SUKABUMIUPDATE.com - Hari Raya Idul Adha, yang juga dikenal sebagai Hari Raya Kurban atau Lebaran Haji, adalah salah satu hari besar dalam agama Islam yang sangat identik dengan pemotongan hewan kurban.
Perayaan ini jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah dalam kalender Islam, dan merupakan peringatan atas kisah Nabi Ibrahim AS yang bersedia mengorbankan putranya, Nabi Ismail AS, sebagai tanda ketaatan kepada Allah. Namun, Allah SWT menggantikan Ismail dengan seekor domba untuk dikurbankan.
Daging kurban biasanya paling umum di Indonesia adalah sapi dan kambing. Hal ini sesuai dengan syariat Islam yang memperbolehkan kurban dengan hewan ternak seperti sapi, kambing, domba, atau unta.
Setelah penyembelihan, daging kurban biasanya dibagikan kepada masyarakat. Ini merupakan salah satu tujuan utama dari ibadah kurban, yaitu untuk menebar kebaikan dan membantu fakir miskin.
Namun, apakah bolehkah memberi daging kurban kepada warga Non Muslim? Lalu bagaimana hukumnya?
Mengutip Nu Online, jika membagikan daging kurban kepada orang miskin atau warga yang agama Islam adalah hal biasa, tapi akan menjadi tidak biasa bila yang menerimanya adalah warga Non Muslim.
Ada dua pendapat ulama yang memperbolehkan dan tidak membolehkan memberikan daging kurban kepada Non Muslim.
Pendapat ulama yang memperbolehkan ini berdasarkan menurut keterangan dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, dan pendapatnya selaras dengan ketentuan Madzhab Syafi’i.
Demikian sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Nihayatul Muhtaj.
لَوْ ضَحَّى عَنْ غَيْرِهِ أَوْ ارْتَدَّ فَلَا يَجُوزُ لَهُ الْأَكْلُ مِنْهَا كَمَا لَا يَجُوزُ إطْعَامُ كَافِرٍ مِنْهَا مُطْلَقًا , وَيُؤْخَذُ مِنْ ذَلِكَ امْتِنَاعُ إعْطَاءِ الْفَقِيرِ وَالْمُهْدَى إلَيْهِ مِنْهَا شَيْئًا لِلْكَافِرِ , إذْ الْقَصْدُ مِنْهَا إرْفَاقُ الْمُسْلِمِينَ بِالْأَكْلِ لِأَنَّهَا ضِيَافَةُ اللَّهِ لَهُمْ فَلَمْ يَجُزْ لَهُمْ تَمْكِينُ غَيْرِهِمْ مِنْهُ لَكِنْ فِي الْمَجْمُوعِ أَنَّ مُقْتَضَى الْمَذْهَبِ الْجَوَازُ
Artinya:
“Apabila seseorang berkurban untuk orang lain atau ia menjadi murtad, maka ia tidak boleh memakan daging kurban tersebut sebagaimana tidak boleh memberikan makan dengan daging kurban kepada orang kafir secara mutlak. Dari sini dapat dipahami bahwa orang fakir atau orang (kaya, pent) diberi yang kurban tidak boleh memberikan sedikitpun kepada orang kafir. Sebab, tujuan dari kurban adalah memberikan belas kasih kepada kaum Muslim dengan memberi makan kepada mereka, karena kurban itu sendiri adalah jamuan Allah untuk mereka. Maka tidak boleh bagi mereka memberikan kepada selain mereka. Akan tetapi menurut pendapat ketentuan Madzhab Syafi’i cenderung membolehkanya,” (Lihat Syamsuddin Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, Beirut, Darul Fikr, 1404 H/1984 M, juz VIII, halaman 141).
Logika yang dibangun dalam mendukung pendapat ini adalah tujuan kurban itu sendiri demi menunjukan belas kasih kepada orang-orang Muslim dengan cara memberi makan kepada mereka.
Pasalnya, hewan kurban merupakan jamuan Allah SWT (dhiya fatullah) untuk mereka pada Hari Raya Idul Adha. Konsekuensi logis dari cara pandangan seperti ini adalah tidak membolehkan memberi daging kurban pada Non Muslim.
Adapun argumen yang dibangun dalam meneguhkan pandangan yang memperbolehkan daging kurban kepada Non Muslim adalah bahwa berkurban itu adalah sedekah. Sedangkan tidak ada larangan dalam Al- Quran untuk memberikan sedekah kepada Non Muslim.
Akan tetapi, memperbolehkan memberi daging kurban kepada Non Muslim ini tidak bisa dipahami secara mutlak. Namun, harus dibaca dalam konteks Non Muslim yang buka Harbi atau yang tidak memusuhi orang Islam. Dan juga bukan kurban wajib tapi kurban sunnah.
Dengan kata lain, diperbolehkan memberi sedekah seperti daging kurban kepada Non Muslim selain kepada kafir harbi atau Non Muslim yang memerangi umat Islam.
فَصْلٌ : وَيَجُوزُ أَنْ يُطْعِمَ مِنْهَا كَافِرًا .وَبِهَذَا قَالَ الْحَسَنُ ، وَأَبُو ثَوْرٍ ، وَأَصْحَابُ الرَّأْيِ وَقَالَ مَالِكٌ : غَيْرُهُمْ أَحَبُّ إلَيْنَا .وَكَرِهَ مَالِكٌ وَاللَّيْثُ إعْطَاءَ النَّصْرَانِيِّ جِلْدَ الْأُضْحِيَّةِ . وَلَنَا أَنَّهُ طَعَامٌ لَهُ أَكْلُهُ فَجَازَ إطْعَامُهُ لِلذِّمِّيِّ ، كَسَائِرِ طَعَامِهِ ، وَلِأَنَّهُ صَدَقَةُ تَطَوُّعٍ ، فَجَازَ إطْعَامُهَا الذِّمِّيَّ وَالْأَسِيرَ ، كَسَائِرِ صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ .فَأَمَّا الصَّدَقَةُ الْوَاجِبَةُ مِنْهَا ، فَلَا يُجْزِئُ دَفْعُهَا إلَى كَافِرٍ لِأَنَّهَا صَدَقَةٌ وَاجِبَةٌ ، فَأَشْبَهَتْ الزَّكَاةَ ، وَكَفَّارَةَ الْيَمِينِ
Artinya:
“Pasal: dan boleh memberikan makan dari hewan kurban kepada orang kafir. Inilah pandangan yang yang dikemukakan oleh Al-Hasanul Bashri, Abu Tsaur, dan kelompok rasionalis (ashhabur ra’yi). Imam Malik berkata, ‘Selain mereka (orang kafir) lebih kami sukai’. Menurut Imam Malik dan Al-Laits, makruh memberikan kulit hewan kurban kepada orang Nasrani. Sedang menurut kami, itu adalah makanan yang boleh dimakan karenanya boleh memberikan kepada kafir dzimmi sebagaimana semua makanannya, (Lihat Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Beirut, Darul Fikr, cet ke-1, 1405 H, juz XI, halaman 105).
Kesimpulannya, dari penjelasan diatas dapat kita pahami bahwa dalam soal hukum memberikan daging kurban kepada Non Muslim ada dua pendapat.
Ada yang melarang secara mutlak dan ada yang memperbolehkan dengan syarat bukan kurban wajib dan juga penerimanya bukan kafir harbi (yang memusuhi umat Muslim).
Sumber: Nu Online