SUKABUMIUPDATE.com - Begitu anak menemukan kaki dan suaranya sendiri, mereka tampaknya telah bertransisi dengan cepat hanya dalam semalam dari seorang bayi menuju anak yang lebih besar atau disebut balita.
Namun, mereka masih tetap bergantung pada orang tua dan belum bisa menjadi balita yang mandiri. Maka dari itu, dibutuhkan perhatian khusus secara emosi maupun fisik dari ayah dan ibunya di masa transisi ini.
Bagi orang tua masa transisi ini mungkin terasa sulit. Karena anak-anak telah dengan cepat mulai menegaskan kemandiriannya, mendobrak batasan, dan menguji kesabaran. Mereka juga telah mempunyai keinginan untuk menjelajah, keingintahuan tentang segala hal, dan akan kesulitan untuk duduk diam.
Baca Juga: Serangan Asam Urat Tak Lagi Menyiksa: 10 Cara Mengobati dan Mencegah Kambuh
Orang tua harus menerima kenyataan bahwa balita tidak selalu mendengarkan, cepat kewalahan, mudah marah dan mengamuk, serta berkomunikasi dengan satu-satunya cara yang mereka ketahui, yaitu menyerang.
Melansir dari laman babycentre, ada beberapa tips berikut ini yang dapat membantu orang tua untuk tetap tenang di saat sulit ketika menghadapi anak yang selalu emosi:
1. Atur Ulang Ekspektasi Terhadap Anak
Jika terus-menerus frustasi dan kesal dengan anak-anak kemungkinan besar ekspektasi Anda terhadap mereka akan melenceng. Semua itu karena orang tua terlalu cepat berharap banyak pada anak, bahkan sejak mereka lahir.
Orang tua berharap bayi bisa tidur sepanjang malam, mempunyai kontrol impuls yang lebih baik daripada kita, berasumsi bahwa mereka tahu cara berbagi, duduk diam di meja makan, dan mampu mengatur emosinya sendiri.
Jika tidak menyelaraskan ekspektasi kalian sebagai orang tua dengan apa yang sesuai pada perkembangan usia anak, maka kita akan selalu merasa frustasi, kesal, dan bahkan marah.
Ini bukan tentang membiarkan anak-anak melakukan apa yang diinginkan, tetapi memberi batasan sangat penting. Kecuali dapat menerima apa yang sesuai dengan usianya, maka kita melepaskan stres dan kecemasan yang tidak semestinya terkait dengan perilaku buah hati.
Baca Juga: 7 Tanda Kolesterol Tinggi Pada Wanita Usia 50-an, Bisa Dirasakan di Bagian Kaki
2. Ubah Persepsi
Cara kita memandang perilaku anak adalah segalanya. Hal-hal tersebut dapat mendobrak batasan dan menguji kesabaran, tapi penting untuk diingat bahwa yang melakukan semua itu adalah anak-anak.
Ya, mereka yang ingin belajar dan berkembang setiap hari. Jika ingin menghadapi semua itu, para anak-anak perlu mendobrak batasan, menguji batasan, dan membuat kesalahan. Jangan aneh kalau beberapa di antaranya menggunakan emosi.
Maka dari itu, sebagai orang tua perlu mengubah persepsi akan perkembangan anak yang diinginkan. Lihatlah terlebih dahulu seperti apa ketika anak sudah ingin melakukan sesuatu sendiri, lalu carilah cara untuk memberitahu mana yang baik dan buruk untuk dilakukannya. kemudian bicarakan secara baik-baik.
Baca Juga: 5 Infused Water untuk Mengurangi Gejala Asam Urat, Salah Satunya Air Lemon
3. Berhenti Sejenak Untuk Merespon
Ketika si kecil melampaui batas dan menguji kesabaran, para orang tua perlu melakukan cara terbaik untuk menemukan jeda.
Jika Anda mengembangkan kemampuan untuk berhenti sejenak sebelum merespons, hal itu akan menghalangi Anda untuk bereaksi dengan cepat dan negatif yang seringkali malah memperburuk situasi.
Kalau berhasil dapat menemukan jeda itu, maka kita bisa meluangkan waktu sejenak untuk bernafas, mengamati perilaku anak-anak, dan akan lebih siap untuk merespons dengan tenang ketika dia sedang emosi.
Baca Juga: 8 Cara Membesarkan Anak Agar Memiliki Hati yang Baik, Yuk Bunda Terapkan
4. Biarkan Emosi Mereka
Jika orang tua mengasumsikan bahwa kehancuran akan menjadikan anak-anak ‘nakal’, maka bisa membuka peluang kecil untuk berhubungan dengan mereka ketika dibutuhkan.
Karena pada dasarnya anak selalu membutuhkan bantuan orang tua agar bisa mengatur emosinya, dan krisis yang terjadi memberi kita kesempatan agar melakukan hal tersebut untuk mereka.
Walaupun kadang-kadang mereka sulit untuk dihadapi dan menantang, tapi begitu kita menghargai emosi anak-anak yang besar, itu berarti orang tua bisa mengakui perasaan si buah hati.
Maka dari itu, ketika anak-anak balita sedang emosi biarkanlah sampai dirinya merasa tenang. Setelah itu temui mereka dan tenangkanlah dengan cara mendengarkan keluh kesahnya serta usap secara halus puncak kepalanya.
Baca Juga: 8 Ikan Laut Rendah Purin yang Aman Dikonsumsi Penderita Asam Urat
5. Tetap Hadir Secara Emosional
Ledakan emosi anak kita mungkin sulit untuk dirasionalkan, oleh karena itu terkadang sulit juga untuk merespons mereka secara rasional. Namun, setiap ledakan emosi mungkin memerlukan respons berbeda, ada yang lebih hebat dari yang lain, ada yang bertahan lebih lama dari yang lain.
Ingatlah bahwa ketika seorang anak telah mencapai disregulasi total, mereka tidak mungkin mengakses bagian otaknya agar bertanggung jawab untuk berpikir logis. Jadi mencoba untuk terlibat dengan anak-anak dalam obrolan yang rasional dan logis selama puncak krisis hanya akan memperburuk keadaan.
Berfokuslah untuk membawa mereka kembali ke tingkat ketenangan dengan tetap ada di sampingnya, setelah berhasil melakukannya orang tua akan lebih siap untuk terlibat dalam percakapan logis tentang perilaku yang lebih pantas.