SUKABUMIUPDATE.com - Penetapan Hari Raya Idul Fitri antara NU dan Muhammadiyah (golongan Islam) sering kali berbeda. Oleh sebab itu, banyak yang mempertanyakan apa yang menyebabkan perayaan Lebaran Idul Fitri itu jatuh ditanggal yang berbeda.
Seperti di tahun 2024 ini, sesuai maklumat yang telah ditetapkan, Muhammadiyah merayakan Hari Raya Idul Fitri 1444 H jatuh pada Rabu, 10 April 2024.
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Agama masih akan menunggu keputusan dari Sidang Isbat Lebaran penetapan 1 Syawal yang akan dilaksanakan pada Selasa, 9 April 2024.
Baca Juga: Kapan Lebaran 2024? Cek Info Sidang Isbat hingga Hukum Hari Idul Fitri Berbeda
Melansir Suara.com, perbedaan penentuan Idul Fitri ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah hisab dan rukyatul hilal, dua metode perhitungan Lebaran berbeda yang digunakan oleh Muhammadiyah dan Kementerian Agama.
Golongan Islam Muhammadiyah menggunakan metode hisab untuk menentukan jatuhnya bulan baru. Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Agama menggunakan metode rukyatul hilal. Dua metode tersebut memiliki sejarah yang berbeda dalam penentuan Idul Fitri.
Metode Hisab untuk Penentuan Hari Raya Idul Fitri
Melansir tarjih.muhammadiyah.or.id, hisab secara bahasa berarti perhitungan atau pemeriksaan.
Baca Juga: 7 Makanan Rendah Purin yang Bisa Dikonsumsi Penderita Asam Urat
Dalam bidang fiqih menyangkut penentuan waktu-waktu ibadah, hisab digunakan sebagai dasar perhitungan waktu dan arah tempat.
Contohnya hisab untuk penentuan waktu salat, puasa, idul fitri, haji, dan waktu gerhana untuk melaksanakan salat gerhana, serta penentuan arah kiblat agar dapat melaksanakan salat dengan arah yang tepat ke ka'bah.
Penetapan waktu dan arah tersebut dilakukan dengan perhitungan terhadap posisi-posisi geometris benda-benda langit khususnya matahari, bulan dan bumi.
Baca Juga: 10 Cara Membuat Anak Bahagia Meski Hidup Sederhana, Ayah Bunda Yuk Simak!
Pada zaman Nabi Muhammad Saw ilmu yang mengkaji benda-benda astronomi belum berkembang.
Pengetahuan masyarakat Arab mengenai benda-benda langit pada saat itu lebih banyak bersifat pengetahuan perbintangan praktis untuk kepentingan petunjuk jalan di tengah padang pasir di malam hari. Masyarakat Arab belum mempunyai pengetahuan canggih sebagaimana telah dikembangkan oleh bangsa-bangsa Babilonia, India dan Yunani.
Maka dari itu, penentuan waktu-waktu ibadah, khususnya Ramadan dan idul fitri, pada masa Nabi Muhammad Saw didasarkan kepada rukyat fisik, karena inilah metode yang tersedia dan paling mungkin dilakukan di zaman tersebut.
Baca Juga: 10 Gaya Hidup Sehat untuk Mencegah Serangan Asam Urat Kambuh
Ilmu-ilmu yang berkaitan dengan hisab dan astronomis kemudian berkembang sejak budaya penerjemahan ilmu-ilmu pengetahuan yang juga diadopsi oleh Islam. Di Indonesia pelopor penerapan hisab adalah pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan.
Metode Rukyat untuk Penentuan Hari Raya Idul Fitri
Di samping hisab, metode yang sering digunakan dalam penentuan idul fitri adalah rukyat, atau mengamati secara langsung baik menggunakan mata atau teropong penampakan hilal setelah matahari terbenam. Untuk menghindari bias, rukyat biasanya dilakukan di sejumlah titik untuk menghindari bias.
Apabila hilal terlihat, maka pada petang (magrib) waktu setempat telah memasuki bulan (kalender) baru hijriah. Apabila hilal tidak terlihat maka awal bulan ditetapkan mulai magrib hari berikutnya. Namun pada kenyataannya, hilal tidak selalu terlihat apalagi jika selang waktu terbenamnya matahari terlalu pendek karena iluminasi cahaya bulan masih terlalu suram dibandingkan cahaya langit sekitarnya.
Baca Juga: 10 Gaya Hidup Sehat untuk Mencegah Gula Darah Naik
Meski begitu, baik rukyat maupun hisab menurut Kementerian Agama merupakan dua metode yang saling melengkapi dalam penentuan Hari Raya Idul Fitri.
Laporan rukyat digunakan sebagai konfirmasi atas informasi hitungan hisab sehingga kedua pendekatan ini digunakan untuk saling melengkapi. Kemudian, fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2004 memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk melakukan penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah dengan dua metode, yaitu hisab dan rukyat.
Lantas, bagaimana Hukum Hari Lebaran Idul Fitri Berbeda?
Masih melansir Suara.com, dengan metode penetapan yang berbeda, ada kemungkinan bahwa Muhammadiyah dan pemerintah akan merayakan hari lebaran yang berbeda. Namun, perbedaan penentuan Lebaran Idul Fitri seharusnya tidak diperdebatkan oleh kedua belah pihak.
Baca Juga: 7 Cara Berdamai Dengan Diri Sendiri Agar Hidup Lebih Bahagia
Sebagaimana yang disebutkan dalam laman Kemenag, sudah sewajarnya masing-masing pihak saling menghormati dan menghargai.
“Saya harap baik mereka yang melaksanakan perayaan Idul Fitri lebih awal maupun belakangan tetap menjaga toleransi sehingga tidak menimbulkan permasalahan umat,” ujat Hafidz selaku Ketua MUI Jawa Barat, seperti dikutip dari suara.com, Senin (8/4/2024).