali melakukan kesalahan di lapangan atau menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari untuk mencoba mengambil foto selfie yang sempurna, perfeksionisme dapat berdampak buruk pada kehidupan mereka.
Dan jika tidak dikendalikan, hal ini dapat menimbulkan konsekuensi jangka panjang.
Apa Itu Perfeksionisme?
Mengutip dari laman verywellfamily, anak-anak memang punya ekspektasi tinggi terhadap diri sendiri. Tetapi, jika mengharapkan semuanya sempurna, mereka tidak akan pernah puas dengan kinerja sendiri.
Orang yang perfeksionis menetapkan tujuan yang tidak realistis bagi dirinya sendiri. Kemudian, mereka memberikan tekanan sangat besar pada diri sendiri untuk mencoba dan mencapai tujuan yang diinginkan.
Ketika berhasil, mereka akan berjuang untuk menikmati pencapaiannya. Selain itu, anak-anak yang perfeksionis sering menganggap prestasi sebagai keberuntungan dan selalu merasa khawatir tidak akan mampu meniru hasil atau mempertahankan tingkat kesuksesan mereka.
Baca Juga: Kadar Gula Darah Terkendali, 4 Makanan Manis yang Aman Dikonsumsi Penderita Diabetes
Jenis-jenis Perfeksionisme
Beberapa peneliti percaya bahwa menjadi perfeksionis adaptif adalah hal yang mungkin terjadi, itu berarti bahwa ekspektasi tinggi yang tidak realistis dari seorang anak sebenarnya dapat memberikan manfaat bagi mereka dalam kehidupan.
Namun peneliti lain berpendapat bahwa perfeksionisme sejati selalu merugikan. Masih di kaman yang sama, para peneliti juga telah mengidentifikasi tiga jenis perfeksionisme, yaitu :
1. Standar Pribadi Perfeksionisme
Jenis perfeksionisme ini pada dasarnya sehat karena mereka termotivasi untuk mencapai tujuan pribadi yang sangat tinggi.
Dengan demikian, anak-anak memiliki kemungkinan lebih rendah mengalami kelelahan atau stres, juga cenderung tidak menyakiti diri sendiri karena stres akibat upaya mencapai kesempurnaan.
Orang lain mungkin berpikir standar anak perfeksionis jenis ini terlalu tinggi, tapi itu hanya memberi sebuah motivasi.
Baca Juga: 10 Sikap yang Membuat Orang Lain Merasa Tidak Nyaman Saat di Dekatmu
2. Perfeksionisme yang Kritis Terhadap Diri Sendiri
Jenis perfeksionisme ini dapat menyebabkan anak-anak merasa terintimidasi atau merasa tidak akan pernah mencapai tujuan dalam hal apapun.
Keputusasaan yang ditimbulkannya dapat menyebabkan masalah seperti gangguan kecemasan, stres, mengutuk diri sendiri, hingga menghindari diri.
3. Perfeksionisme yang Ditentukan Secara Sosial
Di sini, kesempurnaan dituntut oleh sumber yang berasal dari luar. Ini bisa berasal dari sekolah atau lingkungan sekitar.
Anak-anak yang dalam perfeksionis jenis ini cenderung memiliki pikiran putus asa, stres, menyakiti diri sendiri, atau bahkan bunuh diri.
Karena, individu dengan harapan sosial atau budaya yang tinggi dibebankan kepada mereka juga dapat menjadi sasaran perfeksionisme yang ditentukan secara sosial.