SUKABUMIUPDATE.com - Ada saatnya ketika seseorang berprasangka kurang baik pada orang lain. Contohnya ketika pesan WA tidak dibalas semalaman, namun orang yang dihubungi ternyata online.
Tentu momen-momen seperti itu tidak jarang memunculkan prasangka kurang baik atau suudzon. Dikutip dari tulisan Dr. Rina Mulyati, S.Psi., M.Psi. salah satu dosen psikologi UII (Universitas Islam Indonesia) yang ditulis di fpscs.uii.ac.id, simak ulasan mengenai prasangka berikut ini!
Dalam Islam, prangsaka itu disebut dzon, lalu dzon ini biasanya terbagi pada dua output, yaitu prasangka baik (husnudzon) dan buruk (suudzon). Dr. Rina Mulyati juga menyebut bahwa prasangka terbagi menjadi 3 level, di antaranya:
Prasangka Bersifat Kognitif
Pada level ini, prasangka masih berada dalam pikiran. Merujuk pada munculnya penilaian tertentu terhadap orang lain berdasarkan informasi yang sangat mungkin sifatnya terbatas atau bahkan tidak valid.
Baca Juga: Keberadaan Ketua KPK Firli Bahuri Dipertanyakan, Dugaan Kasus Syahrul Yasin Limpo
Selain itu, mungkin tidak memiliki dampak sosial kecuali implikasi psikologis di dalam pikiran yang jika dilanjutkan kemungkinan akan mempengaruhi cara kita berinteraksi dengan orang lain.
Prasangka yang Sudah Mempengaruhi Perasaan (Feeling)
Di sini, penilaian terhadap orang lain telah mempengaruhi sikap dan emosi. Misalnya, melabelkan sifat atau karakteristik tertentu pada seseorang (katakanlah: pembohong). Penilaian ini kemudian akan mempengaruhi perasaan ketika bertemu dengannya.
Berbanding terbalik jika prasangka yang positif atau baik malah menghasilkan perasaan yang lebih positif ketika berada di dekat orang yang menjadi target prasangka.
Baca Juga: 11 Ciri-Ciri Orang Kecewa Pada Kita, Terlihat dari Sikapnya
Sekali lagi, meskipun keduanya sama-sama berbasis pada penilaian yang kurang atau bahkan tidak akurat, namun prasangka yang positif ini, dalam konteks yang umum (misalnya bukan dalam proses investigasi kejahatan oleh penegak hukum) lebih ditekankan.
Prasangka Mempengaruhi Perilaku
Perasaan yang lahir dari penilaian yang tidak tepat tersebut sangat mungkin muncul dalam perilaku. Lalu saat hal itu muncul dalam perilaku, maka sangat mungkin korban atau target dari prasangka, khususnya prasangka negatif ini dirugikan secara sosial.
Bentuk perilaku yang lahir dari prasangka buruk biasanya dikenal dengan diskriminasi. Diskriminasi dapat muncul dalam ranah interaksi antar individu, hingga yang lebih parah muncul dalam interaksi sosial yang lebih luas.
Baca Juga: Harta Kekayaan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, Cawapres Anies di Pilpres 2024
Contohnya: Islamophobia (diskriminasi terhadap orang Islam), rasisme (diskriminasi berdasarkan ras), seksisme (diskriminasi berdasarkan jenis kelamin), ageisme (diskriminasi terhadap usia tertentu)
Cara Terhindar dari Prasangka Buruk
Lalu bagaimana caranya untuk terhindar dari prasangka buruk? Dilanjut dari sumber yang sama, setidaknya ada dua cara, yaitu:
Tekankan bahwa pikiran atau apa yang sedang dipikirkan itu sangat penting. Ia bisa menjadi akar dari banyak persoalan, baik yang sifatnya individual maupun sosial. Pikiran perlu dikelola agar senantiasa objektif dan hati-hati.
Kalaupun mengandung bias, usahakan agar output-nya bernilai positif. Bahasa gaulnya, positive thinking. Tetapi tetap saja, poin utamanya adalah objektivitas dan kejujuran dalam memberikan penilaian atau menarik kesimpulan.
Baca Juga: Harta Kekayaan Capres Cawapres 2024: Ganjar Pranowo dan Mahfud MD
Fokus pada apa yang sedang dirasakan, maka perlu ada usaha untuk menumbuhkan perasaan positif di dalam diri. Perasaan positif ini bisa dimunculkan dengan mengelola pikiran maupun perilaku. Pikiran positif akan memberikan dampak emosi yang positif. Begitupun Perilaku positif.
Contohnya, perasaan apa yang akan muncul saat memberikan sesuatu–dalam artian positif–kepada orang lain? Orang lain tersebut bisa jadi merasa bahagia, karena menerima apa yang dia butuhkan, serta kita pun bisa jadi merasa lebih bahagia, karena membahagiakan orang lain.
Itulah sedikit pembahasan mengenai prasangka, entah itu baik atau buruk. Intinya prasangka baik akan menimbulkan output positif pada diri sendiri maupun orang lain dan begitupun sebaliknya.
Apabila, dirasa suatu saat prasangka buruk muncul, sebaiknya langsung tanyakan dan klarifikasi, yang dalam Islam disebut tabayyun.
Sumber : fpscs.uii.ac.id