SUKABUMIUPDATE.com - Istilah "orang tua helikopter" pertama kali digunakan dalam buku Between Parent and Teenager karya Dr. Haim Ginott tahun 1969 oleh para remaja yang mengatakan bahwa orang tua mereka akan melayang di atas mereka seperti helikopter. Istilah serupa mencakup " pengasuhan mesin pemotong rumput ", "pengasuhan orang tua", atau "pengasuhan buldoser".
Banyak orang tua helikopter memulai dengan niat baik. Ini adalah hal yang sulit untuk dilakukan untuk terlibat dengan anak-anak kita dan kehidupan mereka, namun tidak terlalu menyatu sehingga kita kehilangan perspektif mengenai apa yang mereka butuhkan.
Pola asuh yang terlibat memiliki banyak manfaat bagi anak, seperti perasaan cinta dan penerimaan, kepercayaan diri yang lebih baik, dan peluang untuk berkembang. Namun, masalahnya adalah, ketika mengasuh anak sudah diatur oleh rasa takut dan pengambilan keputusan berdasarkan apa yang mungkin terjadi, maka sulit untuk mengingat semua hal yang dipelajari anak-anak ketika kita tidak membimbing setiap langkahnya.
Baca Juga: Fikri Abdul Aziz Daftar ke PAN: Siap Dampingi Asjap di Pilkada Sukabumi
Kegagalan dan tantangan juga mengajarkan anak-anak keterampilan baru, dan yang paling penting, mengajarkan anak-anak bahwa mereka dapat mengatasi kegagalan dan tantangan. Dampak dari pola asuh helikopter tersebar luas, namun dapat mencakup konsekuensi seperti berikut ini.
1. Menurunnya rasa percaya diri dan harga diri
Masalah utama dari pola asuh helikopter adalah bahwa hal itu menjadi bumerang. Pesan mendasar dari keterlibatan berlebihan orang tua kepada anak-anak adalah “orang tua saya tidak mempercayai saya untuk melakukan ini sendirian” Dan pesan ini pada gilirannya menyebabkan kurangnya rasa percaya diri.
2. Keterampilan koping yang belum berkembang
Jika orang tua selalu ada untuk membereskan kekacauan anak atau mencegah masalah tersebut sejak awal, bagaimana anak bisa belajar mengatasi kekecewaan, kehilangan, atau kegagalan? Akibatnya, pola asuh helikopter dapat menimbulkan perilaku maladaptif.
Misalnya saja, sebuah studi tahun 2018 di Psikologi Perkembangan menemukan bahwa orang tua yang terlalu mengontrol dapat mengganggu kemampuan anak dalam mengatur emosi dan perilaku.
Penelitian lain juga menemukan bahwa anak-anak yang mengalami pola asuh helikopter memiliki rasa percaya diri dan impulsif yang meningkat.
Baca Juga: Disingkat Berkah, Motto Camat Baru Waluran Sukabumi Dongkrak Potensi Alam
3. Meningkatnya kecemasan
Sebuah studi tahun 2014 yang diterbitkan dalam Journal of Child and Family Studies menemukan bahwa pola asuh yang berlebihan dikaitkan dengan tingkat kecemasan dan depresi anak yang lebih tinggi. Para peneliti menemukan hal serupa juga terjadi pada mahasiswa yang orang tuanya terlalu terlibat.
4. Rasa berhak
Anak-anak yang kehidupan sosial, akademis, dan atletiknya selalu disesuaikan oleh orang tuanya, maka mereka akan terbiasa untuk selalu menuruti kemauannya sendiri, sehingga menimbulkan rasa berhak atas apapun.
5. Keterampilan hidup yang belum dikembangkan
Orang tua yang selalu mengikatkan sepatu, membersihkan piring, mengemas bekal makan siang, mencuci pakaian, dan memantau kemajuan sekolah bahkan setelah anak-anak mampu secara mental dan fisik melakukan tugas tersebut, dapat mencegah anak-anak menguasai keterampilan-keterampilan ini.
Sumber : parents.com